Share

MY SEXY CEO
MY SEXY CEO
Penulis: Noviyadep

1. Retak

Sekitar jam tujuh pagi, terlihat seorang gadis sedang duduk di depan meja rias miliknya. Bukan untuk merias wajah, melainkan hanya memandangi wajahnya yang sembab dan penuh air mata hingga detik ini. Tatapan itu selalu kosong ketika rasa sakit menyerang hatinya. Terhitung sejak semalam dia tak bisa tidur nyenyak hanya karena memikirkan nasibnya yang selalu tidak beruntung. Dada terasa sesak, kepala penuh masalah, dan lagi-lagi dia merasa diambang kematian.

Gebrakan pintu membuat isak tangisnya terhenti seketika, menekan dada yang tiba-tiba sakit akibat terlampau terkejut.

"Airyn, kamu punya simpanan uang? Beri Papa uang sedikit dong. Pinjam, Papa ngutang dulu sama kamu, besok Papa ganti. Papa butuh banget buat pagi ini."

Pria paruh baya yang terdapat banyak uban di kepalanya itu tak memedulikan tangis maupun kepiluan hati putrinya, langsung menggeledah tas gadis bernama Airyn tersebut.

Apa Airyn akan menolak dan berontak?

Tentu saja tidak. Dia tidak punya keberanian dan itu juga akan berujung sia-sia.

Kalau papanya berkata A, dia akan melakukan segala cara agar mendapatkannya tanpa mendengarkan rengekan Airyn buat berhenti.

Ketika menemukan uang sekitar seratus tiga puluh ribu, pria itu mengukir senyum lebar dengan mata berbinar terang.

"Papa pinjam semuanya. Kamu berangkat kuliah sendiri dulu ya, naik angkot. Ah, ini Papa sisain sepuluh ribu buat ongkos bolak balik. Cukup, 'kan? Kalau kurang, ngutang dulu sama Kang Ujang, bilang nanti Papa yang bayar kalau menang judi."

"Pa, sampai kapan mau kayak gini terus?"

Tidak ada jawaban.

Papanya pergi begitu saja setelah meletakkan uang sepuluh ribuan di atas tempat tidur Airyn. Naik angkot cukup, bahkan masih ada kembalian. Hanya saja, jalur angkot tidak sampai ke depan kampusnya. Airyn harus jalan kaki yang terbilang jauh atau naik ojek lagi untuk mempersingkat waktu tempuh. Bolak balik rumah setidaknya memerlukan lima belas sampai dua puluh ribu.

Airyn malu kalau harus minta tolong Kang Ujang, apalagi dengan alasan ngutang untuk kesekian kalinya. Papa Airyn lupa jika hutang yang sebelumnya saja belum dibayar, tidak mungkin ngutang lagi.

"Papa kapan mau berubah?" Bibir Airyn kembali bergetar. "Pantas aja Mama tinggalin kita, sikap Papa dari dulu nggak pernah mau lebih baik. Setiap hari sibuk mengurus pelacur, mabuk, judi, dan bikin masalah. Aku malu, Pa, aku juga sedih liat Papa kayak gini terus."

Tidak lama sekitar dua bulan lalu, Mama dan Papa Airyn resmi bercerai—setelah berbulan-bulan mamanya pergi dari rumah. Wanita itu memaksa sang suami untuk menceraikannya agar bisa bebas bersanding dengan pria lain.

Airyn tidak mungkin ikut mamanya, meski sangat ingin. Wanita itu bersikeras melarang Airyn tinggal bersamanya, sebab tak sanggup jika harus menanggung biaya hidup dan Airyn juga masih duduk di bangku perkuliahan.

Sebenarnya mama dan papa Airyn sama saja. Mereka punya sikap sebelas dua belas. Oleh karena sama-sama keras, akhirnya pernikahan mereka tidak bisa diselamatkan lagi.

Menyudahi aksi menangisnya, Airyn mengambil tas dan langsung pergi ke kampus. Dia ada kelas tepat pukul delapan.

Tidak ada rasa senang selama menjalani perkuliahan, Airyn justru sangat tertekan. Papanya yang sangat ingin Airyn masuk perguruan tinggi dengan biaya nekat. Akhirnya setiap masa pembayaran tiba, pria itu selalu membuat masalah untuk mendapatkan uang. Entah mencopet, menipu, atau merampas secara paksa kepunyaan orang-orang lemah yang tak bisa melawan. Dia seseorang preman yang diakuti di daerah mereka.

"Airyn, di mana Mas Guntur?" Seorang wanita berpakaian seksi menghampiri Airyn, menghadangnya di pinggir jalan. Dia salah seorang pelacur yang dirawat oleh papanya.

"Papa di tempat biasa, main judi." Airyn tersenyum simpul, tidak malu mengakuinya karena sudah sangat terbiasa dengan orang-orang sekitar. Asal tidak teman-temannya yang tahu, Airyn tidak masalah.

"Ada anak baru mau gabung, cantik dan masih muda. Kayaknya masih perawan, mahal ini sekali mainnya. Mas Guntur pasti suka."

Airyn tidak menanggapi, memilih melanjutkan langkahan menuju terminal angkot.

Selain preman, papa Airyn juga bekerja sebagai mucikari—merawat dan memfasilitasi para pelacur yang ingin bekerja pada rumah bordil. Bahkan rumah yang saat ini Airyn tinggali bersama papanya masih berada di kawasan para pelacur. Rumah khusus untuk mereka yang diberi nama rumah susun Anggrek.

Tidak heran Airyn memilih tak punya teman dekat sejak dulu, dia takut dikucilkan jika di antara teman-temannya mengetahui siapa Airyn sebenarnya. Meski dia tak pernah melacur, tapi tempat tinggalnya membawa pengaruh buruk bagi pandangan setiap orang.

Sesampainya di terminal angkot, Airyn mengerutkan kening jika tak ada satu pun angkot yang berada di sana.

"Pak, angkot pada ke mana?"

"Sebagian dipesan untuk acara nikahan, sebagian lagi sedang narik, Neng."

"Astaga, aku telat dong." Airyn mendesah kecewa, padahal waktunya tidak banyak lagi jika harus menunggu ada angkot yang kembali ke terminal.

Saat Airyn nyaris frustasi memikirkan cara untuk sampai ke kampus, pertolongan datang. Kang Ujang tiba-tiba menawarkan tumpangan.

"Ayo, Neng, saya antarkan seperti biasa."

Tatapan Airyn menyendu. "Utang yang kemarin udah dibayar Papa, Kang? Aku nggak enak, soalnya Kang Ujang juga susah cari duit buat keluarga."

"Tenang, Neng Airyn, kemarin udah dilunasin."

Senyum kecil Airyn terbit, dia sangat lega. Selama ini beban pikiran Airyn terbagi-bagi, dia bahkan sampai menghindari Kang Ujang dan beberapa orang lainnya karena malu akibat hutang maupun perlakuan kejam papanya.

***

Ternyata setibanya di kelas, Airyn dikabari temannya jika perkuliahan hari ini terpaksa harus dikosongkan karena dosen pengampu memiliki rapat penting yang tidak bisa ditinggalkan. Untunglah ada mata kuliah kedua yang akan masuk satu setengah jam akan datang, jadi Airyn tidak terlalu merasa sia-sia sudah mengorbankan waktu, tenaga, dan biaya untuk sampai ke kampus.

"Ai, ternyata rumah lo di daerah rumah susun Anggrek? Gue baru tau. Nyokap lo pelacur sana atau lo juga bagian dari mereka?" Salah seorang cowok sekelasnya mencegat Airyn di pintu, geleng-geleng dengan kedua tangan terlipat di dada.

Semalam cowok itu ke rumah susun Anggrek, tidak disangka melihat Airyn tengah mengobrol dengan seorang pria paruh baya di sana. Ternyata setelah dia pastikan, Airyn anak dari salah seorang mucikari.

"Polos-polos gini ternyata pelacur?" Dia mengulum senyum, berusaha menyentuh pipi Airyn. "Jadi penasaran gimana rasa lo."

"Aldo, cukup!" Airyn geregetan pada cowok bernama Aldo ini. Dia pernah menyukai Airyn, tetapi dengan tegas Airyn tolak untuk melindungi dirinya sendiri.

Siapa yang tidak tahu kelakuan Aldo, dia cowok berandalan yang selalu sombong dengan kekayaannya. Seolah apa pun bisa dia dapatkan dengan uangnya.

"Berapa semalamnya, Ai?"

Airyn memicing, menatap ke arah luar di mana dua teman Aldo sedang menunggu cowok itu selesai bicara padanya.

"Gue mau semalam. Gue bayar dua atau tiga kali lipat. Atau perlu hubungin bokap lo dulu kalau mau nyewa pelacurnya?"

Karena sejatinya Airyn ini banyak takutnya, akhirnya dia hanya bisa menangis mendengar Aldo merendahkan dirinya. Bukan tidak bisa melawan, lebih tepatnya takut semakin dipermalukan hingga harga dirinya habis terinjak-injak. Aldo bisa melakukan apa pun, Airyn takut sisa perkuliahannya berujung sia-sia.

"Kenapa menangis, sih? Gue nggak nyakitin lo, Ai, setop berlebihan nanggepin gue. Jawab aja, berapa? Nanti sekitar jam sebelas gue ke rumah susun Anggrek. Lo mau kita di sana atau ke hotel?"

Airyn menggenggam erat tasnya, lalu nekat melewati Aldo dan mendobrak pintu secara paksa hingga terjatuh di hadapan teman-teman. Airyn tidak memedulikan tatapan orang-orang yang menyadari tangis dan ketakutannya, dia segera menuju toilet yang berada tepat di ujung lorong kelas.

Airyn melangkah sambil menunduk, tidak nyaman jika tangisnya menjadi pemandangan yang lain. Dia tidak bisa berhenti menangis, karena suasana hatinya pun sudah terlanjur kacau.

Belum sampai toilet, Airyn tidak sengaja menabrak seseorang hingga membuatnya hampir saja terjatuh lagi andai tidak ditahan oleh dia yang saat ini berada di hadapannya. Pria bertubuh jangkung yang sedang mengangkat telepon.

Bukannya meminta maaf pada pria itu, Airyn malah dengan lancang memeluknya tanpa tahu malu. Menjadikan dada pria yang tak dikenal sebagai sandaran untuk meluapkan tangis.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Noviyadep
Terima kasih, Bunda Ina🩷
goodnovel comment avatar
Ina Agustina
bab pertama aza udah seru...lanjut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status