Raka menggengam sekaleng minuman soda yang baru saja ia beli dari minimarket, sembari berjalan melipis, Raka memutuskan untuk duduk sementara di kursi yang di sediakan untuk konsumen. Tangan Raka dengan cekatan membuka tutup kaleng dan suara minuman soda yang terbuka terdengar, dengan busa busa yang mencuat dari dalam kaleng.Raka mulai minum, sensasi soda yang sudah tak asing di lidahnya, serta tenggorokannya mampu menghilangkan rasa dahaganya, sedikit demi sedikit.Meski begitu, Raka nampaknya tidak terlalu menikmati minumannya. Dahinya berkerut, nampak tengah berpikir keras. Tentu saja ini berkaitan dengan MIkaila, siapa lagi perempuan yang wara - wiri memenuhi pikiran Raka kalau bukan MIkaila Abraham.Dengan dahi yang masih mengkerut, Raka kembali mengangkat kaleng soda, meminumnya dengan rakus seperti tak ada hari esok lagi.Tepat saat minuman Raka habis, ponsel pria itu berdering pelan. Tanda khusus kalau ia menerima telephone. Kali ini Raka tidak mengabaikan telephone, meski
Akibat MIka yang kehilangan kesadaran beberapa waktu yang lalu, proses perawatan Mika jadi sedikit tertunda. Akibatnya, jadwal operasi selanjutnya di pukul mundur oleh Raka. Kondisi yang menurun secara tiba - tiba meski selalu di dalam pantauan, membuat Raka khawatir. Kawatir akan ada sesuatu yang terjadi di luar kendalinya.Oleh sebab itu, Raka memutuskan untuk menunda operasi dan hanya melakukan perawatan dan pemeriksaan rutin. Saja. Ssetelah menilik lagi ke belakang, Raka tau alasan Mika akhirnya ta ksadarkan diri secara tiba - tiba. Mika sudah melewati banyak hal berat, bahkan akhir - akhir ini, Mika sudah melalui banyak hal dengan susah payah. Ia butuh istirahat, istirahat dari semua hal yang membuatnya stress.“Kamu senang hari ini?” tanya Raka.Ia tengah duduk di kursi taman, dengan Mika yang ada di sebelahnya. Rambut gadis itu terurai dengan bebas. Seeskali hembusan angin memainkan anak rambut MIka yang mulai memanjang. Tapi gadis itu tidak peduli, ia tengah sibuk menebar biji
Raka menggengam sekaleng minuman soda yang baru saja ia beli dari minimarket, sembari berjalan melipis, Raka memutuskan untuk duduk sementara di kursi yang di sediakan untuk konsumen. Tangan Raka dengan cekatan membuka tutup kaleng dan suara minuman soda yang terbuka terdengar, dengan busa busa yang mencuat dari dalam kaleng.Raka mulai minum, sensasi soda yang sudah tak asing di lidahnya, serta tenggorokannya mampu menghilangkan rasa dahaganya, sedikit demi sedikit.Meski begitu, Raka nampaknya tidak terlalu menikmati minumannya. Dahinya berkerut, nampak tengah berpikir keras. Tentu saja ini berkaitan dengan MIkaila, siapa lagi perempuan yang wara - wiri memenuhi pikiran Raka kalau bukan MIkaila Abraham.Dengan dahi yang masih mengkerut, Raka kembali mengangkat kaleng soda, meminumnya dengan rakus seperti tak ada hari esok lagi.Tepat saat minuman Raka habis, ponsel pria itu berdering pelan. Tanda khusus kalau ia menerima telephone. Kali ini Raka tidak mengabaikan telephone, meski
Namanya Raka Adiwiswara. Mata tajam dan alis tebal yang membingkai matanya sudah cukup untuk membekukan semua tatapan orang padanya. Tapi Tuhan kadang tidak adil. Wajah tampan dengan aura dingin itu, di tambah tubuh tegap dengan kaki jenjang yang tak kuasa untuk di tolak. TAMPAN. DINGIN. Dan punya hidup sempurna. Dengan langkah yang terburu buru, Raka berlari. Membuat seluruh perhatian mata kaum wanita menoleh padanya. Tapi Raka tak acuh. Ia tak punya waktu untuk meladeni tatapan yang seperti menelanjanginya itu. Dengan jas putih yang berkelibat karena Raka berlari tak karuan cepatnya. Akhirnya laki laki itu sampai di ruangan yang sudah hampir tertutup sepenuhnya. “Dokter Raka...” s
Udara dingin menerpa kulit wajah Mikaila. Dengan di sertai rasa nyeri. Rasanya, udara dingin makin memperparah rasa sakitnya. Tapi sentuhan lembut di dahinya, dan kemudian merambat ke lehernya. Dan berlanjut ke lengannya. Membuat Mikaila mau tak mau merasakan nyaman. Sentuhan tangan yang sangat asing baginya, tapi membuatnya nyaman. Dan dalam sekejap, rasa nyeri di dadanya yang tadinya membuncah itu. menghilang secara ajaib, mistrius. “Kalau pasien sudah sadar, secepatnya.” Ucap suara bariton yang sangat maskulin di telinga itu. membuat telinga Mikaila yang sangat menikmati lantunan suara selanjutnya dari orang yang sama. “Jangan lupa, beri suntikan obat penenang setiap empat jam sekali untuk mengurangi rasa sakit bekas jahitan operasi kemarin.”&n
Apartemen Raka sangat sepi. Dingin dan tak berpenghuni. Bagaimana bisa di sana ada kegiatan manusia kalau Raka hanya berada di rumah sakit dalam tujuh belas jam dalam sehari hidupnya. Hanya pulang untuk tidur dan mandi serta berganti baju. Dengan langkah yang sangat terseok sekok karena lelah, Raka memaksakan diri untuk berjalan lebih jauh ke arah dapur untuk mengambil minuman di kulkas karena kerongkongannya terasa sangat kering setelah ingat dia belum minum ataupun makan dari sore tadi. Tangan Raka memegang gagang pintu dan membuka kulkas yang hanya berisi udara kosong, dingin dan tak ada makanan sama sekali. Saking seringnya hanya pulang untuk mandi, tidur dan berganti pakaian. Raka sampai lupa kapan terakhir kali ia berbelanja untuk mengisi kulkas super besarnya dengan makanan. Sayang, decak Raka dalam hati. Kulkas besar itu hanya be
Malam hari, di rumah sakit sendirian di lantai teratas karena ruangan VIP pastinya punya prioritas tersendiri. Ruangan VIP memiliki lantai tersendiri untuk setiap kegiatan pemeriksaan. Satu lantai sudah sepaket dengan ruangan operasi dan lab yang hanya di pakai khusus untuk pemeriksaan pasien VIP. Jadi tak perlu menunggu lama hanya untuk hasil labolatorium. Semuanya sepadan dengan harga tentunya. Tapi harga yang di bayar Mika rasanya sangat tinggi jatuhnya, ia berkali kali menelfon kakanya dan orang tuanya. Jawaban mereka hampir sama semua. Sedang tenggelam dalam kesibukan masing masing. Ada yang masih bekerja, ada yang masih di urusan bisnins dan bahkan belum menginjakan kaki di ibu kota. “Mika sekarat loh...” desah Mika sambil menaruh ponselnya di sampingnya. Dengan wajah yang
Mata Mika makin sipit jadinya saat ia tak bisa tidur dengan nyenyak dan malah memikirkan banyak hal untuk hari ini. Hari sudah menjadi esok dan Mika masih mengkhawatirkan kata kata Raka kemarin. Masih terngiang ngiang dan menakutinya tanpa ampun sampai ia tak bisa tidur. Mika memiringkan tubuhnya, sialnya! Saat ia sudah sangat ingin beristirahat. Matahari malah mengejeknya dengan terbit seperti belum waktunya. Tau tau sudah sangat pagi sampai kamarnya terkena pantulan cahaya yang keemasan. Orang orang bilang, ini adalah golden hour. Waktu emas karena kilatan cahayanya seperti emas. Tak di pungkiri, pagi hari sangat bagus bukan? Dan sepertinya, pintu neraka untuk Mika sudah di buka dengan sangat lebar sampai sengatan cahaya itu membuat ia silau luar dalam. Datang dua suster dengan p