Lima tahun kemudian di Pyoengchamdong, Kota Seoul.
Anak laki-laki itu melemparkan sepatunya. Dia menunjukkan kemarahannya. Mengamuk karena ibunya memaksa ke Seoul Central Mosque.
"A-aku tidak ingin ke mosque!" Bentak Haneul pada ibunya.Bocah berusia lima tahun itu malah berlari ke kamar. Meninggalkan ibu dan saudari kembarnya. Melihat anaknya tantrum, Anna berusaha sabar. Dia mengikuti Haneul kembali kamar. "Haneul, ibu tidak suka kamu seperti ini, Micha sudah menunggumu, ayo bangun," ujar Anna pada putranya."Tidak mau .." rengek Haneul."Kenapa? hari ini kamu ada les mengaji.""Mereka mengejekku, dia bilang ayahku robot," papar Haneul yang sering mendapat ejekan dari teman-temannya perihal ayahnya koma sekian lama.Anna menghela nafas. Lakon ini setiap pagi harus ia jalani, membujuk anaknya agar tidak mendengar ocehan temannya tentang Dae Jung. Sejak tragedi penembakan itu, suaminya memang tak kunjung sadarkan diri. Tetap saja terbaring koma karena paru-paru yang belum stabil."Ayah akan sadar kembali. Ini hanya butuh waktu, Nak.""Kapan? aku tidak pernah melihat ayah bangun," tangkas Haneul. Anna lelah beradu mulut bila bersama Haneul. Anak itu memang mewarisi kepintaran Kim Dae Jung."Kalau begitu, ibu kirim kamu ke Indonesia tinggal bersama nenek Nuri disana, mau?" gertak Anna.Tangisan Haneul kian menggelegar. Saat itu ada Dae Song yang melintas, melihat adegan ibu dan anak yang penuh drama. Kembaran Dae Jung itu masuk ke kamar lalu menggendong keponakannya."Pahlawan korain kenapa menangis? kau tidak bisa jadi direktur nanti," pungkas Dae Song menenangkan Haneul.Haneul mengusap lelehan air matanya. Emosi putra Dae Jung itu seketika ciut. Dia paling takut pada pamannya. Raut wajah ketegasan seringkali di layangkan Dae Song untuk kedua anak kembar Dae Jung. Cara itu ia lakukan agar keduanya tak selalu memberontak pada Anna."Ibu tunggu di kamar ayah, pamitlah sebelum kita pergi," ujar Anna keluar kamar menuju ke ruang perawatan suaminya. Dae Song menyusul seraya menggendong Haneul. Di ruang perawatan Dae Jung, ada Micha saudari kembar Haneul juga Bu Nas sudah menunggu mereka. Dae Jung tetap sama seperti lima tahun yang lalu, hanya bisa terlelap dalam koma."Ayah, Haneul dan Micha mau pamit dulu mengaji, anak-anak kita mendoakan kamu," tutur Anna seraya mengusap tangan suaminya.Micha dan Haneul menyalami lalu mencium pipi ayahnya. " Ayah, cepat bagun," lirih Micha. Anna menarik nafas, menahan mata yang mulai sembab lagi. Tak ingin kedua anaknya melihat kerapuhan itu. Namun di sisi kanan, Dae Song menilik mimik wajah Anna. Ya, dia pun ikut merasakan kesedihan.Mereka semua segera turun menuju ke mobil. Meninggal Dae Jung dengan dua dokter dan lima perawat khusus untuk mengawasi.Kedua mobil ferrari itu menuju ke Hannamdong. Setiba di Sentral Mesjid Seoul, Anna dan Bu Nas turun mengantar sepasang anak kembar itu naik ke lantai dua mesjid. Dae Song hanya menunggu di luar, di lantai bawah mesjid, dari kantor federal muslim, ada sosok wanita bercadar memandanginya dari jauh. Lekat tanpa bergerak. Tatapan mata wanita itu sangat tajam di batasi oleh cadar hitam.Dae Song menyerngit. Merasa aneh. "Kenapa ninja memandangiku seperti itu?" gumamnya.Wanita bercadar itu masih memandanginya penuh misteri. Ada sesuatu ia pikirkan melihat wajah tampan pria kembar identik itu. Dae Song membuang pandangan. Dia pikir, mungkin saja wanita ini terpesona melihat ketampanannya. Bukankah itu seringkali jadi sihir pada setiap kaum hawa melihatnya, batin Dae Song.Anna sudah turun ke bawah. Dia dan Dae Song hari ini akan ke Kota Inchaeon, ada perjalanan bisnis korain group yang harus Anna hadiri sebagai istri presdir utama, Kim Dae Jung."Anna, kau kenal dengan ninja itu?" tanya Dae Song mengarah ke wanita bercadar yang tak henti menatapnya.Anna memalingkan wajah ke wanita yang di maksud Dae Song. Bertahun-tahun di Seoul, juga sebagai donatur mesjid megah di Itaewon itu, dia tak pernah mengenal wanita bercadar. "Jangan bilang dia ninja, Kak. Itu cara dia menutup aurat. Mungkin dia karyawan baru di kantor federal," sahut Anna. Dae Song memang masih atheis, belum tertarik memeluk agama manapun. Rentetan peristiwa menimpa korain belum bisa menghijrahkan anak Rifasya Salim itu.Keduanya masuk ke mobil. Menuju kantor utama korain menjemput Minzi, sekertaris Dae Song. *********Setelah berbagai rapat dengan beberapa kolega, korain group merasa lega, mereka di bantu lagi oleh salah satu investor asing. Semenjak Dae Jung koma, korain group mengalami pasang surut, entah karena Dae Song dan Ji Yeong yang kurang tepat mengurus atau mungkin hoki itu hanya di berikan pada Dae Jung semata.Di kamar hotel, Dae Song dan Anna memahami label penurunan korain. Tidak lama berselang, ada Minzi datang membawa dua gelas minuman segar. Sekertaris seksi Dae Song terhenyak melihat kehadiran Anna. Istri Dae Jung itu memang sempat pamit untuk segera kembali ke Seoul, tapi di urungkan karena banyak yang harus ia ketahui dari rapat tadi.Minzi mematung di tempat. Tak ingin melanjutkan rencana busuknya. Hari ini dia berniat menjebak Dae Song untuk menikmati perjalanan bisnis mereka. Minzi ingin Dae Song lumpuh dalam dekapannya, karena selama ini kembaran Dae Jung itu selalu cuek dan dingin."Minzi, berikan minuman itu, kami haus," ujar Dae Song.Minzi membelalakkan mata. Tangannya gemetar. Minuman itu bukan jus biasa. Melainkan obat pembangkit nafsu juga sekaligus memabukkan."Kamu kenapa diam? bawa kemari," pinta Dae Song setengah membentak.Tak ada pilihan lain. Minzi meletakkan minuman iu di atas meja. Di berikan pada Anna dan juga Dae Song. Anna melempar senyum ramah pada gadis berdarah manado itu."Terima kasih, Minzi," ucapnya"Kau keluar, ini yang harus kamu belikan untuk Haneul dan Micha," Dae Song memberikan catatan daftar oleh-oleh untuk ponakannya.Minzi keluar dengan perasaan gusar. Dia sudah menebak hal yang akan terjadi selanjutnya pada Anna dan Dae Song. Dosis obatnya terlalu tinggi, salah satu gelas itu ada yang melebihi dosis, sasaran Minzi gelas itu di berikan kepada Dae Song, tetapi malah di teguk oleh Anna sampai habis. Dae Song menyusul pula menenggak setengah dari gelasnya. Setelah itu, keduanya melanjutkan lagi mengamati layar laptop. Beberapa menit berselang, Anna merasa tubuhnya panas. Pelembab ruangan yang begitu dingin bak tak berefek. Anna mengusap kaki dan lengannya, cara agar mentralkan hawa panas itu.Pikirannya tak karuan, dia sudah mabuk karena obat itu. Matanya menyipit, dia mulai berimajiansi. Melihat Dae Song seperti Dae Jung tersenyum kepadanya. Tatapannya penuh hasrat pada kakak iparnya.Dae Song pun merasa demikian, di bawah sana mulai berdiri tegak. Namun dia belum mabuk seperti Anna. Hanya sedikit pusing."Aneh ..aku kenapa ini," gumam Dae Song menjepit sendiri kepunyaanya agar bisa terkontrol.Dia memalingkan wajah ke Anna. Tatapan adik iparnya itu menggoda. Dae Song tak bisa menampik, cintanya pada Anna masih sama seperti dulu, tak ada yang berubah. Meski dia tahu, memiliki Anna hal yang tabuh baginya.Mata Anna berkaca-kaca membayangkan senyuman Dae Jung. Dia begitu rindu pada suaminya. Lima tahun dia tak pernah lagi di lempari senyuman itu. Anna kian mendekat ke Dae Song. "Aku merindukanmu .." lirihnya pada Dae Song.Dae Song menatap lekat perempuan yang selalu mengusik jiwanya. Dia menelan saliva dengan kasar. Keduanya kian mendekatkan wajah. Akal kedua insan itu tak jernih lagi. Keruh tak bermanusiawi. Obat pembangkit Minzi memang mujarab. Dae Song merasa ini khayalan yang acap kali ia lakukan sebelum tidur, memadu cinta bersama sosok Yama di abad-21 itu."Aku mencintaimu .." ucap Dae Song."Aku mencintaimu juga .."balas Anna pada bayangan Dae Jung.Di detik kemudian, kedua pasang bibir itu saling berpangutan. Anna memangku pada Dae Song.Keduanya masih memainkan bibirnya yang saling menempel. Anna sungguh mabuk, penglihatannya buram, berkunang-berkunang, dia lupa dengan apa yang terjadi. Anna mulai melepas satu per satu kancing baju Dae Song. Pria itu membantunya hingga tubuh kekarnya terpampang, Anna begitu bringas menyesap aroma tubuh Dae Song.Dia luar kesadaran, Dae Song melepas kerudung Anna, melepas kemeja juga celana. Hanya tersisa bra dan celana kain segitiga. Dari bibir hingga ke leher, iramanya lembut turun ke bawah di gundukan gempal itu. Dae Song berhenti sejenak lalu berbisik.."Aku sangat mencintaimu, bahkan aku rela mati demi kebahagiaanmu."Anna tak menjawab. Otaknya tak mampu menyusun kalimat karena efek dari obat yang terlalu banyak ia teguk. Di pikirannya hanya Dae Jung semata. Karena hasrat mulai membara, Anna malah menarik wajah Dae Song lalu menenggelamkan di dadanya. Pria itu sudah melahap keduanya silih berganti, meracau tak jelas. Mengiggit.
Anna terbangun. Dia sudah kembali rapi dengan style formal sebelumnya. Kepalanya masing agak pusing. Mata menyorot Dae Song dan Minzi duduk mematung. Kembaran Dae Jung itu tak berani memandang ke Anna. Minzi pun hanya bisa memilinkan jemari karena gugup. Dia tahu, perempuan berhijab itu menguasai teknik beladiri, bila istri presdir korain tahu ulahnya, tulang-belulangnya pasti di patahkan. "Apa aku tadi tertidur?" tanya Anna. "Ya, Nona," jawab Minzi. Anna beranjak ingin turun dari ranjang, tetapi dia merasa ada aneh di kemaluannya. Agak perih, juga membuatnya tidak nyaman. Dia segera berlalu ke toilet, meraba bagian bawahnya. Ada cairan kering menempel di miss V nya. "Apa karena tadi aku mimpi Dae Jung .. Ah, kotornya aku," Anna mengerutu lalu segera membersihkan sisi kemaluannya. Di luar, Dae Song tak henti melotot tajam ke Minzi, mata sipitnya mengisyarakat dia ingin membunuh sekertaris asal Indoensia itu. Namun dia kemba
Setiba di mesjid Seoul, mereka segera turun dari mobil. Dae Song menggedong Haneul sementara Anna menggendong Micha. Di atas lantai dua, sudah banyak para penulis menunggu Anna. Sembari menggendong kedua keponakannya, Dae Song mengantar Anna ke atas lantai dua."Aku tunggu kalian di bawah," kata Dae Song."Disini saja kak, sekalian dengar siraman qalbu," imbu Anna.Dae Song senyum masam. "Lain kali saja, aku malu," cetusnya."Kali aja di dalam ada yang buat Kak Dae Song naksir," imbuh Anna.Dae Song senyum masam, 'kamu akan hamil anakku Anna, bagaimana bisa kau inginkan aku dengan orang lain,' lirihnya dalam hati."Kak, ayo masuk," pinta Anna."Nanti saja, aku turun dulu, kalian berdua jangan susahkan ibumu," ucap Dae Song pada si kembar.Di berlalu turun ke bawah lagi. Duduk menepi kursi sudut di kantor federal. Dari arah belakang, dia di kagetkan dengan k
Zura masih menunggu jawaban Anna, tetapi istri Kim Dae Jung itu hanya diam. Mimik wajahnya kebingungan. Dae Song yang merasa tidak nyaman, mencoba menjawabnya."Ruh? Ruh itu sudah di tempat masing-masing, ayo Anna, kita pulang," ajaknya.Zura mencegat tangan Anna, itu karena desakan Dae Jung padanya."Jangan pergi dulu, Nona. Saya mohon dengarkan dulu, percayalah, ketika keluarga kita ada yang koma ruhnya ada di sekitar kita," tutur Zura.Anna termangu, dia pernah mendengar hal ini di katakan oleh Bu Nas, bahwa ruh Dae Jung bisa saja mengawasinya setiap saat."Katakan pada Anna, aku selalu melihatnya dan anak-anakku," ujar Dae Jung pada Zura agar memberitahu Anna.Zura menatap ke arah Dae Jung, " Aku mau jelaskan dulu," kesal Zura.Anna dan Dae Song menyerngit melihat Zura berbicara sendiri pada pandangan kosong di samping, Dae Song menggeleng-gelengkan kepala, perempuan bercadar itu sud
Tiba di rumah, Anna langsung ke dapur meletakkan semua minuman kewanitaannya di kulkas. Dari jauh mata Dae Song mengamati adik iparnya itu. Dia bahkan lelah untuk berpikir dengan resiko nanti. Otaknya tak berfungsi lagi untuk yang lain, hanya Anna dan kehamilan yang menguasai pikirannya.'Aku benci diriku sendiri yang mesum ini!' Dae Song menghardik dirinya dalam hati.Micha menarik tangan pamannya. "Samchon, kau kenapa selalu melihat ibuku?" tanya gadis kecil itu.Dae Song tertegun. Anak sekecil Micha saja mampu menebak bahasa tubuhnya, dia pria yang memang tak pandai berlakon."Anak kecil, paman bukan melihat ibumu, paman melihat kulkas yang sudah tua itu," sahut Dae Song.Bu Nas juga mengamati gelagat Dae Song, suatu kesimpulan yang masih sama seprti dulu, 'Dae Song masih menyukai Anna,' batinnya.Dae Song beranjak naik kelantai dua, dia menuju ke ruang kerjanya. Tak ada niat melakukan sesua
Dae Jung perlahan melangkah ke Anna. Dengan tatapan meyendu, dia mengenyahkan butiran air mata itu dari pipi istrinya. Sama seperti dulu, tak rela bila harus melihat Anna bersedih, tak ingin kecantikan istrinya tertutupi oleh gelayut kesedihan."Katakan padanya, berhentilah menangis," pinta Dae Jung pada Zura."Kata suami Nona, berhentilah menangis," ucap Zura melanjutkan kalimat Dae Jung.Anna menutup wajag dengan kedua telapak tangannya. Zura baru ia kenal telah meliha kelemahannya sebagai seorang istri. Rasa lemah yang selama ini ia pendam bertahun-tahun. Tak menampakkan ke siapa pun, termasuk kepada kedua anaknya."Suamiku posisinya sekarang dimana?" tanya Anna."Di samping kanan, Nona, sedang mengusap air mata Nona," jawab Zura menunjuk ke arah kosong itu.Ponsel di saku Anna berdering, dia menyingkir sejenak. Sementara Dae Jung kembali ke Zura, "Terima kasih Zura, sudah membantuku,"
Suara Micha menyeru sembari mengetuk pintu. Anna mengerjap dengan panik, melirik ke jam dinding, waktu berlalu sudah tiga jam, saat itu Dae Jung masih tetap setia menjaga Anna ketika terlelap.Mata Anna memutar sana-sini, mencari udara hangat yang menandakan letak posisi suaminya."Apa kamu masih disini?" tanya Anna.Lagilagi Dae Jung menghembuskan nafas di leher Anna buat istrinya itu mengetahui keberadaannya."Micha memanggilku, ayo lihat anak kita," ujar Anna seraya turun dari ranjang.Pintu di buka Anna, mata Micha menyorot ruh ayahnya dari luar, dia terkesiap, mengira ruh itu adalah paman Dae Songnya."Oemma, tidur dengan samchon," lirih Micha dengan suara khasnya.Anna membungkam mulut anaknya. Dia terkejut putrinya bisa melihat sosok ruh Dae Jung. Tangan Micha ia tarik masuk ke kamar lalu mengunci pintu itu lagi."Micha bisa melihat ayah?" tanya Anna.Micha memandangi soso
Seminggu kemudian, Anna sudah bersiap-siap ke Kota Daegu. Di dampingi Jun Hyun, pemandu LPH (Lembaga Private High) sebagian telah berangkat terlebih dulu. Anna yang begitu antusias,l karena ia tahu ruh Dae Jung akan ikut bersamanya, pengulangan kenangan terulang, di Duryu Park tempat Dae Jung mengutarakan cinta dan janjinya.Dae Song dan Ji Yeong saat itu sedang di Singapura, mereka meninjau perusahaan Korain yang terancam pailit. Di rumah hanya akan ada Bu Nas dan pelayan lainnya menemani Haneul dan Micha di rumah, tentu menjaga raga Dae Jung yang masih berbaring lelap.Di bawah sudah ada Jun Hyun menunggu. Pria bermata sipit itu sangat tampan dengan jaket rajut, saat itu telah memasuki musim gugur."Apakah kau ingin mengikutiku?" tanya Anna pada ruh suaminya yang tak terlihat. Dae Jung menghembuskan udara hangat lagi di belakang telinga istrinya, menandakan keinginannya mengikuti setiap langkah Anna.