Share

MUSIM CINTA DI SEOUL 2
MUSIM CINTA DI SEOUL 2
Penulis: Alna Selviata

LAKON YANG TERLARANG

Lima tahun kemudian di Pyoengchamdong, Kota Seoul.

Anak laki-laki itu melemparkan sepatunya. Dia menunjukkan kemarahannya. Mengamuk karena ibunya memaksa ke Seoul Central Mosque. 

"A-aku tidak ingin ke mosque!" Bentak Haneul pada ibunya.

Bocah berusia lima tahun itu malah berlari ke kamar. Meninggalkan ibu dan saudari kembarnya. Melihat anaknya tantrum, Anna berusaha sabar. Dia mengikuti Haneul kembali kamar. 

"Haneul, ibu tidak suka kamu seperti ini, Micha sudah menunggumu, ayo bangun," ujar Anna pada putranya.

"Tidak mau .." rengek Haneul.

"Kenapa? hari ini kamu ada les mengaji."

"Mereka mengejekku, dia bilang ayahku robot," papar Haneul yang sering mendapat ejekan dari teman-temannya perihal ayahnya koma sekian lama.

Anna menghela nafas. Lakon ini setiap pagi harus ia jalani, membujuk anaknya agar tidak mendengar ocehan temannya tentang Dae Jung. Sejak tragedi penembakan itu, suaminya memang tak kunjung sadarkan diri. Tetap saja terbaring koma karena paru-paru yang  belum stabil.

"Ayah akan sadar kembali. Ini hanya butuh waktu, Nak."

"Kapan? aku tidak pernah melihat ayah bangun," tangkas Haneul. 

Anna lelah  beradu mulut bila bersama Haneul. Anak itu memang mewarisi kepintaran Kim Dae Jung.

"Kalau begitu, ibu kirim kamu ke Indonesia tinggal bersama nenek Nuri disana, mau?" gertak Anna.

Tangisan Haneul kian menggelegar. Saat itu ada Dae Song yang melintas, melihat adegan ibu dan anak yang penuh drama. Kembaran Dae Jung itu masuk ke kamar lalu menggendong keponakannya.

"Pahlawan korain kenapa menangis? kau tidak bisa jadi direktur nanti," pungkas Dae Song menenangkan Haneul.

Haneul mengusap lelehan air matanya. Emosi putra Dae Jung itu seketika ciut.

 Dia paling takut pada pamannya. Raut wajah ketegasan seringkali di layangkan Dae Song untuk kedua anak kembar Dae Jung. Cara itu ia lakukan agar keduanya tak selalu memberontak pada Anna.

"Ibu tunggu di kamar ayah, pamitlah sebelum kita pergi," ujar Anna keluar kamar menuju ke ruang perawatan suaminya. Dae Song menyusul seraya menggendong Haneul.

 Di ruang perawatan Dae Jung, ada Micha saudari kembar Haneul juga Bu Nas sudah menunggu mereka.  Dae Jung tetap sama seperti lima tahun yang lalu, hanya bisa terlelap dalam koma.

"Ayah, Haneul dan Micha mau pamit dulu mengaji, anak-anak kita mendoakan kamu," tutur Anna seraya mengusap tangan suaminya.

Micha dan Haneul menyalami lalu mencium pipi ayahnya. " Ayah, cepat bagun," lirih Micha. 

Anna menarik nafas, menahan mata yang mulai sembab lagi. Tak ingin kedua anaknya melihat kerapuhan itu. Namun di sisi kanan, Dae Song menilik mimik wajah Anna. Ya, dia pun ikut merasakan kesedihan.

Mereka semua segera turun menuju ke mobil. Meninggal Dae Jung dengan dua dokter dan lima perawat khusus untuk mengawasi.

Kedua mobil ferrari itu menuju ke Hannamdong. Setiba di Sentral Mesjid Seoul, Anna dan Bu Nas turun mengantar sepasang anak kembar itu naik ke lantai dua mesjid. 

Dae Song hanya menunggu di luar, di lantai bawah mesjid, dari kantor federal muslim, ada sosok wanita bercadar memandanginya dari jauh. Lekat tanpa bergerak. Tatapan mata wanita itu sangat tajam di batasi oleh cadar hitam.

Dae Song menyerngit. Merasa aneh. "Kenapa ninja memandangiku seperti itu?" gumamnya.

Wanita bercadar itu masih memandanginya penuh misteri. Ada sesuatu ia  pikirkan melihat wajah tampan pria kembar identik itu. Dae Song membuang pandangan. Dia pikir, mungkin saja wanita ini terpesona melihat ketampanannya. Bukankah itu seringkali jadi sihir pada setiap kaum hawa melihatnya, batin Dae Song.

Anna sudah turun ke bawah. Dia dan Dae Song hari ini akan ke Kota Inchaeon, ada perjalanan bisnis korain group yang harus Anna hadiri sebagai istri presdir utama, Kim Dae Jung.

"Anna, kau kenal dengan ninja itu?" tanya Dae Song mengarah ke wanita bercadar yang tak henti menatapnya.

Anna memalingkan wajah ke wanita yang di maksud Dae Song. Bertahun-tahun di Seoul, juga sebagai donatur mesjid megah di Itaewon itu, dia tak pernah mengenal wanita bercadar. 

"Jangan bilang dia ninja, Kak. Itu cara dia menutup aurat. Mungkin dia karyawan baru di kantor federal," sahut Anna. 

Dae Song memang masih atheis, belum tertarik memeluk agama manapun. Rentetan peristiwa menimpa korain belum bisa menghijrahkan anak Rifasya Salim itu.

Keduanya masuk ke mobil. Menuju kantor utama korain menjemput Minzi, sekertaris Dae Song. 

*********

Setelah berbagai rapat dengan beberapa kolega, korain group merasa lega, mereka di bantu lagi oleh salah satu investor asing. Semenjak Dae Jung koma, korain group mengalami pasang surut, entah karena Dae Song dan Ji Yeong yang kurang tepat mengurus atau mungkin hoki itu hanya di berikan pada Dae Jung semata.

Di kamar hotel, Dae Song dan Anna memahami label penurunan korain. Tidak lama berselang, ada Minzi datang membawa dua gelas minuman segar. Sekertaris seksi Dae Song terhenyak melihat kehadiran Anna. Istri Dae Jung itu memang sempat pamit untuk segera kembali ke Seoul, tapi di urungkan karena banyak yang harus ia ketahui dari rapat tadi.

Minzi mematung di tempat. Tak ingin melanjutkan rencana busuknya. Hari ini dia berniat menjebak Dae Song untuk menikmati perjalanan bisnis mereka. Minzi ingin Dae Song lumpuh dalam dekapannya, karena selama ini kembaran Dae Jung itu selalu cuek dan dingin.

"Minzi, berikan minuman itu, kami haus," ujar Dae Song.

Minzi membelalakkan mata. Tangannya gemetar. Minuman itu bukan jus biasa. Melainkan obat pembangkit nafsu juga sekaligus memabukkan.

"Kamu kenapa diam?  bawa kemari," pinta Dae Song setengah membentak.

Tak ada pilihan lain. Minzi meletakkan minuman iu di atas meja. Di berikan pada Anna dan juga Dae Song. Anna melempar senyum ramah pada gadis berdarah manado itu.

"Terima kasih, Minzi," ucapnya

"Kau keluar, ini yang harus kamu belikan untuk Haneul dan Micha," Dae Song memberikan catatan daftar oleh-oleh untuk ponakannya.

Minzi keluar dengan perasaan gusar. Dia sudah menebak hal yang akan terjadi selanjutnya pada Anna dan Dae Song. Dosis obatnya terlalu tinggi, salah satu gelas itu ada yang melebihi dosis, sasaran Minzi gelas itu di berikan kepada Dae Song, tetapi malah di teguk oleh Anna sampai habis. Dae Song menyusul pula menenggak setengah dari gelasnya. Setelah itu, keduanya melanjutkan lagi mengamati layar laptop. 

Beberapa menit berselang, Anna merasa tubuhnya panas. Pelembab ruangan yang begitu dingin bak tak berefek. Anna mengusap kaki dan lengannya, cara agar mentralkan hawa panas itu.

Pikirannya tak karuan, dia sudah mabuk karena obat itu. Matanya menyipit, dia mulai  berimajiansi. Melihat Dae Song seperti Dae Jung tersenyum kepadanya. Tatapannya penuh hasrat pada kakak iparnya.

Dae Song pun merasa demikian, di bawah sana mulai berdiri tegak. Namun dia belum mabuk seperti Anna. Hanya sedikit pusing.

"Aneh ..aku kenapa ini," gumam Dae Song menjepit sendiri kepunyaanya agar bisa terkontrol.

Dia memalingkan wajah ke Anna. Tatapan adik iparnya itu menggoda. Dae Song tak bisa menampik, cintanya pada Anna masih sama seperti dulu, tak ada yang berubah. Meski dia tahu, memiliki Anna hal yang tabuh baginya.

Mata Anna berkaca-kaca membayangkan senyuman Dae Jung. Dia begitu rindu pada suaminya. Lima tahun dia tak pernah lagi di lempari senyuman itu. Anna kian mendekat ke Dae Song. 

"Aku merindukanmu .." lirihnya pada Dae Song.

Dae Song menatap lekat perempuan yang selalu mengusik jiwanya. Dia menelan saliva dengan kasar. Keduanya kian mendekatkan wajah. Akal kedua insan itu tak jernih lagi. Keruh tak bermanusiawi.  Obat pembangkit Minzi memang mujarab. Dae Song merasa ini khayalan yang acap kali ia lakukan sebelum tidur, memadu cinta bersama sosok Yama di abad-21 itu.

"Aku mencintaimu .." ucap Dae Song.

"Aku mencintaimu juga .."balas Anna pada bayangan Dae Jung.

Di detik kemudian, kedua pasang bibir itu saling berpangutan. Anna memangku pada Dae Song. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status