MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU
BAB 3
"Assalamualaikum, Amira." Suara Mbak Dian, spontan membuat Bapak mertua langsung melepaskan pegangannya di tanganku.
Aku langsung membalikkan badan menuju pintu dan membukanya.
"M-mbak, syukurlah, ada apa, Mbak?" Degup jantung dan napasku masih belum beraturan. Bapak mertua masih berdiri di belakang dan melihat Mbak Dian dengan tatapan tidak senang.
"Amira, kenapa kamu? Seperti habis dikejar hantu saja,"
"Ada apa, Dian? Amira lagi masak, dan jangan dibawa untuk bergosip. Jangan membawa menantuku untuk hal-hal yang tidak berguna!" Suara Bapak mertua menyahut ketus dari dalam rumah.
Mbak Dian celingukan dan bertanya dengan bahasa isyarat. Aku mengangguk menanggapi. Karena Mbak Dian bertanya, apakah aku perlu ditemani? Makanya, aku mengangguk.
"Paman, saya tidak membawa Amira ke mana-mana, kebetulan lagi tidak punya kerjaan di rumah, jadi saya mau main di sini," ucap Mbak Dian.
Bapak mertua tidak menyahut lagi dan bergegas masuk ke dalam kamar. Namun, dapat kulihat raut wajahnya memerah seperti menahan kekesalan.
"Amira, kamu harus hati-hati sama Bapak mertuamu, pintunya jangan ditutup kalau dia lagi di rumah, bukan apa-apa, hanya untuk berjaga-jaga saja, kita tidak tahu setan apa yang akan menggoda setiap manusia, ditambah di rumah ini hanya kamu yang wanita," papar Mbak Dian dengan suara pelan.
Aku merasa kalau Mbak Dian mengetahui banyak hal tentang Bapak mertua, kalau tidak, tidak mungkin Mbak Dian berkata seperti itu. Mau bertanya sekarang tidak memungkinkan bagiku. Karena pintu kamar Bapak tidak sepenuhnya ditutup, aku curiga kalau Bapak mertuaku sedang menguping di sana.
Aku membawa Mbak Dian untuk masuk ke dapur, agar dia menemaniku untuk masak sampai selesai.
"Amira, kamu berapa saudara?" tanya Mbak Dian, yang sedang mencatat nomor ponselnya di ponselku.
"Dua, Mbak,"
"Kamu yang tertua?"
"Bukan, Mbak. Aku anak terakhir,"
"Wah, kalau gitu, kamu anak kesayangan dong, kapan-kapan, kalau orang tuamu datang, kabarin, ya? Mau kenalan,"
'Orang tuaku tidak akan pernah datang, Mbak.' batinku sambil melihat ke arah jendela dapur. Sejenak, aku membayangkan wajah Ibu yang membuatku rindu.
"Amira, kok diam? Kamu mikirin apa?" tanya Mbak Dian.
"Tidak ada apa-apa, Mbak." Aku melihat ke arah Mbak Dian dan mengulas senyum.
______
"Mas, tadi malam kamu melakukan itu lagi?" tanyaku, saat kami berada di dalam kamar.
"Maaf, Sayang. Habisnya kamu menggemaskan," sahut Mas Aldi sambil bermain game di ponselnya.
"Tidak apa-apa sih, cuma heran saja, kok aku bisa tidak sadar ya?" tanyaku, membuat Mas Aldi menghentikan aktivitasnya dan melihat ke arahku.
"Masa sih, kamu sadar kok, kamu lupa ya?" godanya dengan menjawil daguku.
"Mungkin saja aku lupa, Mas. Tapi, ada hal yang membuatku ingin marah sama kamu,"
"Marah? Marah kenapa, Sayang?" Ponselnya di letakkan diatas nakas, lalu dia memelukku erat sembari mencium kepala dan menghirup aroma wangi shampoo di rambutku.
"Aku tidak suka kamu melakukan ini, Mas. Orang-orang membicarakanku saat aku pergi ke warung tadi pagi, lihat ini," ucapku sembari membuka syal yang melingkar di leherku.
"Lain kali aku janji tidak akan melakukan ini lagi, maaf ya? Soalnya khilaf," lirihnya sambil mengusap leherku.
"Kalau dilihat ini parah sekali, Mas. Tapi, aku sama sekali tidak sadar," ucapku, kembali dengan rasa kebingungan.
"Sudah, jangan dibahas lagi, mungkin kamu terlalu capek dan tidur dengan sangat nyenyak, makanya tidur tidak ingat dunia," sambutnya sambil bergerak ke arah laci dan mengeluarkan botol vitamin dari salam sana.
"Oh, ya, Mas. Aku mau tanya sama kamu, Bapak memangnya sakit apa? Tadi, ibu-ibu nanya, kalau mereka mendengar Bapak mengerang keras tadi malam." Mendengar ucapanku, Mas Aldi tampak terdiam sejenak.
"Ummm ... itu, Bapak sakit perut katanya, makanya teriak kesakitan." Aku memicingkan mata, karena penjelasan darinya sama sekali tidak membuatku puas, rasa penasaranku masih saja bersarang di pikiran.
"Mas, aku mau jujur, Bapak pernah masuk ke dalam kamar ini, saat aku baru selesai mandi." Langsung saja aku mengatakan kejadian waktu itu, siapa tahu Mas Aldi langsung berpikir untuk membawaku keluar dari rumah ini.
"Oh, ya? Terus?" Responnya sunggu biasa, tidak ada raut keterkejutan dari wajahnya itu.
"Mas! Kamu kok tidak terkejut atau pun marah, sih?"
"Eh, bukan gitu, Sayang. Tentu aku terkejut, tapi kenapa Bapak masuk ke kamar kita?" tanyanya kemudian setelah tampak memikirkan jawabannya. Ekspresi terkejutnya sangat jelas dibuat-buat.
"Aku tidak tahu! Aku tidak suka di sini, Mas. Aku mau pindah, kalau kamu benar-benar sayang sama aku, kita harus pindah dari sini!" rajukku sambil melipat tangan dan memalingkan wajah ke arah lain.
"Sayang, jangan gitu dong, kasihan Bapak kalau kita pergi dari sin-"
Tok!
Tok!
"Aldi! Bapak mau bicara, kamu keluarlah!" Mas Aldi tidak melanjutkan lagi ucapannya karena mendengar bapaknya yang memanggil.
Dia mengusap pipiku sebelum meninggalkan kamar ini.
Karena penasaran, aku mengendap-endap menuju pintu kamar, dan keluar langsung menuju teras. Namun, Bapak mertua dan Mas Aldi tidak terlihat ada di teras. Ke mana mereka?
Aku kembali membawa langkah ke belakang dan ingin menuju ke dapur.
"Sesuai dengan perjanjian yang Bapak katakan, aku tidak mau dikurangi sepersen pun." Suara Mas Aldi berasal dari dalam kamar Bapak. Apa yang tengah mereka bicarakan? Perjanjian apa yang dia maksud?
Aku mendekat ke arah pintu dan tidak sengaja menyenggol vas bunga yang terbuat dari keramik, untung aku cepat menahan vas itu agar tidak tumbang. Karena kecerobohanku ini membuat jantungku langsung berdebar-debar tak karuan.
Aku kembali ingin menguping pembicaraan Mas Aldi dengan bapaknya. Namun suara Mas Aldi sudah menghilang, lalu tampak handle pintu kamar itu di putar.
'Gawat! Mas Aldi mau keluar!" Aku panik bersamaan dengan kepala Mas Aldi yang menyembul keluar dari pintu kamar.
BERSAMBUNG...
MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 4Amira, kenapa kamu berdiri di situ?" tanya Mas Aldi dengan suara naik satu oktaf, mungkin melihatku yang lancang ingin menguping pembicaraan mereka. Karena selama aku menikah dengannya, belum pernah dia meninggikan suaranya seperti ini. Salahku juga ngapain menguping?"Mas,""Kamu mau nguping!?" lanjutnya yang semakin terlihat sangat marah. Aku menggeleng cepat."Ti-tidak! A-aku mau ke dapur, Mas. Aku mau ambil minum, terus aku melihat kain lap di sini, yang lupa kuambil saat membersihkan vas tadi," jelasku, berbohong dengan alasan kain lap yang ada di dekat vas bunga itu. Semoga Mas Aldi percaya."Aldi, kamu kok marah-marah sama istrimu? Tidak baik seperti itu, Aldi. Bapak tidak pernah mengajarmu seperti itu." Bapak mertua menimpal, dia keluar dari dalam kamar dengan bertel4nj4ngan dada, yang hanya menggunakan celana kaos pendek diatas lutut."Aku minta maaf, Amira. Tidak sengaja." Mas Aldi berucap penuh dengan penyesalan."Iya, aku m
MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU BAB 5 Setelah bersiap dan dandan yang tipis-tipis, aku keluar dari dalam kamar. "Sudah mau pergi?" Aku terlonjak kaget. Bapak mertuaku sudah berdiri di samping pintu kamarku. Orang tua satu ini sering kali membuat jantungku sakit karena terkejut. "Iya," jawabku singkat. "Pergi sama Dian? Kenapa larangan kami tidak kamu dengar, Amira? Jangan pergi dengan wanita itu!" bentaknya sambil menunjuk wajahku. "Tidak, Amira pergi sendiri naik ojek," dalihku sambil membawa langkah dari hadapannya. Aku mengirimkan pesan kepada Mbak Dian, agar dia menunggu di ujung gang. Jangan sampai Bapak mertuaku melihatnya. Aku memilih tidak mendengarkan larangan Mas Aldi untuk tidak pergi dengan Mbak Dian. Karena sudah terlanjur janji, tidak mungkin diingkari bukan? Lagi pula, ada banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan pada Mbak Dian. Tring!!! [Tanpa kamu suruh, Mbak sudah menunggumu di ujung gang, cepatlah ke sini.] balas pesan dari Mbak Dian. Mbak
MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 6"Amira!" Spontan aku membalikkan badan dan melihat Mas Aldi sudah berdiri di belakangku."Mas Aldi,""Sejak kapan kamu lancang melakukan ini? Menguping pembicaraan orang! Apa kamu sudah termakan hasutan dari Dian itu!?" Mas Aldi marah dengan mata menyorotku tajam.Aku gelagapan, mencoba terlihat tenang. Mas Aldi langsung mencengkram pergelangan tanganku kuat. Sampai aku meringis sakit."Katakan, tadi kamu pergi dengan Dian itu, 'kan? Kenapa kamu tidak mendengar laranganku, Amira! Kamu anggap apa aku!?" bentaknya keras, dan semakin kuat mencengkram tanganku."Aku tidak pergi sama Mbak Dian, aku naik ojek, Mas. Kamu kok marah-marah sih? Memangnya kenapa kalau seandainya aku pergi dengan Mbak Dian? Apa ada rahasia besar yang kamu tutupi dariku? Lepaskan, kamu menyakitiku, Mas!" Mas Aldi langsung melepaskan cengkramannya, tanganku rasanya sangat sakit, bekas tangannya sangat jelas melingkar di pergelangan tanganku."Aku tidak marah kalau k
MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 7PoV author.Setelah membalas pesan dari Dian, Amira menghapusnya dan mematikan ponselnya. Dia begitu marah dan sakit hati setelah Dian mengatakan, bahwa ucapannya di cafe itu hanya prank dan candaan semata.Di sisi lain, Aldi dan bapaknya tampak keluar dari halaman rumah Dian sambil tertawa puas._______"Amira," panggil Aldi, saat Amira sudah memejamkan mata. "Ya, sekarang sudah malam dan waktunya kita untuk tidur," sahut Amira tanpa membuka matanya sedikit pun."Minggu depan kita liburan ke puncak, kamu siap-siap ya?" Amira spontan membuka mata, lalu memiringkan badannya untuk melihat Aldi yang sudah berbaring di sampingnya.Laki-laki yang sempat Amira benci saat dia mendengar ucapan Dian itu, terlihat langsung mengulas senyum manis saat Amira menatapnya."Liburan ke puncak? Ngapain?""Ya liburan lah, bulan madu, kamu nggak mau?" "Mau banget dong, Mas." sahut Amira sambil memeluk Aldi.______Dua hari setelah itu, Dian sama sekali
[Pergilah dari rumah itu, Amira. Sebelum semuanya terlambat dan membuatmu berada dalam dosa seumur hidup.] Aku membacanya dengan degup jantung yang semakin tidak beraturan. Aku segera menghela napas panjang dan duduk di bibir ranjang, sekali lagi aku menarik napas dan membuang lewat mulut untuk meredakan rasa kecemasan yang berlebihan.Tenang Amira, tenang. Aku tidak boleh percaya begitu saja dengan Mbak Dian, Mbak Dian pasti ingin mempermainkanku seperti hari itu. Tidak mungkin suamiku sebejat itu!Tidak mungkin juga kalau Mas Aldi sudah mengancamnya, dan membuatnya pindah dari sini. Ya, itu sama sekali tidak mungkin."Duh!" Aku bersandar dibantal dan langsung memijit pelipis, karena kepalaku terasa sakit sekali.Aku meraih botol minum dan ternyata airnya sudah habis. Karena membaca pesan yang mengejutkanku, sungguh membuat tenggorokan ini terasa kering."Huh! Malas sekali mau keluar kamar, tapi rasanya haus sekali." Aku berbicara sendiri dan ingin beranjak dari tempat tidur.Ponsel
MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 9"Aku minta maaf, tadi aku beneran sangat ngantuk, lagian kenapa ibumu cepat pulang? Setidaknya, makan dulu baru pulang," kata Mas Aldi setelah lebih satu jam aku berada di dalam kamar."Sudah terlambat, Mas!" sahutku malas."Terlambat kenapa?" tanyanya yang tampak tidak merasa bersalah sama sekali. Dia duduk di sampingku, lalu memegang kedua pundak ini. "Kamu marah jangan lama-lama, apalagi masalahnya sangat sepele sekali," lanjutnya."Seharusnya kamu tahan dulu ngantuknya, Kak Zoni tadi menilaimu tidak baik, karena sikapmu yang sangat bikin aku kecewa, Mas," lirihku. Sambil membuang pandangan ke arah lain, agar dia tahu, kalau aku benar-benar kecewa."Maaf, nanti, sepulang dari bulan madu, kita ke rumah ibumu, ya? Kita akan menginap seminggu di ruang ibumu, gimana?" Mendengarnya aku langsung melihatnya dan mengangguk cepat. "Gitu dong, kalau senyum kan, terlihat lebih cantik dan manis," pujinya sambil mengelus pipiku."Apa ini, Mas?"
MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU BAB 10"Mas, kamu tidak kerja?" tanyaku, karena sudah dua hari aku melihat Mas Aldi berleha-leha di depan TV, tanpa pergi bekerja seperti biasanya."Aku sudah berhenti," jawabnya, yang berhasil membuat keningku berkerut mendengarnya."Kenapa, Mas?" "Paman Sugi mau memberikanku pekerjaan yang layak,""Kerja apa?""Sudah, jangan banyak bertanya, karena nanti kamu juga pasti akan tahu. Oh, ya, kamu sudah minum obat yang aku kasih?" tanyanya dengan mata melihatku."Sudah, Mas. Kemarin aku langsung meminumnya," jawabku, berbohong. Karena kloset yang menelan obat itu, bukan aku."Tapi, kenapa bisa datang lagi? Seharusnya sudah kering." Mas Aldi berkata dengan pandangan yang tampak mencurigaiku."Belum bereaksi mungkin, Mas. Nanti kamu beli lagi, biar aku minum lagi." jawabku dan membuat Mas Aldi mengangguk. Syukurlah dia percaya."Kamu siap-siap ya? Kita akan makan malam bersama Paman Sugi," ucapnya sambil meraih ponselnya diatas meja."Di mana
MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 11"Minumlah vitaminnya, aku mau mandi dulu," titah Mas Aldi, dan menyodorkan gelas berisi air minum ke arahku."Iya, Mas. Makasih perhatiannya, tapi ... kok minumnya dua? Biasanya 'kan cuma satu," ucapku, sedikit heran, sambil meminum air putih hingga habis tidak bersisa di dalam gelas."Biar lebih enakan badannya, karena aku sayang sama kamu, istriku, aku tidak mau kamu sakit." Dengan melihat sekilas, Mas Aldi berjalan ke arah kamar mandi.Ucapannya manis sekali, sangat manis. Sayangnya, sekarang aku tidak lagi percaya dengan apa yang dia ucapkan.Guyuran air terdengar, itu artinya Mas Aldi sudah mulai mandi. Aku membuka ponsel, mencari nomor Mbak Dian, tapi nomornya sudah hilang, Mas Aldi pasti sudah menghapusnya. Tapi, kapan dia menghapusnya?Aku berbaring dan memejamkan mata saat suara kamar mandi terbuka. Cepat sekali dia selesai mandi.Wangi dari sabun mandi tercium, mungkin Mas Aldi sedang berada di dekatku.Tadi aku meminum vita