MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU
Bantu dukung dengan subscribe, komentar like dan baca ya teman-teman. Terima kasih 🥰😍
BAB 2
Suara pintu kamar ditutup menyadarkanku dari tidur. Jam sembilan pagi sudah terlihat jelas di dinding kamar, itu artinya Mas Aldi sudah pergi bekerja tanpa sarapan. Tapi, siapa yang menutup pintu barusan? Apa Mas Aldi tidak bekerja hari ini? Selalunya dia pergi kerja jam tujuh pagi.
Lekas aku menyibak selimut yang menutupi seluruh tubuhku. Namun, aku kembali dibuat bingung. Pakaian dinas yang kukenakan tadi malam sudah tidak melekat di badan ini. Semuanya terlepas dan teronggok di dekat lemari pakaian di sudut kamar. Apa Mas Aldi kembali melakukannya denganku? Tapi, kenapa rasanya aneh sekali? Aneh karena aku sama sekali tidak ingat apa-apa.
Aku turun dari tempat tidur sambil meregangkan badanku, rasanya sakit-sakit semua. Mas Aldi memang tidak bisa mengerti, padahal aku sudah mengatakan kalau aku sangat lelah dan butuh istirahat. Tapi tetap saja dia melakukannya lagi dan lagi.
Dengan hati yang sedikit dongkol aku masuk ke dalam kamar mandi. Membersihkan seluruh badan yang terasa sangat lengket dan bau keringat.
Bagian sensit*fku juga terasa sakit. Padahal, ini bukan lagi malam pertamaku dengan Mas Aldi. Tapi, aku tetap saja masih merasakan sakit dan perih dibawah sana.
Vitamin yang diberikan oleh Mas Aldi sama sekali tidak berpengaruh apa-apa. Katanya, bikin tubuh terasa segar setelah bangun tidur. Nyatanya bikin seluruh badanku sakit-sakit semua, termasuk kepalaku yang terasa pusing setiap kali terbangun dari tidur.
Selesai mandi, aku segera memakai pakaian lengkap. Jam sudah hampir jam sepuluh, aku belum berbelanja dan masak untuk makan siang.
Aku meraih dompet dan gegas keluar dari dalam kamar. Rumah sepi, tidak ada siapa-siapa, Bapak mertua juga tidak terlihat sedang nongkrong di depan tv. Mungkin, Bapak mertuaku itu sedang keluar rumah. Baguslah, dengan begitu aku lebih leluasa bergerak di dalam rumah ini tanpa rasa takut atau pun risih.
Dengan berjalan kaki, aku menuju warung terdekat dari rumah. Di warung itu, sudah ada orang yang duduk, beberapa ibu-ibu dan wanita muda. Biasanya aku berbelanja lebih pagi dan terhindar dari sekelompok ibu-ibu. Namun, hari ini aku tidak dapat menghindari mereka semua. Setelah aku pulang dari warung, pasti mereka menjadikanku bahan gosipan. Sebab, kata Mas Aldi, orang-orang di sini memang hobinya mencampuri urusan orang.
"Hai! Amira, kirain rumahnya kosong, soalnya jam segini masih tutup, kamu nggak enak badan?" sapa seorang wanita yang pertamakali melihat keberadaanku, yang berjalan di belakang ibu-ibu itu.
"Kesiangan, Mbak. Saking nyenyaknya tidur," balasku diiringi senyum dan melihat ke arah mereka satu-persatu.
"Tadi malam, saat kami pulang dari Masjid, kami mendengar Bapak mertuamu mengerang keras, memangnya Bapak mertuamu kenapa? Sakitnya kambuh lagi?" tanya Ibu-ibu yang melihat ke arahku yang sedang memilih cabe merah.
"Mengerang sakit?" Aku balik bertanya bingung.
"Iya, kata Aldi sakit bapaknya kambuh, sakit apa memangnya? Soalnya tadi tidak sempat mau tanya ke Aldi, orangnya keburu pergi karena sudah terlambat masuk kerja,"
"Saya tidak tahu, Bu. Dan saya juga tidak mendengar Bapak mengerang sakit," sahutku, jujur. Sekaligus bingung.
Mereka semua saling berpandangan satu sama lain. Mungkin mereka juga bingung dengan apa yang aku katakan.
"Mana mungkin kamu tidak tahu apa yang sudah terjadi dengan Bapak mertuamu, padahal kamu berada dalam satu atap dengan Bapak mertuamu itu,"
"Saya memang tidak tahu, Bu. Maaf." sahutku dengan senyum.
Mereka semua tidak terdengar bertanya lagi, aku pun kembali memilih belanjaanku, dan membayarnya setelah semua sudah kupastikan lengkap terbeli, karena malas bila harus bolak-balik kalau ada yang kurang.
_____
"Hai, Amira!" sapa Mbak Dian sembari melambaikan tangan. "Sini dulu sebentar," pintanya yang tengah berdiri di halaman rumahnya.
"Iya, Mbak. Sebentar," sahutku, dan meletakkan barang belanjaanku ke teras rumah dan kembali keluar pagar untuk pergi ke rumah Mbak Dian.
"Ya ampun, kamu ke warung dengan keadaan seperti ini?" tanyanya sambil melihat wajahku. Mungkin aku terlihat pucat karena tidak memakai bedak atau pun lipstik.
"Lagi malas dandan, Mbak. Sudah kesiangan mau dandan, nanti keburu habis sayur segar di warung, he-he...." jawabku diiringi kekehan kecil.
"Bukan itu, Amira," sanggah Mbak Dian, dan itu membuatku kembali bingung.
"Memangnya apa, Mbak? Apa pakaianku kotor?" tanyaku. Kuperiksa kembali pakaian yang aku pakai, namun tidak ada sedikit pun terlihat kotor atau pun sobek.
"Lihat ini!" Mbak Dian mengarahkan kamera ponselnya padaku.
"Apa, Mbak?"
"Ini, kamu lihat lehermu di kamera."
"Astagfirullah, kok bisa ada ini sih!" Aku emosi dan menggerutu melihat bekas merah yang bersemi di leherku. Bekas merah yang tidak hanya satu, melainkan seluruh bagian leherku seperti tidak lepas dari bekas cup*ng.
"Kamu tidak periksa saat sebelum keluar rumah? Wah! Bisa jadi bahan gosipan orang-orang sini kamu, Amira. Lagian Aldi kok gan4s gitu, mentang-mentang pengantin baru." Mbak Dian berkata dengan mata yang terlihat mengejekku. Dia pikir aku melakukan ini dengan sadar. Kalau aku sadar, tidak mungkin aku mau dicup*ng seperti ini.
"Mbak pikir, aku senang mendapatkan bekas seperti ini? Memalukan sekali ini, Mbak." pelan aku menyahut. "Aku pulang dulu, Mbak. Haduh, malu sekali!" gerutuku sekaligus malu berkali-kali lipat. Kira-kira apa yang mereka semua bicarakan setelah aku pulang dari warung?
"Tunggu dulu, Amira. Mbak belum selesai ngomong," cegah Mbak Dian.
"Lanjut nanti saja ngomongnya, Mbak. Aku sudah kesiangan banget nih, bentar lagi Mas Aldi pasti akan pulang untuk makan siang." Tanpa mengindahkan panggilan dari Mbak Dian. Aku tetap melanjutkan langkah menuju rumah.
"Diobati pake bawang putih, nanti pasti hilang, dan ingat, jangan lakukan itu lagi!" seru Mbak Dian sebelum aku benar-benar masuk ke dalam rumah.
"Ya ampun, memalukan sekali!" gerutuku lagi dan masuk ke dapur.
_______
Suara batuk dan langkah kaki terdengar masuk ke dapur saat aku sedang menumis kangkung. Degup jantung jangan ditanya lagi, rasanya ingin melompat dan menghilangkan diri dari sini saat ini juga.
"Hmmm ... baunya enak sekali, pasti enak dan gurih seperti yang masak!" Suara Bapak mertua yang mengagetkanku.
Aku diam tanpa menyahut sepatah kata pun. Kejadian kemarin saat Bapak mertua masuk ke dalam kamar, membuatku tidak ingin melihat wajahnya. Apa lagi saat melihat Bapak mertua menelan ludah saat melihatku. Ih! Tatapannya juga sungguh menji-jikkan, mirip sekali dengan laki-laki bandot yang kutonton di tv.
"Amira, kamu punya kenalan janda muda, tidak? Kenalkan sama Bapak dong, biar tiap malam bisa-"
"Tidak punya, Pak." Aku memotong ucapannya cepat.
"Oh, tidak punya, ya? Ummm ... itu kenapa lehernya? Kok pake syal segala?"
'Tidak ada apa-apa, Pak. Bapak mending keluar dari sini, jujur, aku tidak nyaman kalau Bapak ada di sini.' sahutku di dalam hati.
"Amira, habis masak, kamu bantuin Bapak sapu balsem ke punggung ya? Badan Bapak pegal-pegal semua," pintanya.
Aku membalikkan badan dan terkejut saat Bapak mertua sudah berdiri tepat di belakangku.
"Kamu pakai shampoo apa, Amira? Nyium bau wanginya bikin Bapak ketagihan," ucapnya dengan ekspresi wajah yang tidak bisa aku jelaskan. Segera aku mematikan kompor dan membawa langkah cepat keluar dari dapur.
Bapak mertua ternyata mengejar langkahku. Tanganku dicekal kuat dan membuatku tidak bisa bergerak.
"Mau ke mana, Amira?"
BERSAMBUNG...
MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKU[EXTRA PART]Tahun demi tahun berlalu dengan sangat cepat. Empat tahun mengenyam bangku perkuliahan, kini Zayn Al Fatih dan Nayyara Almahyra telah lulus dengan gelar masing-masing.Zayn mengambil bidang manajemen bisnis, sementara Nayyara memilih bidang pendidikan. Dia ingin menjadi tenaga pendidik untuk mencerdaskan anak bangsa. Kedua buah hati Amira dan Anton itu semringah saat keluar dari gedung tempat mereka wisuda. Nayya pamit pada keluarganya untuk bergabung dengan teman-temannya sebentar. Amira pun mengizinkan.Dia melihat anak perempuannya yang tumbuh semakin dewasa itu setengah berlari ke arah wisudawan yang sedang bergerombol. Mereka berfoto ria sebagai kenang-kenangan sembari melempar toga ke atas pertanda kelulusan. Senyum dan tawa terdengar. Mereka begitu bahagia karena telah menempuh pendidikan ini dengan sempurna.Gelar sarjana tersemat di pundak mereka. Setelah ini mereka akan berpisah dan mungkin akan jarang bertemu. Semua
MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 117Hari berganti hari. Bulan pun berganti tahun. Kebahagiaan keluarga Amira semakin bertambah. Semua tak lepas dari keikhlasan dan kesabaran mereka menghadapi tiap ujian dariNya. Mereka saling menguatkan satu sama lain, saling mendoakan dan membantu tiap kali masalah datang. Kedua mertua Amira adalah mertua idaman banyak menantu. Tak hanya memiliki keluarga yang diidamkan banyak orang, bisnis kuliner mereka pun berkembang dengan pesat. Tiga cabang restoran telah dibangun di Jakarta. Pak Sugi juga membangun bisnis di bidang jasa ekspedisi, sementara Bu Raheni dan Amira membuat sebuah butik ternama tak jauh dari kantor ekspedisi mereka. "Rasanya, baru kemarin kita menikah ya, Mas. Tak menyangka usia kita tak muda lagi," lirih Amira saat menyiapkan dua cangkir teh untuknya dan Anton di taman belakang rumah mereka. Anton duduk di sebuah kursi rotan dan kini Amira pun ikut menduduki kursi sebelahnya. Meja rotan berbentuk bulat sebagai pe
MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 116 "Mbak Ambar, apa kabar?" tanya adik iparnya Bu Ambar. Dia langsung mendekat dan bersalaman dengan Bu Ambar dan keluarga Anton."Mau ngapain kalian datang ke sini?" tanya Pak Arman dengan ekspresi dingin. Laki-laki itu masih belum terima dengan perlakuan adik dan keluarga besarnya di masa lalu karena mempermalukan bahkan menghina Amira sedemikian rupa. "Bang, kami keluargamu, kenapa Abang bertanya begitu? Sepertinya Abang tidak suka kalau kami datang." Pak Dolah, adik laki-laki Pak Arman berbicara sambil memandang ke arah Amira dan Anton yang masih berdiri di depannya."Iya, Bang. Kami datang untuk bertemu denganmu dan Amira. Sudah bertahun-tahun kita tidak bertemu." Bu Saroh adik perempuan Pak Arman ikut menimpali. Tak seperti dua tahunan lalu saat mereka menatap Amira dengan pandangan jijik dan angkuh, kini mereka datang dengan wajah sendu. Wajah orang-orang yang berduka dan menyesali perbuatannya. Entah apa yang akan dilakukan
MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 115 "Lisa sekarang dirawat di rumah sakit." Bu Raheni berbicara pada keluarganya setelah menyelesaikan pembicaraannya dengan Bu Laras di telepon."Dirawat? Sakit apa, Ma?" tanya Pak Sugi yang masih menyeruput secangkir kopinya. "Mama tidak tahu, Pa. Kata Laras, Lisa drop setelah sidang perceraiannya dengan Heru," jelas Bu Raheni."Cerai? Jadi, Lisa sama Mas Heru benar-benar berpisah, Ma?" Kini giliran Amira yang bertanya. Dia tak menyangka jika pernikahan Lisa kandas di tengah jalan, padahal sebelumnya dia sangat membanggakan suaminya itu. "Mertuanya Lisa menuntut Heru untuk cepat ngasih cucu. Jadi, Heru nikah lagi tanpa izin dari Lisa. Lantas Lisa memilih cerai dari pada dimadu." Bu Raheni menjelaskan sesuai dengan cerita Bu Laras barusan. "Aneh-aneh saja. Masa sampai segitu terobsesinya untuk memiliki cucu. Apa nggak mikir kalau Lisa itu baru keguguran dan belum pulih. Butuh waktu untuk mengandung lagi. Perempuan itu bukan mesin p
MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 114"Lisa, kamu kenapa? Kenapa tadi kamu tiba-tiba pingsan?" cecar Bu Laras ketika Lisa baru sadar setelah dibawa ke klinik terdekat."Mas Heru, Ma." Kedua mata Lisa berkaca-kaca saat mengingat foto yang dikirimkan sahabatnya itu. "Kenapa? Memangnya ada apa dengan Heru?" Bu Laras bertanya lagi dengan sedikit panik. Lagi dan Lagi Lisa menyeka kedua pipinya yang basah. Rasa nyeri dan sesak kembali menghimpit dadanya. Terlalu sakit jika dibayangkan apalagi diceritakan. "Kenapa dengan suamimu, Lisa?" ulang Bu Laras sambil mengusap kening anaknya yang basah oleh keringat. Lisa menatap lekat mamanya yang tampak begitu khawatir dan penasaran. "Mas Heru," lirih Lisa sambil menghela napas berat. Dia memejamkan mata sesaat untuk mengontrol emosinya yang nyaris meledak. "Heru Kenapa? Apa terjadi sesuatu dengannya? Dia baik-baik saja 'kan? Cepat katakan, Lisa. Jangan bikin Mama makin penasaran." Bu Laras sedikit mendesak karena terlalu khawatir
MISTERI VITAMIN YANG DIBERIKAN OLEH SUAMIKUBAB 113"Silakan lanjut menikmati hidangannya, Jeng. Saya ajak dua cucu saya ke kamar dulu," ucap Bu Raheni dengan senyum tipis lalu mengajak Bu Ambar kembali ke kamar Amira. "Jadi orang kok julid terus," lirih Bu Raheni saat melangkah pergi. "Namanya manusia. Benar pun rasanya selalu salah di mata pendengki." Bu Ambar menyahut. "Benar, Bu Ambar. Mereka memang begitu. Makanya saya sengaja nggak bilang kalau punya cucu kembar laki-laki dan perempuan. Mau coba mereka julid apa nggak. Eh ternyata memang sudah wataknya begitu, ya susah berubah. Lihat saja mereka sekarang shock setelah tahu saya punya cucu kembar sekaligus." Bu Raheni sedikit menoleh ke belakang di mana kedua temannya masih saling bisik. Bu Ambar pun melakukan hal yang sama."Ekspresi mereka langsung berubah setelah melihat cucu laki-laki kita." Bu Ambar dan Bu Raheni saling tatap lalu tersenyum tipis. Keduanya kembali melanjutkan langkah ke kamar Amira. Bu Raheni mengetuk pi