Anya melangkahkan kakinya menuju kerumah masa kecilnya. Melihat wajah yang dikenalnya, satpam rumah itu segera membukakan pintu pagar untuknya. Sudah puluhan tahun silam bekerja dirumah itu sehingga ia mengenal Anya sejak Anya masih kecil.
" Wah Non Anya, tumben sekali datang ke rumah. Mau cari siapa, Non?" tanya Salim. Wajahnya yang sudah tua dan keriput tersenyum saat melihat Anya.
Anya membalas senyuman Salim. " Mau bertemu Natali, pak."
Anya tidak sempat bernada - basi dengan Salim. Saat ini pikirannya sedang kalut sehingga ia langsung menuju ke pintu rumah. Belum sampai di depan pintu rumah, seorang wanita paru baya buru - buru menghampiri dan mencegatnya. " Non, jangan masuk dulu. Besok saja kembali lagi. Nyonya sedang marah besar." katanya. Wanita itu adalah pembantu rumah tangga yang sejak kecil ikut merawat Anya sehingga ia menyayangi Anya seperti putrinya sendiri.
" Memangnya ada apa Bi, Ida?" tanya Anya dengan kebingungan.
" Itu, Non.....Nyonya...."
belum sempat Ida menjelaskan apa yang sedang terjadi, Mona tiba - tiba saja muncul dan menghampiri Anya. Tanpa basa - basi tangan kirinya langsung menjambak rambut panjang Anya yang terurai, sementara tangan kanannya menampar pipi Anya dengan keras.
" Dasar perempuan murahan!" teriaknya sambil terus menarik rambut Anya dengan keras.
Anya merasa kebingungan. Ia baru saja tiba, tetapi Mona tiba - tiba saja menyerangnya tanpa menjelaskan apa yang telah terjadi.
Anya berusaha untuk melawan. Ia memukul, mencakar dan melakukan segala cara agar Mona melepaskan jambakannya.
" Sakit Bu, Mona. Lepaskan! Apa salah saya?" kepalanya terasa perih karena rambutnya ditarik dengan keras, sementara pipinya terasa panas karena tamparan Mona. Bekas luka yang ditinggalkan oleh tamparan Mona terlihat jelas di pipinya yang putih.
Salim dan Ida sangat terkejut melihat hal ini. Semua ini terjadi begitu mendadak hingga mereka tidak sempat bereaksi. Setelah tersadar dari keterkejutannya, mereka bergegas menghampiri untuk menolong Anya. Namun Mona menatap mereka berdua dengan tajam dan berteriak
" Kalian mau saya pecat?"
Wajah Mona yang biasanya anggun menjadi menyeramkan saat melototi kedua orang tersebut, sementara matanya memerah karena amarah. Salim dan Ida merasa dilema. Mereka benar - benar ingin membantu Anya, tetapi mereka juga tidak bisa kehilangan pekerjaannya. Dimana mereka harus mencari pekerjaan baru dengan usia mereka yang sudah tua seperti ini?
Ancaman Mona membuat mereka berhenti, tetapi kegelisahan dan kecemasan tidak luntur dari wajah mereka. Mereka saling bertukar pandang dan berpikir, apa yang bisa mereka lakukan untuk membantu Anya.
" Dasar perempuan jalang! Beraninya kamu menggoda tunangan Natali! Dasar kurang ajar!" katanya sambil terus menarik rambut Anya dan memukulinya.
Tunangan? Apa maksud Mona sebenarnya?
" Saya tidak menggoda tunangan Natali. Saya tidak tahu apa maksud Bu Mona!" tangis Anya.
" Masih bisa mengelak? Dasar wanita tidak tahu diri!" Mona mendorong Anya hingga tersungkur ditanah. Kaki kanannya yang menggenakan sepatu hak tinggi menendang tubuh Anya.
Anya hanya bisa meringkuk, berusaha melindungi dirinya dari tendangan dan pukulan Mona.
"Saya sama sekali tidak mengerti. Apa salah saya? Saya hanya ingin bertemu dengan Natali..."
" Untuk apa kamu mencari Natali? Sekarang putriku menangis karena tindakanmu. Kamu telah menghancurkan hubungan Natali dan tunangannya. Kamu telah menghancurkan keluarga ini." teriak Mona.
Anya benar - benar tidak tahu apa yang membuat Mona memukulinya hingga seperti ini. Ia datang ke rumah ini untuk meminta penjelasan pada Natali, namun ia malah dipukuli atas perbuatan yang tidak ia lakukan.
" Saya benar - benar tidak tahu.... " tangisnya.
Mona melemparkan ponselnya hingga mengenai kepala Anya dan membentaknya. " Lihat itu! Apa kou masih cari alasan lagi?"
Anya meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya. Ia mengambil ponsel Mona dan melihat berita yang terpampang dilayar tersebut. Matanya terbelalak lebar, melihat potonya saat sedang keluar dari hotel disandingkan dengan foto seorang pria. Pria itu adalah pria yang berada di dalam kamar hotel bersamanya semalam!
Arsyad Atmajaya!
Pria yang bersamanya kemarin adalah Arsyad Atmajaya! Putra konglomerat dan CEO Atmajaya Group, yang tidak lain dan tidak bukan merupakan tunangan Natali!
Anya berteguk saat membaca berita itu. Ia tidak bisa mempercayai semua ini. Ia bahkan tidak tahu siapa itu Arsyad Atmajaya. Natali yang melakukan ini semua kepadanya!
Tetapi mengapa Natali menjebaknya dan mengirimnya ke kamar hotel tunangannya sendiri? Apa maksud semua ini?
" Pergi kou dari rumah ini, dasar anak kurang ajar! Jangan pernah menginjakkan kakimu di rumah ini lagi!" setelah mengatakannya, Mona berbalik dan membanting pintu rumahnya dengan keras.
Salim dan Ida langsung bergegas menghampiri Anya, membantunya untuk bangkit berdiri. Ida menanggis saat melihat kondisi Anya yang babak belur, tubuhnya dipenuhi dengan lebam - lebam. " Non, saya obati ya luka - lukanya."
Anya menahan tangan Ida dan mencegahnya agar tidak pergi. " Tidak usah, Bi. Saya tidak mau bibi sampai dipecat." Ia mengembalikan ponsel Mona kepada Ida dan bangkit berdiri.
" Maaf ya, Non. Kami tidak bisa berbuat apa - apa." Salim dan Ida merasa sangat bersalah. Namun, mereka tidak bisa menentang Mona. Mereka juga memiliki keluarga yang harus dibiayai.
" Saya mengerti kok, Pak Salim, Bi Ida." kata Anya sambil tersenyum, menenangkan Salim dan Ida. " Lebih baik saya pulang saja."
Salim dan Ida hanya bisa melihat kepergian Anya dengan sedih. Mereka tidak tahu mengapa keluarga Tirtayasa yang dulunya bahagia sekarang menjadi seperti ini....
Natali melihat semua kejadian ini dari jendela kamarnya sambil tertawa dengan keras. Selama ini, ia selalu membenci Anya. Ia merasa bahwa Anya memiliki segalanya di dunia ini. Cantik, pintar, terkenal.... Apa yang tidak Anya miliki di dunia ini?
Natali juga memiliki wajah yang cantik dan ia juga tidak bodoh. Tetapi mengapa ia tidak bisa menjadi seperti Anya? Anya dikenal sebagai gadis tercantik dikampusnya. Ia di cintai para dosen karena kecerdasannya dan banyak pria jatuh cinta padanya. Sedangkan Natali tidak bisa mendapatkan semua itu walaupun parasnya juga menarik. Ia malah harus terjebak dalam perjodohan dengan seorang pria yang buta.
Seiring berjalannya waktu, rasa kesal di hatinya semakin bertumpuk. Sikap Anya yang tetap baik dan lembut kepadanya malah memupuk kebencian di dalam hatinya. Ia tahu Anya memperlakukannya dengan baik karena ia menganggap Natali sebagai saudaranya sendiri, tetapi sikapnya Anya malah membuat Natali merasa jijik. Ia tidak sudi bersaudara dengan wanita itu!
Hari ini, ia merasa sangat puas. Ia melihat wanita yang di bencinya di hajar hingga babak belur di depan rumahnya, nama baik Anya juga hacur. Sekarang, ia bukan lagi Anya, gadis tercantik dikampus. Ia juga bukan Anya si murid kesayangan para dosen. Sekarang, semua orang akan mengenal Anya sebagai seorang wanita murahan yang menggoda pria demi kekayaan.
Seorang wanita murahan yang merebut tunangannya wanita lain...
Arsyad sedang duduk di sebuah kursi kantor yang mewah, memimpin sebuah rapat yang tengah berjalan. Layar di hadapannya menunjukkan presentasi para karyawannya mengenai strategi marketin yang akan mereka galang bulan depan. Kacamata hitam tidak pernah meninggalkan wajahnya meskipun ia sedang berada di dalam ruangan.Rapat sudah berlangsung selama tiga jam dan tidak ada tanda - tanda dari Arsyad untuk menghentikannya. Semua orang yang berada di ruangan tersebut merasa sangat lelah, tetapi tidak ada satu orang pun yang berani mengeluh di hadapan atasannya.Semua orang yang berada di ruangan itu sadar bahwa suasana hati bos mereka sedang tidak baik. Mereka semua mengenal Arsyad sebagai sosok atasan yang sangat tegas dan kejam. Arsyad menuntut performa terbaik dari para karyawannya dan akan memberikan imbalan yang setimpal dengan hasil kerja mereka. Tetapi ia juga tidak segan untuk memecat karyawannya yang tidak hormat jika mereka melakukan kesalahan atau tidak tidak bisa m
Anya membuka pintu rumahnya dengan sangat kelelahan, hari ini benar - benar hari yang panjang untuknya.Ia terbangun dari tidurnya dan menemukan dirinya berada dikamar hotel mewah yang tak dikenalnya. Ditambah lagi, ia bersama dengan seorang pria asing semalaman.Entah apa yang telah terjadi kemarin malam. Ingatannya terlalu kabur untuk mengingat kembali malam kemarin. Yang ia tahu pasti, ia telah kehilangan kesuciannya yang telah ia jaga baik - baik selama dua puluh tahun untuk calon suaminya di masa depan.Kejadian ini membuatnya sangat sakit hati dan kecewa. Ia telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga untuknya.Kenyataan menjadi lebih buruk ketika ia mengetahui bahwa pria yang bersamanya adalah tunangan Natali, Arsyad Atmajaya. Ia tidur bersama dengan tunangan Natali, tunangan saudara tirinya sendiri.Pria itu dikenal sebagai seorang tiran, pria yang kejam dan tidak berbelas kasihan sedikit pun. Semua orang menyebutnya sebagai
Ini hari pertama Anya bekerja di restoran, pagi - pagi sekali Anya bersiap - siap untuk bekerja. Karena tempat pekerjaan dari rumahnya agak jauh, sekitaran jam setengah enam Anya berangkat dan sampai pada jam enam pas.Anya bergegas pergi berjalan kaki menuju tempat kerjanya. Sesampainya disana, suasana restoran masih sepi, restoran pun belum dibuka oleh satpam yang biasa berjaga di sana.Mungkin Anya terlalu bersemangat untuk bekerja. Anya menunggu sekitar lima belas menit, tiba - tiba satpam yang berjaga direstoran itu membukakan pintu restoran." Selamat pagi pak" menyapa satpam itu." Pagi" jawab satpam dengan singkat, lalu pergi meninggalkan Anya.Sebari menunggu karyawan yang lain datang, Anya masuk ke restoran dan langsung membersihkan ruang restoran tersebut. Lima belas menit Anya bersih - bersih karyawan lestoran pun bermunculan.Salah satu karyawan perempuan menghampiri Anya yang sedang membereskan meja tamu."
Ini adalah hari kedua Anya bekerja di restoran. Dia bergegas pergi untuk bekerja, kali ini Anya berangkat jam setengah tujuh, Anya melangkahkan kakinya masuk dan absen.Di lihat semua karyawan sudah berdatangan, dan jam kerja pun berdering, mereka semua mengambil posisi mereka masing - masing dan memulai bekerja.Jam menunjukkan pukul dua belas siang, itu artinya jam makan siang bergantian.Aku dan Ambar makan siang bergantian, Ambar terlebih dahulu makan siang sedangkan aku harus menunggu Ambar terlebih dahulu untuk makan siang. Ambar adalah salah satu pelayan yang satu ship dengan Anya.Di sela - sela pekerjaannya seorang Asisten koki menyuruh aku untuk memberikan makanan yang sudah dihidangkannya kepada tamu yang berada ditempat kosong lima." Antarkan ini kepada tamu kosong lima." ucapnya menyuruh.Anya mengangguk dan langsung memberikannya pada tamu tersebut." In, pak. Silahkan dinikmati." ucapnya." Saya ti
" Maaf, pak. Saya tidak mengenal bapak. Saya tidak mau pergi bersama dengan orang yang tidak dikenal." jawab Anya dengan tegas." Tapi, Nona...." belum sempat Abdi menyelesaikan kalimatnya Anya langsung kembali memotongnya. " Maaf ya, pak." katanya sambil berusaha untuk menutup pintu dan mengusir abdi secara halus.Abdi tahu bahwa ia tidak bisa memaksa Anya untuk ikut dengannya. Bagaimana pun juga, wajar saja jika seorang wanita bersikap waspada. Tidak seharusnya ia mengikuti pria tidak dikenal secara sembarangan.Namun Abdi juga tidak bisa pulang dengan tangan kosong. Ia segera menghentikan Anya sebelum pintu rumah tersebut ditutup, " Nona, tuan Arsyad meninggalkan kartu namanya untuk anda. Anda bisa menghubungi jika anda berubah pikiran." katanya sambil menyerahkan selembar kartu nama pada Anya.Anya merasa lega karena pria paruh baya di hadapannya ini tidak memaksanya untuk ikut bersama dengannya. Ia menerima kartu nama yang diberikan ole
Anya menatap gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Gedung itu terlihat sangat modern dan mewah. Ia merasa tidak pantas berada di sana.Atmajaya Group.Tulisan besar itu terpampang di bagian atas gedung, menandakan bahwa seluruh gedung itu merupakan milik keuarga Atmajaya.Semua orang yang keluar masuk dari tempat itu tampak sangat rapi. Para pria yang berlalu - lalang ditempat tersebut menggenakan jas atau kemeja lengan panjang dengan sepatu pentofel yang telah di poles hingga mengkilat. Sementara para wanita menggenakan gaun formal yang terlihat mahal dan sepatu hak tinggi yang membuat mereka tampak lebih anggun dan dermawan.Anya melihat penampilannya saat ini dari pantulan kaca gedung tersebut. Ia hanya mengenakan kaos biasa dengan celana jeans dan juga sepatu keds. Penampilannya benar - benar tidak sesuai dengan tempat yang ia datangi kali ini. Tetapi ia tidak peduli, satu - satunya yang ia pikirkan saat ini hanyalah biaya rumah sa
Hanya Anya dan Arsyad yang sedang berada di dalam lift. Itu karena mereka menggunakan lift pribadi milik Arsyad. Lift itu tidak bisa digunakan oleh sembarang orang. Hanya beberapa orang saja yang memiliki akses menuju lift tersebut, seperti Haris, asisten kantor Arsyad dan Abdi.Suasana di lift itu terasa sangat canggung. Atau lebih tepatnya, hanya Anya yang merasa seperti itu. Sesekali ia mencuri - curi pandang ke arah Arsyad, berharap pria itu akan memecah keheningan di antara mereka.Sayangnya, Arsyad tidak mengatakan apapun. Ia memandang lurus ke depan sambil menanti lift itu tiba di lantainya. Dibalik kacamatanya yang hitam, ia bisa melihat Anya yang terus menerus bergerak karena gelisah. Bibirnya sedikit melengkung, membentuk senyum tipis, ketika melihat gerak - gerik wanita di sampingnya itu.Hari ini, rambut hitam Anya yang biasanya bergerai tampak di kuncir satu, membuatnya terlihat lebih muda. Terkadang, tangannya menyisir anak - anak ram
Ruangan itu kembali sunyi. Hanya ada mereka berdua, ditemani dua cangkir teh yang terabaikan di atas meja.Arsyad duduk bersandar di sofanya dengan santai sambil menatap Anya yang ketakutan di hadapannya. Wanita itu seperti kelinci kecil yang gemeteran seolah Arsyad adalah harimau yang akan menerkamnya. Ia duduk dengan tegak, seolah takut jika lengah sedikit saja ia akan langsung di telan.Anya menyisir anak rambut yang berantakan di pipinya. Tanpa senghaja tangannya menyentuh luka karena tamparan Mona. Luka itu terasa perih, sehingga ia meringgis menahan rasa sakit.Arsyad memperhatikan semua gerak - gerik Anya. Ia bisa melihat Anya meringis saat menyentuh pipinya. Tubuh Arsyad langsung menegang saat memikirkan ada sesuatu yang terjadi pada Anya. Ia segera bangkit berdiri dari tempat duduknya, mencondongkan tubuhnya ke depan dan memegang dagu Anya sehingga ia bisa melihat wajahnya dengan jelas.Tangannya memegang dagu Anya sedikit keras kar