Pagi datang membawa berita baik untuk mereka yang menyambut dengan riang gembira penuh dengan senyum di atas paras mereka. Akan tetapi untuk beberapa orang yang sedang berada dalam duka, pagi ini akan menjadi luka baru yang menumpuk di atas luka lama kemarin petang. Untuk Xena, ia bahagia! Sebab menutup hari dengan mendengar suara Daffa Kailin Lim sebagai pengobat kantuk yang melanda.
Daffa memang tak bertanya spesifik mengenai kabar Xena malam kemarin. Ia hanya bertanya dan berbasa-basi mengapa Xena tak datang dan memenuhi janjinya untuk bergabung dengan Nea juga dirinya. Seakan tak puas dengan apa yang sedang diperbincangkan, Daffa terus saja mencari dan membelokkan arah obrolan mereka hingga satu jam berputar penuh menyusuri angka-angka yang mengelilingi jam dinding tengah ruangan. Bertanya ini itu pasal hari Xena juga menceritakan pasal yang terjadi pada Daffa kemarin. Sesekali menyingung pasal Nea yang mengubah mood Xena menjadi sedikit turun.
Gadis itu tert
Kelas dimulai selepas bel nyaring berfrekuensi tinggi nan panjang tak berhenti selama beberapa detik berselang terdengar menggema di seluruh penjuru sekolah. Menandakan bahwa inilah waktu yang tepat untuk memulai pembelajaran dan membuka telinga juga mata serta menyiapkan otak juga pikiran untuk menyimpan ilmu baru yang akan diberikan. Waktunya serius! Tak ada bayangan indah tentang Daffa Kailin Lim apalagi tentang si saudara tiri yang suka melucu, Abian Malik Guinandra. Xena hanya memfokuskan tatapannya jauh ke depan.Selepas perginya Daffa dan datangnya jam pembelajaran, Xena hanya diam tak bersuara apapun. Sesekali tersenyum juga menggeleng dan mengangguk untuk menanggapi kalimat singkat dari si teman sebangku, Nea Oktaviana.Merasa bersalah selepas Daffa berdusta pasal panggilan yang dilakukannya bersama Xena? Tidak juga. Bagi Xena itu kesalahan Daffa secara murni. Ia tak berniat berbohong atau berdusta untuk 'bermain' di belakang si sahabat dekat. Akan tetapi,
Suasana riuh kala jam istirahat menyela. Menyudahi segala ketegangan yang ada di dalam diri untuk sejenak melepas penat dan lelah dalam raga. Merilekskan jiwa dengan menikmati suasana khas jam istirahat di lingkungan sekolah. Dua gadis berparas cantik kini tegas berjalan membelah padatnya kerumunan yang memenuhi lorong sekolah. Sesekali saling melirik selepas tersadar ada yang tak beres dengan situasi yang sedang terjadi siang ini. Xena menyenggol bahu lawan berjalannya. Menarik perhatian gadis dengan rambut pendek dan poni tipis yang menutupi jidatnya. Ada yang salah! Itulah arti tatapan Xena untuk Nea siang ini. Tak ingin banyak berucap, gadis itu hanya bisa mempercepat langkah untuk menghindari situasi menyeramkan kala seluruh mata memandang fisik milik gadis introvert itu.Kini keduanya menepi. Berjalan di lorong tak terlalu ramai hanya berisi beberapa teman-teman berseragam sama yang tak lagi menatapnya dengan tatapan aneh bak singa yang sedang kelaparan dan melihat mangs
"Danita!" Xena berteriak. Memanggil gadis yang baru saja ingin menyendok bakso besar yang ada di dalam mangkok di atas meja. Bukan hanya sepasang mata yang tegas menatap paras cantik milik Xena. Akan tetapi puluhan! Bukan hanya satu orang melainkan seluruh penghuni kantin sempit yang akan berdesakan kalau jam istirahat datang menyapa.Xena meneruskan langkahnya. Berdiri tepat di sisi gadis yang masih terdiam sembari membelalakkan kedua mata bulatnya. Raut wajah gadis yang baru saja meneriaki namanya bisa dibilang tak bersahabat sekarang."Lo gak papa 'kan?" tanya Danita terbata-bata. Membuat Xena kini menghela napasnya ringan. Dalam sejarahnya menjadi seorang siswi di sekolahannya, Xena tak pernah berteriak bahkan menghampiri gadis yang bisa dibilang dekat dengannya itu menggunakan eskpresi wajah begini. Xena adalah pendiam! Dalam artian bukan gadis baik yang 'malu-malu' untuk menjaga image baiknya di depan umum. Xena diam dan memilih menyingkir dari keramaian sert
Tatapan remaja itu menajam bak elang yang sedang membidik mangsanya dari atas udara. Dalam diam, gadis yang menjadi objek tatapan remaja jangkung berponi naik itu paham benar kalau datangnya sang pujaan hati bukan sebab rindu menggebu yang menguasi dalam diri. Abian Malik Guinandra, datang kemari menemui dirinya dengan tatapan tajam, marah yang berapi-api serta segala helaan napas berat itu pasti dengan maksud dan tujuan yang mendasar. Entah kesalahan apa yang sudah dilakukannya hingga Malik, remaja yang sudah bertahun-tahun lamanya ada dan bersarang di dalam hatinya mau datang dan menghampirinya terlebih dahulu.Dalam sejarah hidup seorang Hela Ileana menjadi ‘dewinya’ Sekolah Menegah Atas Cakra Binanta, Malik tak pernah mau datang dan menghampirinya untuk bersua dengannya terlebih dahulu. Harus Hela yang melakukannya. Selalu dirinya lah yang memulai segalanya terlebih dahulu. Bahkan, terkadang ketika Hela sedang berbicara pada remaja jangkung itu i
“Gue yang ngasih tahu,” sela
“Kenapa lo melakukannya?” Malik mulai berbicara. Nada tegas dengan tatapan mengintimidasi adalah caranya bercengkerama dengan dengan Daffa siang ini.“Melakukan apa?” tanya remaja itu berbasa-basi. Sukses membuat Malik membuang tatapannya dan menghela napasnya berat.Remaja itu kini berkacak pinggang dan kembali menatap Daffa dengan benar. “Gue akan langsung ke intinya karena gue tahu lo adalah orang goblok,” sarkasnya dengan nada melirih.Daffa hanya tersenyum miring sekarang ini. Menunggu kalimat dari Malik yang masiih fokus untuk menenangkan amarahnya sekarang. Hanya sebab ia datang dan menyela Malik yang sedang berbincang dengan Hela, remaja jangkung itu terlihat semarah ini sekarang? Daffa rasa tidak. Ia yakin benar bahwa Malik marah dan emosi saat ini sebab satu hal yang pasti.“Kenapa lo melakukan semua kebohongan untuk membantu Xena dan kenapa lo tele
Xena berjalan ringan menyusuri lorong sekolah yang akan menghantarkan dirinya masuk ke dalam kelas. Bersama dengan remaja jangkung yang baru saja membuat Nara kalah telak. Xena tak tahu kalau Bara adalah remaja yang pandai jikalau disuruh untuk bersilat lidah seperti tadi. Seakan bermain kata-kata adalah caranya untuk menjalani kehidupan remaja yang penuh dengan liku dan permasalahan. Remaja itu membantu Xena untuk memenangkan pertengkarannya dengan Nara. Membuat gadis itu bungkam dan pergi begitu saja tanpa berani untuk banyak berucap lagi."Makasih untuk bantuannya." Xena menyela langkah dengan memberikan kalimat singkat penuh keraguan dan rasa canggung yang mendominasi di dalam dirinya saat ini."Sama-sama." Bara menyahut. Sejenak menoleh pada gadis bermata indah yang masih saja canggung dengan terus mencuri-curi pandang ke arahnya. Bagi Xena ini adalah momen kali pertamanya berjalan dengan seorang laki-laki di lingkungan sekolah. Juga meningkat Bara adala
"Tentu karena yang tanya itu adalah lo." Deg! Kalimat itu terbayang-bayang di dalam pikiran Xena sekarang ini. Membuat langkah yang baru saja kembali tercipta itu tak tentu arah sebab fokusnya yang berubah. Xena tak mengerti, seperti apa Bara itu? Jikalau di lihat sekilas pandang saja, pemilik nama lengkap Haidar Bara Ivander itu adalah remaja yang berkharisma dengan ketenangan dan kedamaian yang ada di sekitarnya. Cara Bara menyikapi dunia tergolong tenang dan menguasai. Seperti layaknya Daffa Kailin Lim. Ia menemukan orang yang berbeda untuk kesekian kalinya. Jikalau Malik adalah remaja yang suka menanggapi 'dunia' dengan melucu dan melawak untuk mencairkan suasana, Bara dan Daffa adalah tipe orang dingin dengan penguasaan yang tenang dan berwibawa.Bedanya, Bara terlihat begitu misterius dari pada Daffa yang tergolong biasa tak ada yang ditutupi oleh remaja itu. Banyak orang mengetahui kehidupan Daffa. Namun dari semua fakta yang dimiliki remaja itu, tak satupun mampu