Maaf, Aku Pantang Cerai! (6)
"Tolong aku, Mas ...." Wanda--calon istri pilihan ibunya--berucap dengan wajah memelas. "Aku tak bisa pulang sekarang ke rumah, Mas. Wanita-wanita itu telah membuat keluargaku malu, entah siapa mereka? Yang jelas, mereka tau kita punya hubungan."Wisnu terlihat memijit keningnya mendengar ucapan Wanda. Dia sedang bingung sekarang hingga tak bisa berpikir lagi. Wanda baru saja datang ke rumah Ibunya dan mengadu bahwa ada sekumpulan orang yang mendatangi rumah calon istri keduanya itu dan memaki-maki Wanda sebagai pelakor dan wanita murahan."Tak ada yang tau hubungan kita, Wanda. Selain orang tuamu, ibu, dan Citra. Jadi, bagaimana bisa mereka menghajarmu hingga viral? Jangan-jangan kau simpanan pria lain, selain aku, kan?" ujar Wisnu kesal."Wisnu jaga ucapanmu. Wanda adalah gadis yang baik. Ibu sudah kenal dengan keluarganya. Jadi, tak mungkin dia seperti itu. Bahkan, dia ini temannya Citra. Tak mungkin, adikmu tak bicara kalau Wanda bukan gadis yang baik, kan?"Wisnu terdiam, dia tak mau memperpanjang masalah dengan ibunya. Kini dia bingung dengan identitas para wanita yang menghajar Wanda dan mempermalukannya."Alea ...." lirih Wanda, "Apa kau tak curiga pada istrimu itu, Mas? Apakah mungkin ini semua rencananya?"Mendengar ucapan Wanda, pria itu mengelengkan kepala. Dia tak yakin Alea mengetahui rahasianya. Dia yakin kalau istrinya tau, orang pertama yang membuat perhitungan adalah Erlangga."Kau yang memenangkan hati Alea, Nu. Walau begitu, ingatlah satu pesanku: jangan pernah menyakiti atau mengkhianati Alea. Jika tidak, hidupmu akan berakhir seperti dalam neraka."Wisnu bergidik ngeri saat mengingat pesan sekaligus ancaman Erlangga padanya. Pria itu menepati janjinya untuk pergi sebelum pernikahan Wisnu dengan Alea. Maka dari itu, Wisnu juga tak berani untuk menghianati istrinya. Tapi, apalah dayanya? Sang ibu terus memaksanya untuk menduakan sang istri."Wanda benar, Nu. Apa kau tak curiga pada istrimu yang tak berguna itu?""Cukup, Bu! Asal ibu tau, Alea adalah wanita yang sempurna. Dia menyayangi ibu dan Citra. Ingat, dia juga yang menemaniku dari nol besar! Sekarang, ibu memintaku menikahi Wanda, apa ibu pernah berpikir seandainya Alea tahu?" marah Wisnu."Mudah saja, Wisnu. Kau hanya perlu menceraikan istrimu yang mandul itu. Wanda akan mengantikan posisinya dan kau akan semakin bangga, memiliki istri berkelas seperti pilihan ibu."Wisnu menarik napas. Ternyata, begitu susah bicara dengan sang ibu. Wanita itu tak tau siapa Alea yang sebenarnya. Dia juga tak bisa bicara karena itu bisa merusak harga dirinya di depan ibu dan adiknya."Percuma bicara dengan ibu, hanya membuat pusing. Seperti kataku sebelumnya, aku dan Wanda yang nikah siri dulu, sampai ada cara untuk memaksa Alea menerima pernikahan kami."Wisnu berdiri dia ingin kembali ke kantor. Jangan sampai, ada yang curiga kalau dia keluar tapi tak pulang ke rumah."Kau mau ke mana, Mas? Kita belum selesai bicara. Aku harus ke mana kalau tak bisa pulang ke rumahku sekarang?"Wisnu menatap ibunya. Dia tak bisa memikirkan hal lain. Saat ini, dia harus memikirkan cara agar Alea tidak tau perbuatannya."Bicara dengan ibu, aku rasa dia akan punya cara untuk menyelesaikan masalahmu. Aku pergi dulu, ingat jangan buat macam-macam, apalagi bicara hal tak penting pada istriku."Wisnu meninggalkan Wanda dan ibunya. Dia harus bergegas kembali ke kantor sebelum Alea mengetahui kalau dia keluar di jam makan siang, tapi tak pulang ke rumah.****"Pak Wisnu sudah kembali? Ada Bu Alea di ruangan Bapak. Beliau sudah lama menunggu, begitu juga dengan pak Erlangga."Bruk!Aku terkejut, hingga tak sadar bahwa aku sudah menabrak seseorang yang membawa banyak berkas. Aku membantu memunguti berkas yang jatuh, lalu menyerahkan pada orang itu. Setelah mengucapkan terima kasih, dia melangkah pergi menuju ke ruangan ku."Susi, dia siapa? Kenapa tak mengenali pemilik ruangan yang dia masuki?"Susi menatap arah telunjuk Wisnu, lalu berucap pelan setengah berbisik, kalau pria itu tadi asistennya Erlangga."Asisten pak Erlangga? Lalu, mau apa dia ke ruanganku?"Susi menatap heran pada Wisnu. Perasaan, tadi dia sudah bilang kalau ada Alea dan Erlangga menunggunya. Melihat wajah sekretarisnya yang terlihat bingung, membuat Wisnu memilih melangkah menuju ke ruangan yang biasa dia tempati."Tenangkan dirimu, Lang. Aku tak mau terjadi keributan. Kali ini saja, biarkan aku bertindak sendiri."Wisnu tak jadi membuka pintu karena mendengar suara istrinya sedang memohon. Sayangnya, dia tak tau apa yang diminta Alea pada Erlangga sang malaikat penolongnya.Setelah tidak mendengar apapun lagi, Wisnu akhirnya memutuskan untuk menemui istri dan atasannya itu."Selamat siang, Pak Erlangga. Maaf, saya tak tau kalau anda akan datang ke mari," ujar Wisnu pelan."Memangnya, kenapa kalau aku ke mari? Jangan lupa, kalau perusahaan ini milikku. Jadi, pemiliknya boleh datang sesuka hati kapan saja."Wisnu menelan ludah, dia tak tau kenapa Erlangga seketus itu padanya. Sudah lama pria itu tak berada di Indonesia. Dia menghabiskan waktunya di Jepang untuk mengembangkan bisnisnya di sana. Sekarang, pria itu telah kembali, tapi dengan wajah yang sangat menyebalkan."Aku dengar perkembangan perusahaan ini menurun, Nu. Apa ada yang ingin kau katakan padaku?"Wisnu kembali menelan ludah. Dia tak tau harus bicara apa. Kenyataanya, memang hampir semua tender besar tak dapat dia menangkan. Jadi, jelas kalau Erlangga marah kali ini."Bisakah pembicaraan ini dilanjutkan nanti saja, Pak Erlangga? Sepertinya, waktu makan siang hampir selesai. Suamiku bekerja sedemikian keras, hingga tak sempat makan siang. Bukan begitu, Mas? Kau keluar ada pekerjaan, kan? Karena, aku tak lihat kamu pulang tadi," ucap Alea yang terdengar membela Wisnu.Wisnu terkejut mendengar ucapan istrinya. Namun, dia tak melihat raut wajah Erlangga yang tersenyum sinis padanya. Oleh sebab itu, Wisnu masih berusaha keras untuk terlihat tenang."Aku--" ucap Wisnu."Baiklah. Kalau begitu, aku pergi dulu. Silakan nikmati makan siangmu, Nu. Setelah selesai, suruh istrimu pulang karena ada banyak hal yang harus kau jelaskan padaku," maklumat Erlangga padanya.Wisnu melirik arah telunjuk Erlangga. Dia merasa ada sesuatu yang terjadi pada kedua orang itu. Kedua orang itu memang selalu akrab, tapi kali ini, mereka terlihat menjaga jarak.Setelah Erlangga pergi, Wisnu mendekati istrinya dan bertanya, "Apa ada masalah antara kau dan Pak Erlangga, Al? Aku seperti merasa ada sesuatu yang kalian sembunyikan."Alea hanya menatap wajah suaminya. Tanpa menjawab, dia melangkah menuju ke meja kerja Wisnu, meletakkan rantang berisi makan siang suaminya."Tidak ada, Mas. Berhentilah overthinking. Sekarang, segeralah habiskan makan," ucap Alea sambil tersenyum. Hati Wisnu sedikit berdenyut melihat ketulusan istrinya.Maaf, Aku Pantang Cerai! (156)"Mama pasti tidak lupa di mana tempat itu? Lihat kain yang di kenakan Aino. Mama tidak lupa kan dengan hadiah istimewa itu?"Erlangga tertawa puas hingga menangis. Alea semakin mengeratkan pegangan tangannya, dia tau Erlangga tengah kembali ke masa paling menyedihkan dalam hidupnya."Siapa jalang yang sebenarnya, Ma. Aku kasihan melihatmu tapi kau sendiri yang menginginkannya, gadis yang kau puja setinggi langit justru wanita mainan suamimu. Dia di puaskan sebelum memuaskan dirimu, mereka bahkan bercinta di tempat tidur yang kau persiapkan untuk acara ulang tahun mu, bahkan mengunakan baju yang sama seperti milikmu. Saat kau mengerang di atas tubuh pria ini, dia tengah membayangkan bercinta dengan Aino buka dengan wanita tua sepertimu."Erlangga menuding jarinya pada sang mama. Terlihat kurang ajar jadi Alea menarik tangan itu dan mengecupnya, membuat Erlangga segera mengusap wajahnya dengan kasar."Rekaman ini yang suamimu minta sebelum mengirim ku ke pe
Maaf, Aku Pantang Cerai! (155)"Apa yang kau lakukan perempuan sialan? Kau menghancurkan perusahaan papaku!"Jennie berteriak seperti orang gila. Dia berusaha menyerang Alea, namun di saat yang tepat seseorang mendekap erat Alea."Jangan berani menyentuh istriku. Kalau tidak kau akan bernasib sama seperti perusahaan papamu, coba saja jika kau ingin membuktikannya."Jennie terkejut mendengar suara dingin di depannya. Dia tak menyangka Erlangga akan datang tepat waktu, dia sudah merencanakan penyerangan pada Alea, tapi tetap saja ketahuan."Dia hanya seorang janda beranak satu, Angga. Kenapa kau begitu mencintainya bahkan mengabaikan aku dan Aino."Jennie benar-benar tak habis pikir pada otak Erlangga. Dia sudah begitu lama berada di sisi Aino, tapi tak membuatnya ingat pada dirinya yang selalu ada ketika Erlangga bertemu Aino."Kau pasti tak bisa melihatnya karena matamu sudah buta. Wanita itu tak hanya cantik wajahnya tapi juga hatinya, sesuatu yang tak kau miliki begitu juga dengan Ai
Maaf, Aku Pantang Cerai! (154)"Selamat siang Bu Alea, bisakah kita bicara sebentar. Saya ada hal penting untuk dibicarakan dengan Bu Alea."Alea menatap wanita yang ada di depannya. Wanita yang baru-baru ini membuatnya pusing, sekarang dengan berani dia mengajak bicara. Apakah pelakor memang tak takut lagi dengan kuasa istri sah."Apa yang ingin anda katakan? Silakan saya akan mendengarkan."Alea memberi kesempatan pada Jennie untuk bicara. Dia ingin tau apa yang wanita ini inginkan, dia juga ingin tau sampai mana kebohongan Erlangga."Sebelumnya saya minta maaf, karena telah membuat Bu Alea dan pak Erlangga menjadi salah paham. Sebenarnya saya memang tak mengenal pak Erlangga sebelum saya pergi ke kantornya, kebetulan saat itu kami bertemu dan satu lift."Alea tersenyum tak menyela penjelasan Jennie. Jari tangannya mengetuk pelan meja, membuat Jennie sedikit gelisah. Ketukan jari Alea berhenti saat pelayan kafe datang membawa pesanan mereka."Silakan nikmati dulu minuman yang anda pe
Maaf, Aku Pantang Cerai! (153)Erlangga mendesah kesal, sembari menatap ruangan sang istri yang terlihat kosong. Wanita itu benar-benar marah hingga tak mau bicara dengannya, bahkan dia rela pindah ke kantor agar ayah dan ibunya tak curiga. Kalau anak dan menantunya sedang ribut, tapi begitu di kantor dia menutup ruangannya dan menghabiskan waktu dengan kedua anaknya. Pintu semua terkunci, jadilah Erlangga tak bisa masuk. Kalau Erlangga tidur di kamarnya, Alea dan kedua anaknya tidur di ruangan Alea, mengunakan tilam lantai."Bos, makan siang sudah siap."Dani berkata pelan sembari menatap kaca pembatas ruangan yang sudah tertutup gorden. Kemudian dia berbalik dan menatap si Bos yang terlihat kacau, jangankan makan, minum saja si bos tak mau."Dan, aku tunggu di ruanganku. Tetap di tempatmu." Melihat Alea muncul di pintu ruang istirahat. Erlangga hendak menemuinya, tapi Alea segera memberinya peringatan untuk tidak bergerak.Dani hanya bisa menggaruk kepalanya. Setelah melihat pintu
Maaf, Aku Pantang Cerai! (152)"Selamat siang Bu Alea, saya perwakilan dari perusahaan Samudra Jaya. Saya ada janji dengan pak Erlangga, tapi di arahkan untuk bicara dulu dengan anda."Alea menjabat tangan wanita yang baru saja menemuinya. Sepertinya wanita ini belum tau prosedur di perusahaan Erlangga."Iya silakan duduk, mohon maaf kalau boleh tau nama anda ....?"Alea bertanya karena sejak tadi wanita ini belum memperkenalkan dirinya. Dia melihat wanita ini sering melirik ke arah ruangan Erlangga, walau suaminya tak bereaksi tapi dia sedikit tak menyukainya."Di perusahaan ini memang seperti prosedurnya. Tamu pria bertemu dengan pak Erlangga sedangkan tamu wanita bertemu istrinya. Pria di sana itu suami saya jadi jangan tergoda dengannya."Alea tertawa seolah ucapan hanya bercanda. Wanita di depannya juga tertawa walau terdengar garing. Alea heran karena sampai sekarang wanita ini belum menyebut namanya sama sekali."Maaf sekali lagi saya harus memanggil nyonya atau nona?" tanya Ale
Maaf, Aku Pantang Cerai! (151)"Assalamualaikum Bu," ucap Alea."Mau apa kau kemari? Mau menertawai kemalanganku ini," tanya Bu Wastika."Bu, sekali saja jangan berpikir buruk padaku. Sejak awal menikah dengan mas Wisnu ibu tau pasti, kalau aku berusaha keras berbakti padamu, karena saat itu aku tak tau masih memiliki orang tua. Jadi aku menganggap ibu sebagai orang tuaku sendiri, apa yang tak ku lakukan untuk kalian semua. Jadi pembantu gratisan aku juga rela, tapi apa pernah kalian menganggap ku? Tidak sama sekali.Ibu terus membenci dan memfitnahku, di depan tetangga bahkan di depan suamiku sendiri. Seolah senang aku diam ibu terus berulah, hingga akhirnya menikahkan suamiku dengan wanita lain. Jika wanita itu baik mungkin aku bisa terima bermadu, tapi wanita itu seorang pelacur yang hamil bukan anak mas Wisnu. Katakan Bu, tidakkah ibu yang telah begitu kejam padaku dan mas Wisnu?"Alea menyeka airmatanya dia sudah tak tahan lagi. Semua yang dia pendam selama ini akhirnya keluar dar