Share

Alea POV: Menenangkan Erlangga

Maaf, Aku Pantang Cerai! (7)

Ting!

Aku membuka pesan yang baru saja masuk. Sebuah pesan video dari Hani. Setelah mendownload, aku melihat di video tersebut dengan seksama. Seorang wanita terlihat mengejar Mas Wisnu yang marah.

Tanpa sadar, aku tersenyum saat melihat bagian wanita itu menangis--sebelum masuk rumah ibu mertuanya lagi.

"Jadi, dia sudah berani menunjukkan wajahnya secara langsung? Sepertinya, akan menyenangkan bermain-main dulu sebelum menghabisinya," sinisku.

[ Hebat, Han! Terima kasih, ya! Awasi terus wanita itu karena aku akan bermain dengannya.]

Hani tak menjawab pesanku. Dia hanya mengirimkan emot jempol saja. Kalau begini, pasti dia langsung bekerja.

[Datanglah ke kantor. Si Bos sudah datang. Sebelum bertemu Wisnu, tenangkan dulu dia. Kalau tidak, rencanamu bakal kacau dan habislah suamimu yang malang itu.]

Deg!

Apa? Erlangga datang? Mampus! Bisa kacau semua rencanaku! Untung, aku sudah berada di lobby kantor mas Wisnu. Aku harus menjinakkan macan manja ini secepatnya! Maka dari itu, aku segera berlari. Tak kupedulikan tatapan orang di sekelilingku.

"Selamat siang, Bu Alea. Mau ketemu pak Wisnu? Tapi, beliau sedang tak ada di ruangannya. Tadi, dia pergi terburu-buru setelah menerima panggilan."

Aku segera menarik napas panjang. Sebelumnya jantungku nyaris copot setelah mendengar Erlangga ada di sini. Untung saja, aku diingatkan kembali bahwa Mas Wisnu sedang keluar. Jadi, aku agak tenang sedikit dan kembali menormalkan langkah kakiku.

"Pak Erlangga, apa beliau ada di ruangannya?" tanyaku pada perempuan dengan name tag Susi ini.

Gadis itu langsung terlihat bingung. Aku segera menepuk keningku. Pasti, pria itu datang diam-diam lagi.

"Baiklah, aku akan pergi ke atas dulu. Tolong, jangan bilang mas Wisnu kalau aku datang, ya! Biar jadi kejutan untuknya."

Kembali gadis itu menganggukkan kepala. Karena sudah mengenalku, maka gadis itu patuh saja aku meminta apa.

"Di mana si harimau manja itu? Jangan bilang, dia sudah jadi reog duluan?" tanyaku saat melihat Hani.

Terdengar Hani tertawa. Dia pasti merasa lucu dengan ucapanku karena cuma aku yang bisa mengatai Erlangga, seperti itu.

"Belum jadi reog, tapi sudah otw. Dia menyuruh asistennya mengobrak-abrik data perusahaan. Wisnu harus bersiap menghadapi kemarahan si Bos kali ini. Selain keadaan perusahaan, Pak Bos sudah tau tentangmu juga. Bukan dariku, pasti ada mata-matanya juga. Saat ini, dia di ruangan pak Wisnu. Jadi, bersiaplah." Panjang lebar Hani bicara dan hanya kata "bersiaplah" yang terngiang di kepalaku. Mati aku kalau begini!

*****

"Anda sepertinya sangat sibuk, Pak Wisnu? Keluar kantor sampai jam makan siang baru kembali. Apa kali ini anda mendapatkan tender besar untuk perusahaan?" cecar Erlangga.

Pria itu duduk membelakangi pintu. Tentu, dia tak tau kalau bukan mas Wisnu yang masuk, tapi aku. Meski aku tak kunjung bersuara, tapi harimau manja ini sepertinya masih belum ingin membalikkan kursinya.

"Kenapa diam? Apa Anda tak menemukan alasan untuk membela diri? Saya rasa, Anda sudah mulai tak profesional, Pak Wisnu."

Aku tak menjawab pertanyaan Erlangga dan lebih memilih untuk duduk di seberang kursinya. Biar dia sadar, kalau yang dia marahi saat ini bukan mas Wisnu, tapi aku.

"Masih ada lagi? Kalau masih ada, aku tunggu nih. Teruskan aja ngomelnya biar puas," ucapku pada akhirnya.

Pria itu langsung membalikkan kursinya. Matanya melotot saat melihat wajahku. Dia menarik napas lalu menjulurkan tangannya, lalu terdengar suara sentilan di kening membuatku teriak.

"Aw! Sakit, Lang! Kau masih aja melakukan hal konyol itu. Cepat berikan hadiahku. Kau baru kembali dan langsung ke kantor. Aku rasa, kau membawa juga kado untukku."

"Kado apa? Kau tak ulangtahun, jadi buat apa aku memberimu kado?" cibirnya.

Aku melotot padanya. Setelah pergi tanpa kabar di hari pernikahanku, sekarang dia mencoba menghindar dari menyerahkan kado padaku?

"Kau tak datang, bahkan tak memberiku kado saat aku menikah. Begitu juga, saat ulang tahun. Jadi, jangan coba-coba melupakannya tuan Erlangga."

Aku mengulurkan tangan, tapi pria itu tak juga menyerahkan hadiahnya padaku. Aku mengerutkan kening karena tak percaya dia tak membawa sesuatu untukku.

"Sekarang, tak perlu bicara soal kado. Kau perlu menjelaskan tentang suamimu itu. Apa benar dia berselingkuh? Sampai mau menikah lagi."

Deg!

Ternyata benar ucapan Hani. Tak akan mudah untuk menipu Erlangga. Sekarang saja, dia sudah tau tentang mas Wisnu dan rencana pernikahannya.

"Apa ini alasanmu kembali, tanpa memberi kabar? Aku rasa ini sudah terlalu berlebihan, Lang. Aku bisa kok mengatasi masalah ini sendiri."

Rahang Erlangga terlihat mengeras. Aku tahu itu pertanda kalau dia sedang marah besar, tapi aku tak punya cara lain. Kalau dia bergerak sekarang untuk memberi pelajaran mas Wisnu, maka semua rencanaku akan kacau.

"Memang apa yang bisa kau lakukan? Menjaga suami saja, kau tak mampu. Bisa-bisanya, pria tak berguna itu menipu dan menyakitimu. Alea, aku sudah pernah bilang padamu. Kalau dia berulah, maka aku akan menghabisinya."

Aku kembali menarik napas. Aku harus tenang jangan sampai terpancing emosi. Walau ucapannya melewati batas, tetapi aku tahu ini karena dia begitu peduli padaku. Lagi pula, saat ini, Erlangga sedang marah. Dia bisa meledak jika dilawan.

"Mas Wisnu tidak berselingkuh, Lang. Aku rasa dia hanya tak bisa melawan permintaan ibunya. Aku punya cara untuk memberinya pelajaran. Tolong, kali ini saja, beri aku kesempatan untuk mengatasinya."

Kembali wajah Erlangga terlihat datar, setelah mendengar ucapanku. Namun, tatapan matanya terlihat sinis juga padaku.

"Lama-lama kau bisa gila, Al! Bagaimana kau bisa bilang Wisnu tak selingkuh? Sedangkan, suamimu sudah berniat menikahi wanita lain. Rasanya, ingin aku habisi saja pria kurangajar itu."

Erlangga terlihat mengepalkan tangannya. Aku jadi takut dia tak terkendali. Jika itu terjadi, bisa-bisa aku bakalan jadi janda sunguhan.

"Tenangkan dirimu, Lang. Aku tak mau terjadi keributan. Kali ini saja, biarkan aku bertindak sendiri, ya! Kumohon," ucapku sambil memberikan puppy-eyes padanya.

Hening. Tidak ada jawaban dari Erlangga.

"Selamat siang, pak Erlangga. Maaf, saya tak tau kalau Anda akan datang ke mari."

Aku terkejut saat tiba-tiba mas Wisnu masuk ruangan tanpa mengetuk pintu. Apakah dia mendengar percakapanku dengan Erlangga tadi? Aduh!

"Memangnya kenapa kalau aku ke mari? Jangan lupa kalau perusahaan ini milikku. Pemiliknya boleh datang sesuka hati kapan saja."

Melihat wajah mas Wisnu yang gugup, aku tau dia tak mendengar percakapanku dengan Erlangga. Buktinya, dia tak marah sama sekali. Untunglah, rencanaku masih aman! Jadi, lebih baik aku menikmati pertunjukan antara suamiku dan sahabatku ini saja.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status