Sorot mata semua tamu tertuju pada kedua pengantin ini. Putri berjalan dengan angun menuju altar pernikahan. Dafa dengan jas hitam berjalan gagah menemui Putri. Putri berbinar dengan tawa yang ia tahan.
Putri berjalan beriringan dengan Dafa. Semua sisinya di penuhi orang-orang yang memotret mereka. Penghulu sudah duduk di altar menunggu calon pasutri ini. Mereka berdua berjalan dengan sangat serasi. Semua orang bergumam menyanjung Putri dan Dafa.
"Cantik banget istrinya."
"Ganteng sama cantik cocok banget."
"Serasi."
Suara itu mengema seisi ruangan. Sekerika ruangan itu hening hanya ada suara pak penghulu.
"Ayah dari Putri silahkan!"ujar penghulu.
Ayah Putri itu duduk di samping penghulu. Dia menjabat tangan Dafa dan kedua tangan mereka saling bertautan.
"Pengantin pria siap?" Dafa mengangguk. "Pengantin wanita siap?" Putri yang tadinya menunduk dengan segara dia mendongak dan menatap pak penghulu.
Ayah Putri itu menghela nafas singkat sembari mengucapkan kalimat basmalah.
"Bismillah." Dafa bergumam dan segera meluruskan pandangannya pada Ayah.
"Bismillahirrahmanirrahim, saya nikahkan engkau Dafa dirgantara bin Pratama dengan putri saya Putri anindya binti Wahyu dengan maskawin seperangkat alat sholat di bayar tunai."
"Saya terima nikahnya Putri anindya binti Wahyu dengan maskawin seperangkat alat sholat, tunai."
"Sah?" Pak penghulu menyahuti.
"Sah!" Teriak para tamu.
Alhamdulillah. Lastri bersama Fani ibu dari Dafa itu saling berpelukan. Putri dan Dafa saling menatap. Putri mencium punggung tangan Dafa dan Dafa mencium pucuk kepala Putri. Keduanya bertukar cincin.
Para tamu itu mengantri untuk memberikan selamat pada pengantin baru ini.
Silva juga hadir di pernikahan sahabatnya itu. Dia memeluk Putri memberikan selamat meski itu tidak membuat Putri bahagia.
"Berarti besok kalian bulan madu?"tanya Silva berbisik pada Putri. Putri hanya berdehem memberi jawaban pada Silva.
Tamu-tamu sudah mulai sepi. Silva berpamitan pulang. Pelukan hangat kedua sahabat itu terasa begitu lama. Silva melambaikan tangan pada sahabatnya yang sudah resmi menjadi seorang istri.
Putri melihat bunga di sekelilingnya. Rasanya ingin membawa pulang semuanya. Dia adalah istri dari seseorang mulai sekarang. Apa dia akan memasak, menyapu, bangun pagi dan dijadikan babu oleh suaminya itu. Hanya hal yang mungkin terjadi yang ia pikirkan. Putri melirik Dafa yang berdiri menjulang tinggi disampingnya itu. Dia menyenggol lengan Dafa dengan dengan lengannya. Dafa menoleh menatap Putri. Dafa menganggut bertanya pada Putri.
"Boleh gak bunganya di bawa pulang?" Putri mengangkat bucket bunga di tanganya sejajar dengan dada Dafa.
Dafa mengangguk. "Buat apa emang?"
"Bagus." Putri berbinar. Dafa juga tersenyum melihat istrinya itu. Putri mendongak, ini kali pertama dia melihat senyum Dafa dari dekat.
Dafa dan Putri sudah menganti baju dengan baju biasa. Putri mengenakan hoodie pink dan rok selutut. Dafa hanya mengenakan kaos hitam dan celana jeans. Putri berdiri bersama Lastri dan Fani. Sedangkan Dafa sedang berbincang dengan Ayahnya.
"Dia masih sekolah! Tahan sampai lulus!"
Dafa mengernyitkan dahinya. "Dia istri ku jadi suka-suka aku kalau mau ngapain dia!" Dafa tersenyum miring dan pergi meninggalkan Pratama. Pratama itu kesal melihat putranya yang sama sama sekali tidak peduli.
Dafa menghampiri para perempuan itu dengan senyum yang melebar.
"Ibu tinggal ya,"ucap Lastri menepuk pundak Putri. Putri tersenyum palsu. Dia mencium punggung tangan Lastri dan Fani bergantian. Kedua wanita itu melangkah pergi meninggalkan anak-anak nya. Pratama menepuk pundak Dafa dan berlalu begitu saja tanpa sepatah kata pun.
Dafa menarik tangan Putri ke arah papan selamat yang di berikan para tamu itu. Banyak bunga segar di sampingnya. Dafa melepaskan gengamannya. Dia mengambil beberapa bunga yang indah dan ia berikan pada putri.
"For me?" Putri mengambil bunga itu.
"Yes, from me." Bibir keduanya tertarik. Ahh so sweet.
Sebuah apartemen dengan dua kamar. Tidak bisa satu kamar? Jelas tidak. Putri berada di kamarnya ingin menganti baju. Dia mengangkat bajunya.
Brakk
Pintu itu terdorong oleh Dafa. Putri segera menurunkan bajunya kembali. Dafa melotot sambil cengengesan.
"Waeyo?" Putri menggerutu dengan bahasa koreanya.
"Nee?"balas Dafa dengan logatnya.
"Argh! Keluar!" Putri mendorong tubuh Dafa tapi tubuh Dafa tidak tergeser sedikitpun.
Dafa membuka lengannya lebar dan segera memeluk erat tubuh Putri. Dia berhenti mendorong Dafa dan diam terkejut.
"Yakk! Ahjusi!" Putri berteriak memukul dada Dafa.
"Ahjusi ahjusi! Mas Dafa!"ujarnya menatap Putri yang mendongak.
Dafa berjalan mundur dengan tubuhnya yang masih memeluk Putri. Dafa berjalan ke arah kasur. Putri semakin merengek. Sialan.
"Ya huhuhuhu ahjusi!" Putri merintih sedih ketika kakinya sudah mepet dengan ranjang.
Dafa akan menindih Putri? Astaga.
Brukk
Putri terbaring di kasur dengan Dafa yang masih memeluk tubuhnya. Dafa menindih tubuh Putri membuat Putri merengek. Sial! Dia berat sekali.
"Mari tidur bersama!" Dafa mengajak dengan senyum sinis di bibirnya.
"Gamau! Aniyo ahjusi!" Putri merengek lagi.
Putri mendorong tubuh kekar Dafa tapi nihil pria itu tidak bergerak sedikitpun.
"Mas Dafa!"pinta Dafa menyeringai.
Putri menggeleng. Dia kembali mendorong tubuh Dafa. Lelah hampir lima menit dia berusaha. Benar-benar sial.
"Akh! Bangun pak!"rengek Putri lagi.
"Gamau, panggil Mas Dafa dulu!" Dafa meletakkan tangannya di dada Putri.
"Penganiayaan. Tak bilangin Ayahku loh!" Putri lelah dia mulai mengancam.
"Mas Dafa dulu!"ucap Dafa lagi.
Mas Dafa? Ih geli. Bukan tak mau mengucapkan nya tapi dia hanya malu dan tak mau membuat Dafa menjadi besar kepala nantinya.
"Ayolah dek!" Suara serak Dafa membuat bulu Putri berdiri ngeri.
Jantungnya benar-benar tidak karuan. Ini begitu mustahil. Apa? Mas Dafa? Tidak. Kupu-kupu itu kembali memutari perutnya. Ini rasanya menjadi seorang istri dari seseorang yang tidak dicintai. Nama yang begitu berarti membuatnya tidak ingin menaruh harapan pada Dafa. Bagaimana jika nantinya Putri tidak bisa mempertahannkan pernikahan ini. Tidak bisa dibayangkan.
"Malah bengong!"celetuk Dafa membuat lamunan Putri buyar. Dafa menggelitiki perut Putri membuat Putri menggeliat geli. Menyebalkan sekali.
"Udah udah ahahha,"ucapnya disertai tawa yang pecah.
Dafa yang tuli itu sama sekali tidak mendengarkan Putri. Dia pantang menyerah sebelum Putri memanggilnya 'mas'.
"Ahahaha hajima ahjusi! Berhentilah pak!" Suara nyaring Putri semakin keras.
"Mas Dafa udah!" Satu kalimat yang diucapkan Putri membuat Dafa berhenti sejenak dan lanjut menggelitiki Putri.
"Mas Dafa!ucap Putri sedikit berteriak.
Dafa berhenti dan berdiri. Putri menghela nafas panjang. "Mau bikin aku mati?"celetuk Putri.
Dafa terkekeh. "Hem, gemes banget si babi!" Dafa mencubit keras pipi gembul Putri. Sakit, Putri memegangi pipinya.
"Kekerasan dalam rumah tangga tidak busa dibiarkan,"kata Putri. Dia melangkah mengambil ponsel di mejanya.
Dafa mengambil ponsel itu. "Mau ngapain?"
Putri tersenyum kecil. "Kembali ke kamar mas!"ujarnya mulai candu dengan panggilan barunya untuk Dafa.
Dafa menggeleng. Putri menunjuk kamar Dafa di sebrang.
"Oke,lirih Dafa memutar badannya. Dia berjalan menuju kamarnya, membuka pintu lalu menutupnya.
"Sweer dream suamiku!" Putri berteriak sekalian menggejek Dafa. Putri menutup pintu kamarnya lalu membaringkan tubuh dan pergi terbang ke alam mimpi.
Bukan malam yang sama sepert pasangan suami istri disana. Mereka pisah ranjang bahkan lebih tepatkan pisah kamar. Putri pikir dia harus menerima suami sialannya itu. Begitu juga dengan Dafa, dia harus menerima sikap istrinya.
Pagi ini di apartemen Putri dan Dafa. Elusan hangat matahari membuat tidur semakin hangat. Udara yang menerpa membuka tirai jendela. Burung-burung berterbangan bebas. Selimut hangat menyelimuti Putri. Matanya masih terpejam dengan tubuh yang tengkurap. Sedangkan di kamar Dafa terasa amat panas matahari menyilaukan kedua matanya. Dafa membuka mata pelan dan mulai megedarkan pandangannya. Kian manik matanya tertuju pada jam dinding di tembok hadapannya. Pukul tujuh. Dafa bergegas bangun, dia berlari keluar kamar.Dafa mendorong pintu kamar Putri. Dafa menyeka rambutnya kasar. "Bangun!" Dafa berteriak sembari mengangkat tubuh Putri membuat Putri bangun kaget.Putri memberontak. "Apaan sih pak?"lirihnya dengan suara berat karena masih ngantuk.Dafa mengangkat tubuh Putri hingga gadis itu berdiri tegak. "Liat jam berapa?!" Dafa menunjuk jam tangannya.Putri membelalakkan matanya. Dia berlari memasuki kamar mandi yang berada di kamarnya.
Hari-berganti hari… detak-detak jarum jam menghantarkanku pada suasana yang baru, suasana yang berbeda dari hari-hari kemarin. Mentari pagi tampak tersenyum gembira seakan ingin menyapa. Aku siswi bersuami baru sampai di samping sekolah. Aku ingin tertawa sejenak ketika mengingat kejadian kemarin malam."Putri, bangun!""Apa?""Anterin saya ke kamar mandi.""Pergi sendiri!" Pasalnya kamar Dafa tidak ada toilet nya."Ayolah, di luar gelap tau!" Pria ku itu menggerutu."Gamau!" Aku menolak dan melanjutkan tidur ku.Aku menolak karena memang sangat mengantuk. Aku pikir pria itu akan pergi sendiri tapi dia malah melanjutkan tidurnya dengan menggenggam batu yang ia ambil di vas bunga miliknya.Aku mencium punggung tangannya karena sudah kewajiban ku kepada yang lebih tua. Dia tersenyum sekilas lalu membuang muka. Dia marah? Tentu. Namun, aku? Tidak peduli sama sekali.AUT
Malam begitu tenang mengiringi keindahan suasana rumah di malam hari kecuali jika Dafa datang. Langit cerah dihiasi bintang-bintang bertebaran menemani gagahnya raja malam yang bersinar terang menebar cahaya berkilauan. Nyamuk juga tidak mau kalah, terbang kesana kemari berhamburan mencari hamparan kulit untuk mengobati kehausan.Putri sudah dibekali makanan ringan di meja serta laptop yang sudah siap. Di akan begadang untuk mengatasi insomnia nya. Dia memutuskan untuk melihat para suaminya. Film Korea dengan judul 'my little bride'.22.30Film itu sudah terputar setengah. Kedatangan tamu yang tak diundang. Dafa menghampiri Putri dengan muka bantalnya."Kenapa bangun?" Putri merasa sangat terganggu."Tadi denger suara teriakan,"gumam Dafa lirih."Oh, itu sangmin." Putri membalas sambil menunjuk laptop nya.Dafa meraih jajan yang ada dimeja dan memasukkan kedalam mulutnya. Dia melirik ke arah Putri. "Kenapa nangis
Langit yang masih kelabu dengan basahnya daun karena embun. Rintikan hujan terdengar merdu dan sopan masuk ke telinga. Sejuk membuat bulu kuduk merinding. Putri sedang berada di dapur, memasak untuk sang suami. Di memotong bawang sebab dia akan memasak nasi goreng. Sejauh ini hanya itu yang bisa dia buat. Dia mulai menumis bawang-bawang itu. Aroma harum sudah mulai semerbak membuat penganggu itu datang. Dafa datang dengan kaos oblong dan celana pendek di kakinya. Dia mengendus-endus wajan di depan Putri. Tangan Putri gatal ingin mendorong wajah suaminya ke wajan."Pergi duduk!" Putri mulai terganggu dengan kedatangan jiwa setan.Dafa melangkah mundur membiarkan istrinya menuangkan nasi ke wajan. Nasi, saos, kecap ia tuangkan bergantian tak lupa sejumput garam yang ia taburkan."Jangan banyak-banyak nanti asin." Dafa berkomentar sembari berdiri menonton Putri masak."Itu telornya jangan lupa di goreng nanti!" Pria itu memerintah mem
Hari ini dari pagi sampai siang hari cuaca terasa begitu panas. Seiring bertambahnya laju detak waktu langit pun semakin siang semakin membiru, tak terlihat awan berarak di sekitarnya. Matahari begitu panas berasa tepat di ubun-ubun kepala. Waktu terasa semakin lama bagi Dafa sebab istrinya itu sedang marah dengannya. Tadi pagi Putri berangkat sekolah sendiri begitu juga saat pulang. Dafa pulang terlebih dahulu dan tidak melihat pucuk hidung istrinya itu.Panas cuaca di luar di padu dengan es jeruk memang nikmat tingkat dunia. Dafa duduk di sofa menatap ke arah luar jendela menanti istrinya pulang sekolah.Tap tapSuara langkah terdengar dari arah luar. Dafa menajamkan pandangannya ke pintu.CeklekPintu itu terbuka lebar. Netra Dafa mendapati Putri bersama seseorang di belakangnya. Wendi dan Silva. Dafa terbelalak membuat kakinya bangun tegak. Putri membawa temannya, bukankah dia tidak ingin siapapun tau tentang pernikahann
Malam yang gaduh begitu berisik. Putri berada di kasur dengan telinga yang ia tutup dengan tangannya. Hampir depresi. Suara teriakan Dafa dan Wendi di ruang tengah memenuhi seluruh rumah. Putri menenggelamkan wajahnya di kasur."GOL...." Suara teriakan Dafa dan Wendi lagi. Suara para pria itu terlalu keras membuat film yang ditonton Putri tidak terdengar suaranya. Putri mendongak,dia geram menggigit giginya. Dia berdiri dengan tangan yang mengepal di kedua sisi tubuhnya.BrakSuara bantingan itu pun tidak mereka dengar. Putri berjalan dengan emosi yang sudah meluap."WOI!" Teriakan Putri membuat keduanya menoleh. Sejenak mereka berdua meninggalkan film bola itu. Dafa menghampiri Putri."Bisa gak jangan berisik?"tegur Putri."Gak bisa." Dafa membalas dengan suara ketus. Dia berniat ingin menggoda Putri.Putri merotasikan matanya lalu beralih menatap tajam Dafa. "Hih." Putri menggigit geram. Dia mengh
"PUTRI..... " Suara lantang Dafa terdengar sampai luar apartemen. Putri yang mendengarnya itu pun segera berdecak kesal dan melangkah dengan menghentakkan kakinya keras. Padahal dia hanya ingin mencari angin tapi Dafa itu tidak berhenti mengomel."Apa sih?"tanya Putri menggerutu saat sudah masuk ke dalam dan menghadap Dafa yang sudah siap di kamar Putri. Beberapa buku tebal berada di gendongan Dafa."Belajar! Besok loh tes nya,"ucap Dafa dengan lantang. Putri menggeleng membuat emosi Dafa semakin menguap. Kali ini peran Dafa adalah guru di rumah bukan sebagai seorang suami."Putri." Dafa memanggil sekali lagi membuat gadis itu menggeleng dengan cepat. Dafa membanting buku tebal itu di meja belajar Putri membuat Putri tersentak kaget. "Kebun bunga gak jadi." Dafa menekan lalu melangkah pergi membuat Putri membelalakkan matanya."Iya iya iya belajar,"ucap Putri dengan cepat sembari mendudukkan pinggulnya di kursi. Dafa itu kini berba
Malam ini Dafa disibukkan dengan kebingungan. Putri sembari tadi belum juga pulang padahal ia pamit untuk pergi ke supermarket dekat apartemen. Dafa bertanya pada pegawai supermarket tapi tidak ada satupun yang tau. Dafa membawa mobilnya untuk mengitari kota pada saat langit sudah gelap. Khawatir berada pada puncak. Pria itu mencoba menelfon istrinya tapi tak juga ada balasan.Sudah hampir dua jam Dafa mencari pucuk hidung Putri yang hilang. Dia sudah menghubungi Lastri tapi dia bilang tidak ada Putri di rumahnya. Semua keluarga itu dibuat panik dengan menghilangnya Putri. Dafa tidak bisa lapor pada pihak yang berwajib sebelum 24 jam. Dia terus melajukan mobilnya kencang sambil menoleh ke kanan-kiri. Sangat hancur.Dafa menghentikan mobilnya di jembatan. Lumayan sepi karena itu bukan jembatan umum. Dafa menenangkan dirinya sejenak menyenderkan tubuhnya pada pembatas jembatan. Dafa meremas rambutnya keras. "Aarrgghh." Dafa berteriak keras untung saja tidak a