25
Mika menyerah, akhirnya ia mengikuti usulan Raka. Walaupun tidak mengaitkan tangan satu sama lain, tapi mereka bergerak berjejeran. Raka memaksa Mika untuk memasukan tangannya ke dalam saku jas Mika.
Dan ternyata.... wanita itu menurut dan memasukan tanganya ke kantong jas putih itu. Awalnya ragu, tapi sekarang Mika menikmatinya. Berjalan menunduk menahan sebuah senyuman. Bahkan Raka di sebrang Mika, mati matian agar tetap terlihat biasa saja dan tidak meloloskan senyuman.
“Kamu mau saya bawakan makanan?”
“Eh?” Mika merespon bingung karena pertanyaan mendadak Raka, padaha
26 Mika ingin berlari dan mencari Raka untuk meminta perlindungan. Tapi langkah laki laki itu lebih cepat dari dugaan Mika. Dalam hitungan kurang dari lima detik. Ken sudah ada di hadapan Mika dan menghalangi pintu ruangan Mika. Menghalangi wanita itu agar tidak masuk ke ruanganya seperti kemarin. “Kita perlu ngobrol!” sergah Ken dengan nafas yang memburu, berkali kali gagal menemui Mika karena pengawasan ketata sekuriti sialan! “Aku engga mau.” Mika menerjang tangan Ken berusaha untuk meraih gagang pintu dan berlindung di ruangannya, semoga saja Mika bisa seberuntung seperti hari itu.&
27 Raka mengeratkan pelukannya pada Mika, menggeret tubuh lemas Mika yang sudah tak bertenanga dan mendudukan wanita itu di sofa. Dengan pelukan yang tak lepas sedikitpun Raka menutup pintu agar tak ada yang bisa mengganggu Mika. Raka menenangkan Mika. “Jangan takut....” ucap Raka menenangkan. Ia mengusap rambut Mika dan punggung Mika bergantian untuk memberikan ketenangan pada perempuan yang sedang menangis terisak di dekapannya itu. “Saya..... takut...” rengek Mika seperti meminta perlindungan lebih dari Raka. Laki laki itu berharap, ia ada di tempat dan waktu kejadian saat Mika sedang di sakiti orang orang itu. Jujur, yang paling menyakiti Mika bukanlah cacian Istri Ken. Tapi pandangan orang orang yang merendahkan dan menyakitinya secara
28 Mika masih menarik nafas yang sangat panjang setelah ciuman yang tadi ia kira takan ada hentinya itu. wajah Raka sekarang.... sungguh! Ini sebuah siksaan untuk Mika. Kalau tadi ia tanpa sadar membalas ciuman laki laki itu. Sekarang dengan tampilan Raka yang acak acakan dan nafas yang sama seperti Mika, saling beradu untuk mendapatkan udara.... Mika ingin sekali mencium Raka dengan kesadaran penuh. Tapi tiba tiba tubuh Mika lemas dan hendak terjatuh. Dengan sigap, Raka meraih tubuh Mika dan menopang tubuhnya. “Kamu baik baik kan?” tanya Raka dengan sangat khawatir. Bibir Mika yang sen
29 Pagi seperti bergulir sangat cepat. Mika bahkan tak percaya pada keputusannya sendiri, tentang arti hubungannya dengan seorang dokter bernama Raka. Menepuk wajahnya berusaha menyadarkan diri, Mika melihat pintu sekali lagi. Raka belum juga muncul, padahal di pihak Mika. Wanita itu sudah siap dan bulat akan tekadnya. Memantapkan diri dengan jawabannya pastinya. “Ah masih tiga puluh menit.” Gerutu Mika dengan raut wajah kecewa karena jam Raka untuk memeriksanya masih tiga puluh menit kedepan. Dan Mika seketika di landa rasa bosan. Rasanya tiga puluh menit yang ini berlangsung lebih lama dari waktu semalaman ia menunggu fajar.&
Langkah sebal Mika, kian menghentak saat meninggalkan Pevita. “Dasar perempuan nyebelin!! Engga kenal berani komentar.” Mika menghentak hentakan kakinya lagi sampai ia merasa kalu selang infusnya menegang di nadi lengan kanannya. “Aw..!” Mika meringis karena meraskan sakit, kesal dan marah sekaligus. Kesal karena bertemu manusia spesies seperti Pevita, juga marah karena tak bertemu dengan Raka setelah hampir memutari rumah sakit seharian. “Aw... kaki jadi sakit begini...” keluh Mika sambil mengambil posisi duduk dan memijit betisnya yang pegal pegal. Baru kali in
Brian pergi setelah melihat sebuah pertunjukan yang menarik itu. ia melangkah menuju lift dan menuju ke ruangannya sendiri. Melenggangkan kaki dengan sangat santai, dan sesekali berbicara dengan beberapa perawat yang menyapanya terlebih dahulu. Tentu saja dengan nada sensual penuh rayuan untuk mematahkan hati para gadis. “Hei!” sapa Brian pada Raka yang baru saja muncul dengan wajah kusut tanpa tau alasannya. “Kamu kenapa? Bro...” ledek Brian, tangannya di tepis oleh Raka. Padahal, Brian ingin merangkul sahabat seperjuangannya itu. Raka mendesis sebal karena Brian kembali lebih cepat dari cuti yang dia ambil. Ini menyebalkan, karena Raka harus di ganggu Brian di saat suasana ha
Flash back on Mika menatap Ken dalam dalam. “Aku memang tidak pantas buat kamu, kamu tau itu kan.” Jelas Mika pada Ken. Kalau alasannya tidak di terima oleh keluarga Ken adalah karena asal usulnya, maka mereka sudah mengambil keputusan yang tepat. Dengan menjadikan Mika sebagai menantu keluarga Ken, sama saja mengambil mantu dari panti asuhan. Karena Mika sendiri di abaikan oleh keluarganya, jadi apa bedanya dengan anak yang di telantarkan....?? “Mika, bukan itu poin masalahnya...!!”geram Ken dengan tak sabaran, Mika menangkap pesan yang salah dari kata katanya.
Raka masih menatap Mika, ia sedang mencari jawaban atas pertanyaanya dari pancaran mata wanita itu. “Iya, apa kamu sedang menjauhi saya?” tanya Raka lagi, mengulangi pertanyaanya di awal. “Menolak saya.” Tegas Raka. Mika masih menatap Raka tak percaya. Raka..... terlalu sulit untuk di tebak dan di mengerti. Jadi, sejak tadi? Laki laki ini sedang mengartikan hal salah dari kecanggungan mereka? Akhirnya, di sinilah Raka dan Mika sekarang. Terduduk di sudut lantai rumah sakit dengan saling memunggungi tubuh masing masing. Kesulitan mencari topik, tapi setelah sekian lama terdia