Share

Bab 11

Author: Lucy Finston
Di atas panggung, Amelia mengangkat mikrofon. Suaranya yang lembut seperti aliran air bergema di seluruh aula. "Terima kasih atas pengakuan semua orang terhadap karyaku. Melalui kesempatan ini, aku mengumumkan bahwa aku secara resmi akan berhenti dari kegiatan merancang gaun pengantin sebagai Sanders. Ini juga akan menjadi karya terakhirku yang dijual."

Suasana di bawah panggung langsung menjadi riuh. Pemandu lelang pun tertegun di tempat. Suara kamera dan kilatan lampu tidak henti-henti terdengar.

Amelia melanjutkan, "Mulai sekarang, aku akan menerima pesanan khusus sebagai pemilik merek independen. Terima kasih semuanya."

Setelah membungkuk dan turun dari panggung, penampilan singkat Amelia saja sudah cukup untuk mengguncang semua yang hadir. Langkah kaki Amelia terasa sedikit ringan. Menjual gaun pengantin itu seolah-olah melepaskan beban berat yang lama mengekangnya.

Jarang-jarang, Amelia merasa hatinya agak lega. Namun, mengatakan tidak gugup juga bohong. Saat berdiri di bawah panggung tadi, jantungnya berdetak sangat cepat dan telapak tangannya pun terasa panas.

Sanders adalah rahasia terdalam yang Amelia sembunyikan selama bertahun-tahun. Tiba-tiba diumumkan ke publik sekarang, entah berapa banyak pasang mata di luar sana yang sedang memperhatikannya.

Baru saja Amelia melangkah masuk ke ruang istirahat, suara ketukan pintu langsung terdengar dari belakang. Dia bertanya dengan terkejut, "Siapa di luar?"

Pertanyaan tersebut dilontarkan Amelia perlahan, dengan suara yang mengandung sedikit getaran tak terlihat. Kelopak mata kanannya berkedut. Saat ini, dia memiliki firasat yang buruk.

Orang yang berdiri di balik pintu, mungkin adalah orang yang paling tidak ingin Amelia temui. Suara pria yang dingin dan dalam segera terdengar dari balik pintu. "Amelia, buka pintunya."

Ternyata benar, Derren yang datang mencarinya! Amelia langsung berdiri. Tubuhnya sempat goyah sebelum bisa berdiri tegak, sementara wajahnya penuh kepanikan. Benar juga, tidak mungkin Derren akan membiarkannya begitu saja.

Amelia pun mundur tiga langkah untuk menjauh dari pintu. Dua tangan putih dan rampingnya saling menggenggam erat karena gugup. Dia tidak boleh membuka pintu. Pokoknya, dia tidak boleh jatuh ke tangan pria itu!

Amelia menggertakkan gigi tanpa berani bersuara. Segera setelah itu, ketukan pintu kembali terdengar. Kali ini lebih cepat, bahkan diselingi nada tidak sabar. Orang di luar tampaknya sudah kehilangan kesabaran. "Buka pintunya!"

Barulah Amelia sadar, di luar pintu tidak hanya ada satu orang. Apakah mereka ingin membawanya secara paksa? Derren masih saja otoriter dan keras kepala seperti biasa. Mengetuk pintu hanyalah formalitas terakhir. Sejak awal, dia memang sudah bertekad untuk menangkap Amelia.

Seiring terdengarnya suara, pintu otomatis terbuka. Gagang pintunya diputar dengan keras. Begitu pintu terbuka, Derren terlihat berdiri di ambang dengan aura dingin dan menusuk.

Wajah tampan Derren terlihat tegas dan dingin. Beberapa helai rambut tergerai di dahinya, sementara matanya menyala merah. Bak menahan amarah yang luar biasa, seluruh tubuhnya memancarkan bahaya.

Saat melihat manajer teater yang berdiri di belakang Derren dengan gugup dan penuh rasa hormat, serta penuh keringat dingin di dahinya, wajah Amelia seketika memucat. Di ibu kota, siapa yang berani menyepelekan Keluarga Adhinanta?

Kemudian, Amelia mundur terhuyung-huyung. Kini, punggungnya sudah menempel pada dinding yang dingin.

"Kamu ...." Belum sempat Amelia menyelesaikan kalimatnya, Derren sudah masuk ke dalam dengan langkah panjang. Pintu ruang istirahat langsung tertutup keras di belakangnya.

Pria itu berjalan cepat ke arahnya, lalu sontak meraih dan mencengkeram bagian belakang leher Amelia yang mungil dan rapuh, serta menariknya ke hadapannya. Dia lalu bertanya, "Mempermainkanku seru ya bagimu?"

Dari awal sampai akhir, gaun pengantin ini telah dua kali dibeli Derren. Sejak kapan dia menjadi orang bodoh yang bisa dipermainkan sesuka hati oleh Amelia?

Derren ingin sekali meremas lebih kuat, seakan-akan ingin membuat Amelia yang bagaikan bunga itu hancur di tangannya sendiri.

Amelia yang dikekang oleh tangan besar itu sudah berkaca-kaca karena kesakitan. Namun, dia tetap menatap pria di depannya dengan keras kepala.

Di dunia bisnis, Derren bagaikan singa muda yang tenang, ambisius, dan tak kenal ampun. Padahal dia adalah pemburu yang sangat ditakuti, tetapi Amelia selalu mampu meluluhkan amarah dan kekhawatirannya dengan kelembutan yang menenangkan.

Kedua tangan Amelia mencengkeram erat lengan bawah Derren dan memaksanya untuk melonggarkan genggaman. Dia menjelaskan, "Aku cuma butuh uang kok. Kalau saja dulu kamu menyetujui perceraian, semuanya nggak akan serumit ini."

Tatapan Derren langsung membeku. Sudut bibirnya terangkat dalam senyum sinis. Dia perlahan menarik tangannya sambil memutar perlahan cincin turqoise di jarinya. Amelia jelas-jelas tahu ucapan itu hanya akan membuatnya makin marah.

"Kamu sepertinya memang suka memancing emosiku," sindir Derren.

Amelia memeluk kedua lengannya dan menahan keinginan untuk kabur, lalu dia memalingkan wajah agar tidak melihat Derren. Kulit di belakang lehernya yang barusan dicengkeram masih terlihat sedikit merah muda. Itu membuat kulit punggungnya yang putih makin terlihat halus dan rapuh.

Derren melepaskan jas hitamnya, lalu menarik Amelia ke dalam pelukannya dengan sekali gerakan. Pria itu membungkusnya rapat-rapat dan langsung mengangkat tubuhnya.

"Derren, lepaskan aku!" seru Amelia.

Sayangnya, pria itu pura-pura tidak mendengar. Sambil menahan tubuh ramping Amelia erat-erat menggunakan satu tangan, Derren mendorong pintu dan pergi dengan langkah cepat.

Kedua kaki Amelia terus menendang-nendang pinggang Derren. Tangannya memukul-mukul lengan pria itu yang terasa keras seperti batu.

Derren seolah-olah tak merasakan apa pun. Dia tetap tenang ketika memasukkan wanita itu ke kursi belakang mobil Rolls-Royce Cullinan berwarna hitam.

Theo menunduk tanpa banyak bicara. Dia duduk di kursi kemudi dan langsung melajukan mobil menuju rumah Derren dan Amelia setelah menikah. Sepanjang jalan, dia pura-pura tuli seolah-olah tak mendengar apa pun.

Derren mengatupkan bibir tanpa mengatakan sepatah kata pun. Seluruh tubuhnya memancarkan aura marah dengan satu tangan menahan Amelia erat di pelukannya.

Amelia berusaha keras untuk melarikan diri. Dia benar-benar tidak ingin berada dekat dengan Derren. Tubuh hangat dan lembut wanita itu terus bergerak-gerak di pelukannya.

Itu membuat napas Derren tidak stabil. Dia pun memperingatkan dengan suara rendah dan serak, "Jangan banyak gerak. Aku nggak mau ikat kamu pakai dasi."

Amelia tahu dia sungguh akan melakukannya, jadi tidak punya pilihan selain diam. Sejak sakit, tubuhnya memang sangat lemah. Sekarang, keningnya sudah berkeringat tipis. Tangan dan kakinya sangat lemas sehingga tak bisa mengerahkan tenaga.

Melihat mobil itu melaju ke arah rumah mereka, mata Amelia terlihat sedih. Kapan terakhir kali dia ke sana? Mungkin beberapa bulan lalu?

Ponsel Derren berdering beberapa kali. Berhubung jaraknya sangat dekat, Amelia bisa melihat jelas nama peneleponnya. Itu adalah Yovana. Ekspresinya langsung menjadi sangat dingin. Beberapa saat kemudian, Derren baru mengangkat telepon.

Di ujung telepon, Yovana bertanya, "Kak Derren, kenapa kamu masih belum pulang? Aku sudah masak sup ayam hitam, tunggu kamu pulang untuk minum."

Derren menarik napas panjang, lalu menutup mata sebentar untuk menahan amarahnya. Dia membalas, "Aku nggak akan pulang. Kamu nggak perlu tunggu."

Dari seberang telepon, suara Yovana terdengar makin manja bahkan agak merengek. "Kak Derren, jangan marah sama aku lagi dong. Aku tunggu kamu pulang ya?"

Amelia sampai merinding karena jijik. Dia akhirnya tak tahan dan tertawa sinis. Sepupu apanya? Kedengarannya seperti pasangan pengantin baru. Sungguh menjijikkan.

Di sisi lain, Yovana yang mendengar suaranya pun terlonjak kaget. Dia segera berseru, "Kak Derren! Siapa di sebelahmu? Itu Kak Amelia ya? Mana boleh kamu ...."

Derren akhirnya tidak tahan lagi. Dia menyela, "Ini urusan kami sebagai suami istri, nggak ada hubungannya denganmu."

Setelah itu tanpa menunggu balasan, Derren langsung menutup telepon. Rumah kedua orang itu segera terlihat di depan. Itu adalah Vila Lertes yang bernilai lebih dari 200 miliar.

Saat tubuhnya dibanting ke atas ranjang besar yang familier di kamar tidur, Amelia sempat tertegun sejenak. Di momen itu, Derren memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.

Seiring terdengarnya suara sobekan, pria itu merobek bagian belahan gaun Amelia. Gaun kecil itu langsung berubah menjadi potongan kain yang compang-camping.

Amelia begitu ketakutan dan berusaha menyembunyikan tubuhnya, tetapi tangan besar pria itu langsung menahan kedua pergelangan tangannya yang halus. Sementara itu, lututnya digunakan untuk menekan kaki jenjang Amelia.

Melihat tubuh indah Amelia di hadapannya, leher Derren bergelombang karena menelan ludah. Tatapannya dipenuhi nafsu, sementara dadanya panas membara.

Berhubung terpaksa menampilkan seluruh tubuhnya di depan pria itu, Amelia merasa malu dan marah hingga sudut matanya memerah. Dia berseru, "Lepaskan ...."

Hanya saja, tindakan Amelia justru memancing naluri penakluk pria itu. Belum sempat menyelesaikan ucapannya, bibir Amelia sudah dibungkam. Derren mencium dengan penuh hasrat dan kendali. Dia segera menaklukkan pertahanan Amelia hingga dia tak mampu menolak.

Ciuman yang penuh dominasi itu membuat mata Amelia berair, bahkan tubuhnya lemas tanpa daya. Derren sangat memahami tubuhnya. Hanya butuh beberapa sentuhan saja, dia sudah berhasil membangkitkan gairah Amelia.

Kini, Amelia tenggelam di antara hasrat dan rasa malu. Dia sangat berharap bisa lenyap begitu saja ketika menutup mata. Sampai ketika dia hampir kehabisan napas dan pandangannya mulai menghitam, barulah Derren melepaskannya agar dia bisa bernapas.

Pria itu menoleh dan mencium telinga dan leher Amelia. Suaranya penuh nafsu, rendah, dan serak ketika bertanya, "Bagian ini, pernah disentuh orang lain nggak?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Maaf, Cinta Telah Hampa   Bab 50

    "Aku nggak bermaksud memaksamu. Nggak apa-apa kalau kamu masih menganggapku adik. Bergantunglah sedikit padaku ya?"Tatapan Amelia meredup, lalu dia mengalihkan pandangannya. Baginya, bergantung pada orang lain adalah hal yang sangat sulit sekarang.Saat kecil, dia bergantung pada kakeknya. Setelah dewasa, dia bergantung pada Derren. Namun, pada akhirnya semua itu hanya membuatnya tidak memiliki sandaran.Sesampainya di rumah Camila, Amelia mengeluarkan kunci dan masuk seperti biasa, lalu berseru dengan nada santai, "Camila, ada apa sih?"Camila yang memakai kacamata besar berbingkai hitam dan rambut digulung dengan pulpen ke atas kepala, langsung mendongak kaget. Kantong matanya tampak sangat hitam."Amelia? Kamu sudah selesai kemo? Bukannya harus dirawat dulu buat observasi?"Jibran yang berdiri di belakang hanya menunjukkan ekspresi pasrah, menyiratkan bahwa dirinya tak bisa menang melawan Amelia.Camila bangkit, mengambil air panas, lalu membungkus Amelia dengan selimut di atas ran

  • Maaf, Cinta Telah Hampa   Bab 49

    Yovana diam-diam melirik ke arah Derren. Wajah pria itu gelap menyeramkan, tangannya mencengkeram setir erat sampai jarinya memutih. Garis rahangnya menegang, mata gelapnya menyipit tajam. Jelas sekali bahwa dia sedang dalam puncak amarahnya.Yovana merasa takut, tetapi tetap memberanikan diri untuk menambahkan bumbu, "Kak Amelia hamil ya?"Begitu ucapan itu dilontarkan, dia seperti sadar dirinya salah berbicara. Dia langsung menarik napas tajam dan menutup mulutnya, memandang Derren dengan ekspresi panik. Padahal di dalam hati, dia justru bersorak puas. 'Amelia, gimana kamu mau mengelak lagi?'Derren menyatukan kedua tangan, tanpa sadar memutar cincin zamrud di jarinya. Dia tak berpikir sejauh itu. Yang membuatnya tak tahan adalah kedekatan Jibran dan Amelia yang terlalu mesra di matanya.Amelia mengenakan jas pria itu, tampak begitu rapuh, tetapi keindahannya membuatnya tak bisa memalingkan pandangan. Dua kepala saling bersandar, berbisik. Pemandangan itu membuat hati Derren terbakar

  • Maaf, Cinta Telah Hampa   Bab 48

    Kemunculan Jibran yang mendadak justru memancing ketidakpuasan dan serangan dari Keluarga Adhinanta. Bahkan di internal Grup Khoman, banyak yang mulai mempertanyakan dirinya. Terlebih lagi, demi membantu Amelia, Jibran rela mengorbankan impiannya menjadi pembalap.Itu sebabnya, Amelia merasa bersalah.Di ruang kemoterapi, alat-alat besar berdengung. Beberapa dokter berseragam putih sibuk dengan pekerjaan mereka.Amelia melangkah masuk. Pintu tebal tertutup di belakangnya. Dia menelan ludah tanpa sadar dan telapak tangannya mulai berkeringat."Bu Amelia, kita akan mulai. Saat kemoterapi, nggak bisa menggunakan obat bius, jadi akan terasa sakit. Kalau nggak tahan, kami akan segera hentikan."Amelia berbaring di ranjang perawatan. Tubuhnya sedikit kaku. "Baik ...."Dokter tersenyum menenangkan. "Nggak perlu khawatir. Dari peracikan hingga prosedur, ini adalah tim terbaik Grup Khoman. Pak Jibran pun mengawasi langsung. Tenang saja."Amelia mengangguk pelan. Kilatan cahaya perak melintas, j

  • Maaf, Cinta Telah Hampa   Bab 47

    Tengah malam, Amelia terbangun karena rasa sakit yang menusuk.Begitu membuka mata, yang terlihat hanyalah kegelapan. Di sekelilingnya, lampu-lampu indikator dari berbagai alat medis berkedip. Wajahnya terpasang masker oksigen, tubuhnya juga terpasang berbagai selang.Efek bius pasca operasi sudah habis. Kini, setiap bagian tubuhnya terasa sakit. Padahal tadi hanya demam biasa, kenapa bisa separah ini?Untuk pertama kalinya, Amelia benar-benar merasa dirinya sangat dekat dengan kematian. Tidak, mungkin ini kali kedua.Waktu baru menikah dengan Derren, mereka pernah liburan ke pulau tropis. Amelia memang tak tahan panas, tetapi tetap saja ingin bermain. Akhirnya, dia mengalami sengatan panas yang parah hingga nyaris meninggal.Saat itu, Derren bahkan rela mengenakan pakaian pelindung lengkap demi bisa berjaga di ICU. Dia berucap, "Aku harus melihatmu dengan mata kepala sendiri. Aku nggak bisa pergi sedetik pun."Amelia masih ingat jelas betapa paniknya Derren waktu itu. "Amelia, kalaupu

  • Maaf, Cinta Telah Hampa   Bab 46

    Mungkin karena malam sebelumnya tidak beristirahat dengan baik, kepala Amelia terasa nyeri dan berdenyut pelan. Hari ini adalah hari yang dijadwalkan untuk menjalani kemoterapi, tetapi Jibran tak kunjung muncul."Jibran itu ya .... Sejak acara lelang yang mengungkap identitasnya, aku merasa sudah jarang sekali lihat dia."Amelia batuk kecil dan mengangguk pelan. "Ya, aku juga khawatir. Derren sedang menyerang Grup Khoman."Camila terlihat sangat khawatir. "Amelia, kenapa suaramu serak banget? Sini."Begitu tangannya menyentuh dahi Amelia, Camila langsung melompat kaget. "Kenapa kamu demam tinggi begini? Kamu baik-baik saja?"Sambil terus mengomel, Camila mulai panik mencari plester kompres demam. Amelia mencoba bangkit, tetapi baru sadar seluruh tubuhnya terasa lemas, bahkan tak mampu turun dari tempat tidur. Pandangannya pun menggelap.Mungkin karena tidak istirahat dan juga masuk angin. Sebagai pasien leukemia, demam adalah hal yang sangat berbahaya.Amelia merasa kepalanya berputar

  • Maaf, Cinta Telah Hampa   Bab 45

    Derren menempatkan Yovana di kursi belakang mobil Cullinan hitam miliknya, lalu ikut masuk. Mobil segera meluncur meninggalkan hotel.Yovana berusaha terlihat tenang, tetapi akhirnya tidak tahan lagi. Kepalanya dimiringkan, lalu dia bersandar di bahu Derren dan menangis tersedu-sedu tanpa henti. "Kak Derren, maaf ...."Derren tetap duduk diam, matanya menoleh ke arah gadis di sampingnya. "Kenapa minta maaf?"Yovana menyeka air matanya. "Sejak aku muncul, rasanya aku hanya membuatmu tambah repot .... Kali ini aku cuma ingin melindungi Kak Amelia, tapi tetap saja berantakan. Kenapa semua bisa jadi seperti ini ...."Derren terdiam sesaat, lalu menarik selembar tisu dan menyerahkannya. Dengan suara rendah, dia menimpali, "Aku akan menyelidikinya. Lagian, ponsel Lukman memang dibuka oleh timku."Yovana langsung menoleh dengan ekspresi terkejut. "Pantas saja. Kalau nggak, mana mungkin dia punya suara Paman Lukman sebagai bahan rekaman ...."Dalam hati, Yovana mendengus dingin. Tentu saja dia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status