Share

Part 4

Tampaknya Pram tak berminat sedikitpun untuk memacu langkahnya lebih cepat lagi, bahkan dia membiarkan dirinya tertinggal beberapa meter di belakang gadis itu. Dari tempatnya sejauh itu saja ocehan dan deretan kalimat Cinta masih tertangkap oleh rungunya dengan jelas, apalagi dari jarak yang lebih dekat. Bisa-bisa meleleh daun telinga Pram karena kata-kata pedas Cinta yang tertuju untuknya.

Hari pertama Pram melaksanakan tugasnya justru meninggalkan kesan menyebalkan bagi Cinta. Tapi menurut Pram, dia sama sekali tak melakukan sesuatu yang salah.

Dia berpikir memang nasib sial saja yang menghadiahkannya majikan seangkuh Aura Cinta Anastasia.

Hanya karena Pram pergi ke sebuah warung makan yang jaraknya seratus meter dari tempat lokasi syuting untuk sekedar mengisi lambungnya, membuat amarah Cinta meledak hebat.

Gadis itu geram karena Pram pergi tanpa minta ijin dulu padanya. Bagaimana Pram punya kesempatan berpamitan dulu pada Cinta ketika gadis itu sedang berada on camera, melakukan pengambilan gambar beberapa adegan untuk sinetron kejar tayangnya. Sementara lambung Pram sudah nyaris meledak minta di isi sesuatu dengan segera.

Seingat Pram, terakhir dia menyantap makanan adalah kemarin malam. Itupun hanya semangkuk kecil bubur kacang hijau yang diberi oleh tetangga kontrakannya, Bu Ocha. Jadi wajar saja jika dia harus segera mengisi kembali lambungnya pada jam lima sore tadi.

Bagaimanapun, seorang bodyguard butuh makan, ya kan?

Tapi hanya satu kesalahan Pram yang sama sekali tak berarti itu membuat Cinta tak henti-hentinya menggerundel sepanjang perjalanan dari lokasi syuting tadi hingga saat mereka tiba di Apartement FX Sudirman menuju unit Cinta di lantai dua puluh, tepat di pukul sembilan malam ini.

“Lo tau nggak sih, SatPram. Lo tuh bikin gue malu. Emangnya lo gak liat booth besar yang melingkar di pinggir taman itu isinya makanan melimpah ruah. Itu prasmanan untuk semua kru. Siapapun boleh makan, termasuk lo. Jadi ngapain lagi lo keluar cari makanan. Katro banget sih lo! Aduh sumpah deh, gue kesel banget sama lo. Pas gue perlu sama lo untuk ambilin parfum gue di mobil, lo ngilang gitu aja. Padahal gue butuh banget itu parfum. Pas adegan pelukan sama male lead, gue jadi gak pede karena gak pake parfum. Ya walaupun gue juga udah pake parfum abis mandi tadi. Tapi kan kayaknya masih kurang, gitu. Dan lo tuh ya____”

Bleb!

'Aman ...’

Akhirnya gendang telinga Pram terselamatkan dari rentetan omelan Cinta yang panjangnya mengalahkan rangkaian gerbong kereta api, ketika Pram menyumbat lubang telinganya dengan sepasang kepala handsfree dan Just The Way You Are milik Bruno Mars membelai indera pendengarannya.

Sambil menenteng tas besar berisi beberapa helai pakaian dan keperluan syuting Cinta, Pram mengikuti saja kemana Cinta melangkah hingga gadis itu berhenti tepat di depan sebuah pintu besar berwarna coklat. Lalu menekan beberapa angka passcode di keybox-nya, kemudian mendorong pintu itu dengan hentakan kasar.

“Heh, lo pake handsfree itu dari tadi?”

Ternyata acara menggerutu Cinta belum selesai, justru makin menjadi saat menoleh pada Pram di belakangnya dan mendapati sepasang handsfree bertengger di telinga. Yang membuat Cinta lebih manyun lagi, Pram sama sekali tak bereaksi saat dirinya menumpahkan kekesalannya pada pria itu.

Melihat Cinta sudah berkacak pinggang di depan pintu unitnya yang sudah terkuak lebar disertai pelototan geram padanya, itu pertanda Pram harus melepas handsfree-nya dan kembali mendengarkan deretan kalimat pedas Cinta.

"Ya, Bu?” tanya Pram datar meminta Cinta mengulangi apa yang baru saja diucapkan.

"Lo pake handsfree itu dari tadi?” ulang Cinta dengan ekspresi yang sama. Murka. Seakan ingin menggigit telinga Pram dan mengunyahnya bulat-bulat.

Pram hanya mengangguk polos tanpa dosa. Dan itu berhasil membuat Cinta menggeram dan menarik kedua sudut bibirnya, kesal.

"Berarti lo gak denger gue ngoceh dari tadi?”

Kali ini Pram menggeleng, masih dengan wajah sok lugunya.

"Errghh! Dasar ....”

"Haaaaiii, Cintaku sayang. Ada apa sih, Mak? Kamu pulang-pulang ngomel nggak jelas gitu?”

Beruntung detik itu juga Sabrina Reselovina tiba-tiba muncul di belakang Cinta dan merangkul bahu gadis itu. Jika tidak, bisa jadi cubitan pedas Cinta mendarat kembali ke dada Pram.

"Aaaw, Cinta! Sapose dese, Mak? Gantengnyooo ....”

Wajah Sabrina seketika semringah lebar saat melihat tubuh menjulang Pram berdiri tegak di depan pintu sambil menatap datar wajah Cinta. Sekilas bola matanya teralihkan pada sosok Sabrina yang berdiri gemulai di samping Cinta. Masih tanpa ekspresi.

"Kenalan sendiri deh." Cinta menjawab malas lalu membalikkan badan hendak menjauh memasuki unitnya. Namun langkahnya terhenti dan menoleh kembali pada Sabrina yang menatap genit pada Pram di hadapannya.

“Eh, Mam, tombol suaranya ada di dadanya. Mami harus cubit kenceng-kenceng,” beritahu Cinta sembari menunjuk dada Pram. Kemudian berlalu kembali menuju ke dalam tanpa menghiraukan Sabrina dengan bibir menganga disertai senyuman yang sulit diartikan menatap wajah Pram.

“Masuk dulu yuk, Sayang.” Dengan gerakan gemulai laki-laki setengah wanita berlabel Sabrina itu menyentuh lengan Pram dan menariknya untuk masuk ke dalam.

Namun Pram dengan sopan menepis jemari Sabrina. “Terima kasih. Kalo Bu Cinta enggak ada keperluan keluar lagi, saya pulang dulu. Ini tasnya,” ucapnya datar seraya menyodorkan tas milik Cinta yang sedari tadi berada di tangannya.

“Aaaw! Cinta, gak pake di cubit dia udah bersuara, loh. Suaranya seksi banget lagi. Bikin jantung Sabrina berdebar-debar.” Sabrina setengah memekik kegirangan namun tangannya bukan menyambut tas yang disodorkan di hadapannya, malah kembali menggamit lengan Pram sambil menggelinjang manja.

“Eh, kenalan dulu dong. Aku Sabrina, manajer sekaligus asisten pribadi Cinta. Babang tampan ini siapa namanya?”

“Saya Pramudya, sejak hari ini saya ditugaskan untuk mengawal Bu Cinta,” sebut Pram datar namun dengan sikap yang tak nyaman karena Sabrina merapatkan tubuh gempalnya pada Pram disertai senyuman nakal menggoda.

“Ooh, bodyguard, toh? Aku kirain SeKuTer, Selebritis Kurang Terkenal. Eh, tapi kok Cinta gak kompromi dulu sih sama aku kalo dia mau pake bodyguard.”

Pram menggedik bahu sambil berusaha membebaskan lengannya dari cengkraman tangan Sabrina yang menggelayut manja. “Saya ditugaskan oleh Pak Abraham,” jawabnya singkat.

Sabrina mengangguk mengerti. Pantas saja Cinta tak bisa menolak. Jika si pemegang kekuasaan tertinggi di rumah sudah bertitah, siapa yang berani membantah. Termasuk Cinta yang mempunyai sifat keras kepala dan tak pernah mau mengalah.

Padahal Sabrina sudah pernah menyarankan Cinta untuk menyewa pengawal pribadi untuk mendampinginya di saat-saat tertentu. Misalkan saat jumpa fans, promo film, sinetron atau saat syuting di luar kota bahkan di luar negeri dimana Cinta benar-benar butuh pengawalan yang ketat. Seperti rekan-rekan artisnya yang lain pun mempunyai pengawal pribadi, walaupun bukan untuk alasan urgensi, kebanyakan tujuan mereka hanya sebagai pendongkrak gengsi.

Namun Cinta sejak dulu tidak menunjukan minat untuk dikawal secara khusus oleh seseorang yang disebut Bodyguard. Dengan alasan justru akan merepotkan dan berpotensi mengganggu privasinya nanti.

Ya begitulah Cinta dengan segudang alasannya. Padahal sih alasan sebenarnya supaya dia bisa bebas melakukan kebiasaannya. Party, party dan pesta lagi, tanpa ada yang mengawasi.

“Saya pulang dulu, Bu ehh, Om, atau ... saya panggil apa?”

Bukannya menjawab, Sabrina justru cekikikan seperti kerabatnya yang sering berayun-ayun di pohon beringin saat tengah malam. 

“Panggil aja aku Mami Sabrina, Pram. Atau baby juga boleh.” Akhirnya Sabrina menjawab juga setelah mengerem cekikikannya.

‘Baby? Baby monkey?’

Pram mengangguk patuh lalu berkata, “Baik, saya pamit. Ijin, besok saya datang agak telat karena saya harus ambil motor saya dulu di rumah Pak Abraham. Ini kunci mobilnya.” Dan menyerahkan kunci Range Rover milik Cinta ke tangan Sabrina.

“Terus, kamu pulangnya bagaimana?”

“Saya bisa naik ojek online,”

“Oke, baiklah, Pram. Trims ya sudah temenin Cinta. Jangan kapok ya. Dan jangan kaget juga dengan mulutnya Cinta. Emang anaknya begitu, nyinyir tiada akhir. Kita yang waras ngelus dada aja,” tutur Sabrina setengah berbisik takut terdengar oleh Cinta yang sudah berada di dalam kamar. Tak lupa dengan usapan lembutnya di dada Pram.

Sebenarnya Pram bergidik ngeri dengan perlakuan Sabrina, apalagi bulu romanya tiba-tiba terasa meremang saat jari-jemari berkuku ungu itu bermain-main di dadanya.

Tapi, apakah seperti ini rasanya bertemu mahluk tak kasat mata?

“Nggak apa, saya maklum. Saya permisi dulu. Selamat malam.”

Tanpa menunggu jawaban Sabrina, Pram melangkah keluar diiringi tatapan lekat Sabrina hingga menghilang di balik pintu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status