Rasti diam, ia melihat ke arah Nayla, Angel dan Aldo yang juga tengah menatapnya.
"Ras, tolong bantu aku ya." Nayla menyatukan kedua telapak tangannya memohon pada Rasti.
"Baiklah! Aku akan membantu kalian."
"Terimakasih, Ras. Terimakasih banyak."
Tiba-tiba suara petir menyambar. Langit semakin gelap. Angin pun bertiup semakin kencang. Saat Aldo akan berdiri untuk menutup pintu, pergelangan tangannya langsung ditarik oleh Waci. Hingga ia pun kembali duduk.
"Jangan! Ada dia di depan pintu!"
Mendengar perkataan Mbah Waci semuanya langsung menoleh ke arah pintu depan. Di penglihatan Nayla, Angel dan Aldo mereka tak melihat siapa pun. Tetapi di mata Rasti dan Mbah Waci, sosok sinden berkebaya merah itu tengah berdiri di depan pintu. Senyumnya yang menyeringai menunjukkan deretan giginya yang berwarna kuning. Serta darah terus mengucur dari luka-luka yang menganga.
"Tapi enggak ada siapa-siapa, Mbah," kata Angel.
"Pejamk
"Oh ... tapi makasih banyak ya, Ras. Kamu sudah sangat membantu aku."Ketika itu terdengar Mbah Waci menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan. Seraya ia mulai membuka kedua matanya."Nak Nayla, duduklah di hadapanku dan berikan telapak tanganmu," ujar Mbah Waci yang membuat Nayla bingung. Dia menoleh ke Rasti, Angel dan Aldo. Melihat Rasti mengangguk, Nayla pun pindah, duduk di depan Mbah Waci dan mengulurkan tangan kanannya sesuai dengan perintah wanita itu.Mbah Waci membuka salah satu peniti yang terpasang di bajunya. Kemudian wanita itu sengaja menusukkan ujung peniti yang tajam pada jari telunjuknya.Ia pun melakukan hal yang sama pada jari telunjuk Nayla. Sehingga darah segar keluar akibat tusukan peniti."Aaahh!" pekik Nayla kesakitan.Mbah Waci mengambil bunga-bunga yang dipetik tadi. Ia mengoleskan darahnya pada setiap kelopak bunga."Oleskan darah kamu pada setiap kelopaknya." Perintah Mbah Waci dengan
Melihat Nayla yang menghentikan motornya, reflek Aldo pun menginjak rem. Hampir saja moge-nya menabrak bagian belakang motor Nayla."Mbak! Kok berhentinya mendadak sih? Untung masih sempat ngerem!" protes Aldo."Maaf, Do. Tadi aku sama Angel melihat sinden merah itu di belakang kamu.""Di mana, Mbak?" Aldo menoleh ke belakang. Pandangan matanya langsung mengedar ke sekitar yang mulai terlihat gelap dan sepi."Tadi dia ada di jok belakang kamu, Do," sahut Angel."Masa?"Angel mengangguk kuat."Ya sudah ayo kita lanjut lagi. Udah mau magrib. Mana udah sepi lagi.""Tumben sih ya hari ini sesepi ini kampung. Biasanya enggak seperti ini," cerocos Aldo masih melihat ke sekitar. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Sesekali ia menengok ke belakang."Kita jalannya beriringan aja. Aku ngerasa hawanya mulai enggak enak," ucap Nayla."Bener, Mbak Nay. Tiba-tiba bulu kudukku merinding," tambah Aldo."Aku
Tampak Nayla ragu untuk berbicara. Sampai beberapa detik kemudian ...."Tadi aku seperti melihat sintren itu sedang duduk di dahan pohon di sana." Kembali Nayla menoleh ke belakang ke arah dua pohon trembesi. Angel dan Aldo mengikuti yang di tunjukkan Nayla."Kusumawardhani maksudnya, Mbak?""Iya, Do. Kusumawardhani yang sudah bersatu dengan sintren itu."Dari jarak sekitar tiga meter, kedua pohon trembesi itu tampak sangat menyeramkan. Daun dan dahannya yang menyerupai payung yang lebar seakan seperti tempat naungan bagi makhluk tak kasat mata.Sepintas tercium bau wangi yang sangat menyengat bercampur dengan aroma darah yang anyir. Sangat menusuk indra penciuman mereka bertiga sampai mereka memencet hidung masing-masing."Wangi banget!" seru Angel dengan mengedarkan pandangannya."Kita mending cepat pergi dari sini aja deh!" ajak Nayla.Tiba-tiba Nayla seperti mendengar suara Mbah Waci yang berbisik di telinganya.
"Pasti, Nduk. Cuman kembali pada Nayla sendiri. Sebenarnya jika kutukan garwa tusuk konde itu membuatnya terlihat lebih cantik dan awet muda. Semua urusannya akan lancar dan terhindar dari kesialan.""Tapi kutukan itu membutuhkan tumbal, Mbah!" bantah Rasti."Memang. Karena semua pasti ada resikonya." Mata Mbah Waci melihat lurus ke depan sambil mulutnya bergerak mengunyah kinang.Wanita itu seperti sedang memikirkan sesuatu. Dalam beberapa detik, bibirnya langsung berwarna merah."Mbah, kok diam? Lagi mikirin apa, Mbah?" tanya Rasti sambil menggeser duduknya lebih dekat dengan Mbah Waci."Mbah merasa sosok yang ada di tusuk konde itu sangat jahat. Dia berambisi untuk mendapatkan raga Nayla untuk wadah berikutnya.""Si sintren itu, Mbah?""Iya!""Sebenarnya Kusumawardhani itu siapa, Mbah?""Dia sinden yang melakukan perjanjian dengan iblis. Dan dia juga yang meminta pada Kakek Nayla agar sintren itu di masukkan ke
Deg!Jantung Nayla semakin berdetak cepat. Pikirannya tertuju pada sosok Kusumawardhani.'Apa itu penampakan Kusumawardhani?' ucap Nayla dalam hatinya."Sampai sekarang Nenek masih kepikiran dendam apa yang dimiliki Kusumawardhani pada Kakek kamu, Nduk."Nek Waci tertunduk. Wajahnya yang keriput tergambar kecemasan dan kegelisahan hatinya."Oh, ya Nay, gimana kalau bungkusan dari Mbah Waci tadi kamu taburin ke sekitar rumah. Masih sisa 'kan?" Tiba-tiba Angel berbisik di telinga Nayla.Nayla hanya manggut-manggut. Lalu ia bangkit dan berjalan menuju kamarnya.Tak lama Nayla sudah keluar kamar dan berlalu menuju ke ruang depan. Sami yang penasaran pun mengikuti cucunya itu disusul oleh Angel.Segera Nayla menaburkan garam pemberian Mbah Waci ke sekitar halaman depannya. Tak lupa bagian samping rumah sampai belakang."Nay, apa yang sedang kamu lakukan? Itu apa?""Ini dari neneknya teman Nayla, Nek,"
Saat baru beberapa langkah. Tiba-tiba perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik walau umurnya sudah tak lagi muda itu berdiri."Tunggu! Mama mau ngomong. Duduk sini dulu!" ujarnya dengan suara yang mulai melembut.Aldo pun berbalik dan duduk di sofa coklat empuk hingga berhadapan dengan Ajeng, Mama Aldo"Mau ngomong apa, Ma?""Kamu udah dewasa sekarang. Kamu sudah saatnya kerja, Nak.""Iya, Ma. Tapi cari kerja jaman sekarang susah!""Bantu Om Arman di perkebunan, Do," ujar Ajeng tiba-tiba sampai membuat Aldo sedikit tercekat."Enggak ahh! Aldo enggak mau." Sambil menyilangkan kaki kirinya ke atas kaki kanan."Kamu kesana itu cari pengalaman! Lagian setiap hari kerjaan kamu cuma keluar, main, pulang malam. Enggak bermanfaat!" cecar Ajeng tanpa henti."Aku itu tadi habis bantuin pacar Mas Wisnu, Ma.""Pacar Mas Wisnu?" Tampak dahi Ajeng mengerut."Iya. Mbak Nayla!"Ajeng memalin
Di saat Ajeng akan larut dalam mimpinya. Ia merasa pintu kamarnya terbuka. Sampai menimbulkan suara yang mengerikan.Krieeet.Wanita cantik itu melihat seseorang yang sangat ia sayangi. Tepat di belakang orang itu, terlihat seraut wajah yang putih pucat dengan mata dan mulut yang terus mengeluarkan darah."Aaaaaarrrrghhh! Aaarrggghhh!!!" jerit Ajeng kencang di tengah malam.Mendengar suara jeritan Ajeng, seketika Aldo terbangun. Ia berlari kencang menuruni tangga dan menuju ke kamar orang tuanya. Yang berada di ruang tengah.Tok tok tokTok tok tok"Ma!! bukain pintunya, Ma. Mama kenapa? Bukain pintunya, Ma!" Berkali-kali Aldo mengetuk pintu kamar yang terkunci.Terdengar suara derap langkah kaki yang berlari ke arah kamar. Didi sang satpam yang sedang jaga malam itu langsung menghampiri Aldo yang masih mengetuk pintu. "Kenapa, Mas Aldo?""Enggak tau, Pak. Dari tadi Mama teriak-teriak teru
Terlihat matahari mulai menampakkan dirinya. Sinarnya yang cerah menebarkan semangat untuk semua makhluk hidup di permukaan bumi.Mbak Sri sibuk memasak sarapan. Setelah siap, semua makanan dibawanya ke meja makan satu per satu.Braaaak!!!"Astaghfirullahaallazim!!" pekik Sri yang terkejut sambil memegang dadanya.Hampir saja dirinya melompat karena suara pintu belakang yang tertutup tiba-tiba sehingga menimbulkan suara kencang.Terdengar langkah kaki yang berlari mendekat ke dapur."Suara apa tadi, Sri?" tanya Didi ngos-ngosan karena berlari.Sri menggelengkan kepalanya."Enggak tau, Mas. Pintunya tiba-tiba tertutup!""Bikin kaget aja. Saya kira ada apa, Sri!" Didi pun berbalik dan pergi meninggalkan Sri yang masih tampak kaget.Pandangan mata Sri beralih ke pintu yang tertutup. Langkah kakinya mulai berjalan mendekati pintu itu. Tangannya yang menarik handle pintu menimbulkan suara saat pintu bergese