Share

BAB 3

Author: Anisah97
last update Last Updated: 2023-10-24 18:52:45

MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU

BAB 3

"Assalamualaikum, Amira." Suara Mbak Dian, spontan membuat Bapak mertua langsung melepaskan pegangannya di tanganku.

Aku langsung membalikkan badan menuju pintu dan membukanya.

"M-mbak, syukurlah, ada apa, Mbak?" Degup jantung dan napasku masih belum beraturan. Bapak mertua masih berdiri di belakang dan melihat Mbak Dian dengan tatapan tidak senang.

"Amira, kenapa kamu? Seperti habis dikejar hantu saja,"

"Ada apa, Dian? Amira lagi masak, dan jangan dibawa untuk bergosip. Jangan membawa menantuku untuk hal-hal yang tidak berguna!" Suara Bapak mertua menyahut ketus dari dalam rumah. 

Mbak Dian celingukan dan bertanya dengan bahasa isyarat. Aku mengangguk menanggapi. Karena Mbak Dian bertanya, apakah aku perlu ditemani? Makanya, aku mengangguk.

"Paman, saya tidak membawa Amira ke mana-mana, kebetulan lagi tidak punya kerjaan di rumah, jadi saya mau main di sini," ucap Mbak Dian.

Bapak mertua tidak menyahut lagi dan bergegas masuk ke dalam kamar. Namun, dapat kulihat raut wajahnya memerah seperti menahan kekesalan.

"Amira, kamu harus hati-hati sama Bapak mertuamu, pintunya jangan ditutup kalau dia lagi di rumah, bukan apa-apa, hanya untuk berjaga-jaga saja, kita tidak tahu setan apa yang akan menggoda setiap manusia, ditambah di rumah ini hanya kamu yang wanita," papar Mbak Dian dengan suara pelan.

Aku merasa kalau Mbak Dian mengetahui banyak hal tentang Bapak mertua, kalau tidak, tidak mungkin Mbak Dian berkata seperti itu. Mau bertanya sekarang tidak memungkinkan bagiku. Karena pintu kamar Bapak tidak sepenuhnya ditutup, aku curiga kalau Bapak mertuaku sedang menguping di sana.

Aku membawa Mbak Dian untuk masuk ke dapur, agar dia menemaniku untuk masak sampai selesai.

"Amira, kamu berapa saudara?" tanya Mbak Dian, yang sedang mencatat nomor ponselnya di ponselku. 

"Dua, Mbak,"

"Kamu yang tertua?"

"Bukan, Mbak. Aku anak terakhir,"

"Wah, kalau gitu, kamu anak kesayangan dong, kapan-kapan, kalau orang tuamu datang, kabarin, ya? Mau kenalan," 

'Orang tuaku tidak akan pernah datang, Mbak.' batinku sambil melihat ke arah jendela dapur. Sejenak, aku membayangkan wajah Ibu yang membuatku rindu.

"Amira, kok diam? Kamu mikirin apa?" tanya Mbak Dian.

"Tidak ada apa-apa, Mbak." Aku melihat ke arah Mbak Dian dan mengulas senyum.

______

"Mas, tadi malam kamu melakukan itu lagi?" tanyaku, saat kami berada di dalam kamar.

"Maaf, Sayang. Habisnya kamu menggemaskan," sahut Mas Aldi sambil bermain game di ponselnya.

"Tidak apa-apa sih, cuma heran saja, kok aku bisa tidak sadar ya?" tanyaku, membuat Mas Aldi menghentikan aktivitasnya dan melihat ke arahku.

"Masa sih, kamu sadar kok, kamu lupa ya?" godanya dengan menjawil daguku.

"Mungkin saja aku lupa, Mas. Tapi, ada hal yang membuatku ingin marah sama kamu,"

"Marah? Marah kenapa, Sayang?" Ponselnya di letakkan diatas nakas, lalu dia memelukku erat sembari mencium kepala dan menghirup aroma wangi shampoo di rambutku.

"Aku tidak suka kamu melakukan ini, Mas. Orang-orang membicarakanku saat aku pergi ke warung tadi pagi, lihat ini," ucapku sembari membuka syal yang melingkar di leherku.

"Lain kali aku janji tidak akan melakukan ini lagi, maaf ya? Soalnya khilaf," lirihnya sambil mengusap leherku.

"Kalau dilihat ini parah sekali, Mas. Tapi, aku sama sekali tidak sadar," ucapku, kembali dengan rasa kebingungan.

"Sudah, jangan dibahas lagi, mungkin kamu terlalu capek dan tidur dengan sangat nyenyak, makanya tidur tidak ingat dunia," sambutnya sambil bergerak ke arah laci dan mengeluarkan botol vitamin dari salam sana.

"Oh, ya, Mas. Aku mau tanya sama kamu, Bapak memangnya sakit apa? Tadi, ibu-ibu nanya, kalau mereka mendengar Bapak mengerang keras tadi malam." Mendengar ucapanku, Mas Aldi tampak terdiam sejenak.

"Ummm ... itu, Bapak sakit perut katanya, makanya teriak kesakitan." Aku memicingkan mata, karena penjelasan darinya sama sekali tidak membuatku puas, rasa penasaranku masih saja bersarang di pikiran.

"Mas, aku mau jujur, Bapak pernah masuk ke dalam kamar ini, saat aku baru selesai mandi." Langsung saja aku mengatakan kejadian waktu itu, siapa tahu Mas Aldi langsung berpikir untuk membawaku keluar dari rumah ini.

"Oh, ya? Terus?" Responnya sunggu biasa, tidak ada raut keterkejutan dari wajahnya itu.

"Mas! Kamu kok tidak terkejut atau pun marah, sih?"

"Eh, bukan gitu, Sayang. Tentu aku terkejut, tapi kenapa Bapak masuk ke kamar kita?" tanyanya kemudian setelah tampak memikirkan jawabannya. Ekspresi terkejutnya sangat jelas dibuat-buat.

"Aku tidak tahu! Aku tidak suka di sini, Mas. Aku mau pindah, kalau kamu benar-benar sayang sama aku, kita harus pindah dari sini!" rajukku sambil melipat tangan dan memalingkan wajah ke arah lain.

"Sayang, jangan gitu dong, kasihan Bapak kalau kita pergi dari sin-"

Tok!

Tok!

"Aldi! Bapak mau bicara, kamu keluarlah!" Mas Aldi tidak melanjutkan lagi ucapannya karena mendengar bapaknya yang memanggil.

Dia mengusap pipiku sebelum meninggalkan kamar ini.

Karena penasaran, aku mengendap-endap menuju pintu kamar, dan keluar langsung menuju teras. Namun, Bapak mertua dan Mas Aldi tidak terlihat ada di teras. Ke mana mereka?

Aku kembali membawa langkah ke belakang dan ingin menuju ke dapur.

"Sesuai dengan perjanjian yang Bapak katakan, aku tidak mau dikurangi sepersen pun." Suara Mas Aldi berasal dari dalam kamar Bapak. Apa yang tengah mereka bicarakan? Perjanjian apa yang dia maksud?

Aku mendekat ke arah pintu dan tidak sengaja menyenggol vas bunga yang terbuat dari keramik, untung aku cepat menahan vas itu agar tidak tumbang. Karena kecerobohanku ini membuat jantungku langsung berdebar-debar tak karuan.

Aku kembali ingin menguping pembicaraan Mas Aldi dengan bapaknya. Namun suara Mas Aldi sudah menghilang, lalu tampak handle pintu kamar itu di putar.

'Gawat! Mas Aldi mau keluar!" Aku panik bersamaan dengan kepala Mas Aldi yang menyembul keluar dari pintu kamar.

BERSAMBUNG...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU   ENDING

    MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU[EXTRA PART]Tahun demi tahun berlalu dengan sangat cepat. Empat tahun mengenyam bangku perkuliahan, kini Zayn Al Fatih dan Nayyara Almahyra telah lulus dengan gelar masing-masing.Zayn mengambil bidang manajemen bisnis, sementara Nayyara memilih bidang pendidikan. Dia ingin menjadi tenaga pendidik untuk mencerdaskan anak bangsa. Kedua buah hati Amira dan Anton itu semringah saat keluar dari gedung tempat mereka wisuda. Nayya pamit pada keluarganya untuk bergabung dengan teman-temannya sebentar. Amira pun mengizinkan.Dia melihat anak perempuannya yang tumbuh semakin dewasa itu setengah berlari ke arah wisudawan yang sedang bergerombol. Mereka berfoto ria sebagai kenang-kenangan sembari melempar toga ke atas pertanda kelulusan. Senyum dan tawa terdengar. Mereka begitu bahagia karena telah menempuh pendidikan ini dengan sempurna.Gelar sarjana tersemat di pundak mereka. Setelah ini mereka akan berpisah dan mungkin akan jarang bertemu. Semua

  • MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU   BAB 117

    MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 117Hari berganti hari. Bulan pun berganti tahun. Kebahagiaan keluarga Amira semakin bertambah. Semua tak lepas dari keikhlasan dan kesabaran mereka menghadapi tiap ujian dariNya. Mereka saling menguatkan satu sama lain, saling mendoakan dan membantu tiap kali masalah datang. Kedua mertua Amira adalah mertua idaman banyak menantu. Tak hanya memiliki keluarga yang diidamkan banyak orang, bisnis kuliner mereka pun berkembang dengan pesat. Tiga cabang restoran telah dibangun di Jakarta. Pak Sugi juga membangun bisnis di bidang jasa ekspedisi, sementara Bu Raheni dan Amira membuat sebuah butik ternama tak jauh dari kantor ekspedisi mereka. "Rasanya, baru kemarin kita menikah ya, Mas. Tak menyangka usia kita tak muda lagi," lirih Amira saat menyiapkan dua cangkir teh untuknya dan Anton di taman belakang rumah mereka. Anton duduk di sebuah kursi rotan dan kini Amira pun ikut menduduki kursi sebelahnya. Meja rotan berbentuk bulat sebagai pe

  • MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU   BAB 116

    MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 116 "Mbak Ambar, apa kabar?" tanya adik iparnya Bu Ambar. Dia langsung mendekat dan bersalaman dengan Bu Ambar dan keluarga Anton."Mau ngapain kalian datang ke sini?" tanya Pak Arman dengan ekspresi dingin. Laki-laki itu masih belum terima dengan perlakuan adik dan keluarga besarnya di masa lalu karena mempermalukan bahkan menghina Amira sedemikian rupa. "Bang, kami keluargamu, kenapa Abang bertanya begitu? Sepertinya Abang tidak suka kalau kami datang." Pak Dolah, adik laki-laki Pak Arman berbicara sambil memandang ke arah Amira dan Anton yang masih berdiri di depannya."Iya, Bang. Kami datang untuk bertemu denganmu dan Amira. Sudah bertahun-tahun kita tidak bertemu." Bu Saroh adik perempuan Pak Arman ikut menimpali. Tak seperti dua tahunan lalu saat mereka menatap Amira dengan pandangan jijik dan angkuh, kini mereka datang dengan wajah sendu. Wajah orang-orang yang berduka dan menyesali perbuatannya. Entah apa yang akan dilakukan

  • MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU   BAB 115

    MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 115 "Lisa sekarang dirawat di rumah sakit." Bu Raheni berbicara pada keluarganya setelah menyelesaikan pembicaraannya dengan Bu Laras di telepon."Dirawat? Sakit apa, Ma?" tanya Pak Sugi yang masih menyeruput secangkir kopinya. "Mama tidak tahu, Pa. Kata Laras, Lisa drop setelah sidang perceraiannya dengan Heru," jelas Bu Raheni."Cerai? Jadi, Lisa sama Mas Heru benar-benar berpisah, Ma?" Kini giliran Amira yang bertanya. Dia tak menyangka jika pernikahan Lisa kandas di tengah jalan, padahal sebelumnya dia sangat membanggakan suaminya itu. "Mertuanya Lisa menuntut Heru untuk cepat ngasih cucu. Jadi, Heru nikah lagi tanpa izin dari Lisa. Lantas Lisa memilih cerai dari pada dimadu." Bu Raheni menjelaskan sesuai dengan cerita Bu Laras barusan. "Aneh-aneh saja. Masa sampai segitu terobsesinya untuk memiliki cucu. Apa nggak mikir kalau Lisa itu baru keguguran dan belum pulih. Butuh waktu untuk mengandung lagi. Perempuan itu bukan mesin p

  • MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU   BAB 114

    MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 114"Lisa, kamu kenapa? Kenapa tadi kamu tiba-tiba pingsan?" cecar Bu Laras ketika Lisa baru sadar setelah dibawa ke klinik terdekat."Mas Heru, Ma." Kedua mata Lisa berkaca-kaca saat mengingat foto yang dikirimkan sahabatnya itu. "Kenapa? Memangnya ada apa dengan Heru?" Bu Laras bertanya lagi dengan sedikit panik. Lagi dan Lagi Lisa menyeka kedua pipinya yang basah. Rasa nyeri dan sesak kembali menghimpit dadanya. Terlalu sakit jika dibayangkan apalagi diceritakan. "Kenapa dengan suamimu, Lisa?" ulang Bu Laras sambil mengusap kening anaknya yang basah oleh keringat. Lisa menatap lekat mamanya yang tampak begitu khawatir dan penasaran. "Mas Heru," lirih Lisa sambil menghela napas berat. Dia memejamkan mata sesaat untuk mengontrol emosinya yang nyaris meledak. "Heru Kenapa? Apa terjadi sesuatu dengannya? Dia baik-baik saja 'kan? Cepat katakan, Lisa. Jangan bikin Mama makin penasaran." Bu Laras sedikit mendesak karena terlalu khawatir

  • MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU   BAB 113

    MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 113"Silakan lanjut menikmati hidangannya, Jeng. Saya ajak dua cucu saya ke kamar dulu," ucap Bu Raheni dengan senyum tipis lalu mengajak Bu Ambar kembali ke kamar Amira. "Jadi orang kok julid terus," lirih Bu Raheni saat melangkah pergi. "Namanya manusia. Benar pun rasanya selalu salah di mata pendengki." Bu Ambar menyahut. "Benar, Bu Ambar. Mereka memang begitu. Makanya saya sengaja nggak bilang kalau punya cucu kembar laki-laki dan perempuan. Mau coba mereka julid apa nggak. Eh ternyata memang sudah wataknya begitu, ya susah berubah. Lihat saja mereka sekarang shock setelah tahu saya punya cucu kembar sekaligus." Bu Raheni sedikit menoleh ke belakang di mana kedua temannya masih saling bisik. Bu Ambar pun melakukan hal yang sama."Ekspresi mereka langsung berubah setelah melihat cucu laki-laki kita." Bu Ambar dan Bu Raheni saling tatap lalu tersenyum tipis. Keduanya kembali melanjutkan langkah ke kamar Amira. Bu Raheni mengetuk pi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status