Seminggu kemudian, Anna sudah bersiap-siap ke Kota Daegu. Di dampingi Jun Hyun, pemandu LPH (Lembaga Private High) sebagian telah berangkat terlebih dulu. Anna yang begitu antusias,l karena ia tahu ruh Dae Jung akan ikut bersamanya, pengulangan kenangan terulang, di Duryu Park tempat Dae Jung mengutarakan cinta dan janjinya.
Dae Song dan Ji Yeong saat itu sedang di Singapura, mereka meninjau perusahaan Korain yang terancam pailit. Di rumah hanya akan ada Bu Nas dan pelayan lainnya menemani Haneul dan Micha di rumah, tentu menjaga raga Dae Jung yang masih berbaring lelap.Di bawah sudah ada Jun Hyun menunggu. Pria bermata sipit itu sangat tampan dengan jaket rajut, saat itu telah memasuki musim gugur. "Apakah kau ingin mengikutiku?" tanya Anna pada ruh suaminya yang tak terlihat. Dae Jung menghembuskan udara hangat lagi di belakang telinga istrinya, menandakan keinginannya mengikuti setiap langkah Anna.Anna di bawah ke klinik terdekat, Jun Hyun masih menunggu hasil pemeriksaan dokter, dia sudah menginformasikan itu pada Bu Nas. Pak Lee dan beberapa pengawal akan menjemputnya dengan menunggunakan jet pribadi. Dokter di klinik itu keluar dengan wajah senyum berbinar, dia membawa beberapa hasil catatan kesehatan Anna untuk di berikan pada Jun Hyun. " 그는 어때?""geuneun eottae?"("Bagaimana kondisinya?") "몸이 약하고 많이 쉬어야 하고, 임신 중이라 당연하다.""mom-i yaghago manh-i swieoya hago, imsin jung-ila dang-yeonhada"("Tubuhnya sangat melemah, dia harus banyak istirahat, itu wajar bila sedang hamil") "임신? 어떻게 그럴 수 있어? 불가능해, 확실히 틀렸어.""imsin? eotteohge geuleol su iss-eo? bulganeunghae, hwagsilhi teullyeoss-eo."("Hamil? bagaimana bisa? itu tidak mungkin") Jun Hyun terkejut, siapapun yang mengenal Anna akan bereaksi sama dengannya. Dae Jung menghampiri dokter itu juga. "그녀는 실제로 임신했습니다. 당신은 그녀의 남편이 아닌가요?""geu
Malam itu Anna terbangun dari pingsannya, saat itu juga Dae Jung tak ada kembali menyusup ke raganya untuk sementara, memulihkan tenaga sejenak.Dae Song yang tiba di rumah segera menemui Anna, di tangga dia berpapsan dengan Bu Nas."Bagaimana, Bu Nas?" tanya Dae Song berbisik."Nona Anna sudah sadar, dia ada di kamarnya," jawab Bu Nas."Apakah rahasia ini masih tersembunyi?" tanya Dae Song."Tuan, apakah anak yang di kandung Nona Anna itu anak--" kalimat Bu Nas di cegat oleh Dae Song."Iya, itu anakku, nanti aku jelaskan Bu Nas,"Dae Song berlari kecil menuju kamar Anna, Bu Nas terkesiap, mendengar jawaban Dae Song dia termangu, Bu Nas sudah kehilangan akal sehat memikirkan musibah baru korain. Ini sangat tidak masuk akal cinta segi tiga antara kedua anak Rifasya."Bagaimana bis aitu terjadi di antara mereka? oh Tuhan, Tuan Kim," gumam Bu Nas memikirkan nasib Dae
Bu Nas turun ke bawah, dia menuju ke dapur untuk membuatkan teh hangat buat Anna. Dari belakang ada Dae Song yang tak henti mengikuti setiap langkahnya. Dia berharap agar Bu Nas bisa memberikan pengertian pada Anna untuk menerima janin yang tak berdosa itu secara ikhlas. "Bu Nas, tolong.. bantu aku," pinta Dae Song memelas. Bu Nas yang masih terkejut dengan musibah ini belum bisa mengatakan apapun selain diam. Berkata juga sama dengan mengkhiantai Dae Jung yang saat ini terbaring lemah, Dae Jung dan Dae Song titipan amanah dari majikan sekaligus sahabatnya Rifasya Salim. Tak mungkin ia membeda-bedakan di antara anak kembar itu. "Bu Nas, aku sekarang butuh bantuan," keluh Dae Song dengan mimik tak berdaya. "Tuan Song, apa yang harus kita lakukan saat ini? ada? tidak ada, kita hanya bisa pasrah saja, menunggu anak itu lahir, menjadikan dia seperti Haneul dan Micha. Mereka sama-sama anak Anna juga cucu dari Korai
Pagi tiba, Anna terbangun karena matahari yang menyelinap dari kaca jendela mengusik tidurnya. Mengucek mata yang bengkak, sedikit perih, namun tak ada yang lebih perih dari hatinya yang begitu sakit dengan suratan takdir. Berdiri memandangi diri di depan cermin, menyorot perutnya yang masih rata. Kelak, perut itu akan semakin membesar, anak dari pria yang bukan suaminya akan tumbuh bersamanya. Sanggupkah dia mengikhlaskan ketetapan Tuhan, belum, tidak. Anna memukuli wajahnya sendiri, dia merasa imannya begitu lemah hingga dia tak bisa menjaga kehormatannya sebagai seorang istri. "Aku benci dengan diriku sendiri!" Anna memukul wajahnya sendiri. Menghardik tiada henti. Tangis Anna pecah menggema di rumah Korain. Seluruh pelayan yang saat itu tengah membersihkan kebingungan dengan sikap Anna yang tiba-tiba aneh di pagi hari. Di luar ada Bu Nas panik mendengar suara Anna yang mulai meronta lagi. "No
Anna duduk di taman atas, tempat itu favoritnya bersama Dae Jung. Melihat langit biru yang baginya itu gelap. Pemandangan taman Korain, perkebunan milik Kakek Hang itu masih terawat dengan baik. Meskipun Presdir utama itu sudah tak sekuat dulu lagi mengurus semuanya. Keindahan pemandangan itu tak mampu menghibur hatinya. Ah, sulit, tapi harus di jalani."Jika ini sebagian jalan yang harus aku lalui, maka kuatkan aku Ya Allah, aku pasrah apa yang sudah menjadi takdirmu," lirihnya berkaca-kaca.Sungguh tak berperikemanusiaan bila dia harus menghardik janin yang tak berdosa itu. Kemarahannya pada Dae Song tak serta merta ia ingin lampiaskan ke bayi mungil di perutnya. Entahlah, tugasnya hanya satu, harus menerima lapang dada."Nona, Presdir Hang sudah tiba," suara Bu Nas menyeru dari belakang.Anna mengenyahkan lelehan air matanya. Dia mengendalikan diri agar tidak terlihat murung di hadapan kakek yang ingin me
Anna tiba di cafe yang elit itu. Dae Song yang lebih dulu tiba sudah menunggunya, bahkan dia menyewa tempat itu agar lebih privat berbicara pada Anna.Dari jauh dia melihat Anna melangkah padanya, tentu dia merasa deg-degan, pikirannya berkecamuk, entah apa yang nanti di luapkan adik iparnya itu."Silahkan duduk," ucap Dae Song pada Anna.Anna duduk, beberapa menit mereka dalam kebisuan, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Berat, lebih dulu berkata di situasi yang sudah tidak mengenakkan itu.Pelayan datang membawa sajian yang di pesan oleh Dae Song. Pria berwajah dingin itu tahu, saat itu sudah menjelang siang, perempuan hamil tidak boleh terlambat makan."Aku lapar,lebih baik makan dulu, dari pada melihatmu mode diam," kata Dae Song mulai melahap makanannya.Anna sama sekali belum bergerak, dia mematung namun hati menyusun kata yang tepat untuk di ucapkan pada Dae
Ya, keterkejutan seketika melanda ustadzah Saina. Dia memandangi Anna dengan wajah tidak yang sungguh percaya dengan apa yang dikatakan Anna. "Saya seperti mimpi buruk, Anna." Anna membenamkan wajah di sela jemarinya. Menangis sejadi-jadinya. Menatap Ustazah Saina pun ia begitu malu. Dia begitu kotor dengan harga diri yang tercabik-cabik oleh kelakuannya bersama Dae Song. "Apa yang harus aku lakukan, Ustadzah," pinta Anna yang merasa putus asa. Ustadzah Saina sejenak beristighfar, sulit mengatakan apa yang harus ia katakan pada Anna. Jujur pun itu akan membuat Anna sulit bernafas bila mendengar sarannya. Ustadzah Saina mengambil air putih, "Kamu minum dulu, tenangkan dirimu, istighfar Anna," ucapnya. Setelah meneguk air itu sampai habis, Anna kembali berfokus pada perempuan berwajah teduh itu. Dia tetap ingin meminta saran langkah apa y
Plak! Tamparan keras dari Kakek Hang melayang ke wajah Dae Song. Luapan amarah pria berusia lanjut itu menakutkan seluruh yang ada di istana Korain. Bu Nas saat itu hanya dapat menundukkan wajah atas pengakuan Dae Song tentang kehamilan Anna. Kembaran Dae Jung itu telah berani berkata jujur atas dasar saran ustadzah Saina. Ya, ia rasa itu memang jauh ke lebih baik, karena kehamilan tak dapat di sembunyikan oleh cara apapun. "Kau! Dari dulu kau memang bejat! Apa salahku sehingga bisa mendapatkan cucu seperti mu?" Dae Song hanya membisu, tak ada kata yang dapat ia ucapkan. Dia tahu, ini kesalahan yang ebsar, memalukan, menghinakan keluarga, juga mengkhianati adik kandungnya. "Adikmu sedang sakit, berjuang hidup, kau tega berbuat itu pada adikmu? Dae Jung tidak pernah membuatmu terluka, dia bahkan rela memberikan apapun untuk kakaknya," tegas Kakek Hang dengan suara bergetar. Anna