Maaf, Cinta Telah Hampa

Maaf, Cinta Telah Hampa

By:  Lucy FinstonUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
Not enough ratings
50Chapters
4views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Amelia didiagnosis mengidap kanker. Janin dalam kandungannya tidak bisa dipertahankan. Awalnya, dia berencana untuk menggugurkan kandungan, menceraikan Derren, lalu menanti maut dalam damai. Dia ingin merelakan pria itu bersatu dengan kekasih barunya. Namun, Derren tidak berniat melepasnya semudah itu. Dia terus memaksa Amelia yang hari demi hari kian melemah bermesraan dengannya hanya demi mendapatkan seorang anak bagi wanita barunya yang tidak bisa mengandung. Amelia yang terbaring tidak berdaya di ranjang rumah sakit, memohon dengan perasaan campur aduk, "Ambil saja nyawaku, tapi tolong lepaskan aku." Pria dingin dan angkuh itu berlutut di depan batu nisan Amelia, memeluk bunga gardenia siang dan malam sambil bergumam lirih dengan mata memerah, "Sayang, kembalilah, jangan main-main lagi."

View More

Chapter 1

Bab 1

Amelia Batara sama sekali tidak terkejut ketika didiagnosis mengidap kanker. Ibunya meninggal dengan cara yang sama, jadi sejak awal dia sudah siap mental. Namun, setidaknya ibunya telah melahirkannya.

Sementara Amelia ... sepertinya dia tidak akan mampu mempertahankan bayi kecil dalam kandungannya.

"Bu Amelia? Bu Amelia?" panggil seorang dokter bernama Charles.

Setelah dipanggil beberapa kali, Amelia baru tersadar dari lamunan dan menyahut dengan suara serak, "Maaf."

Amelia mendadak pingsan, lalu dilarikan ke rumah sakit oleh pejalan kaki yang kebetulan lewat. Perutnya sakit melilit tiada henti.

Charles melirik ke arah pintu, terlihat ragu-ragu untuk bicara. Wanita bertubuh kurus ini hanya terbaring sendirian di ranjang rumah sakit, tanpa ditemani seorang keluarga pun.

"Berdasarkan hasil tes darah dan kondisi fisikmu saat ini, prosedur pengangkatan janin harus segera dilakukan. Kalau ditunda, nyawamu akan berada dalam bahaya. Silakan hubungi anggota keluargamu, kami akan segera menjadwalkan operasi," ucap Charles.

Anggota keluarga? Amelia bertanya dengan raut suram, "Apa rumah sakit bisa memberiku surat pelepasan tanggung jawab? Aku akan menandatanganinya sendiri."

Charles bersedekap dan menjawab dengan ekspresi serius, "Apa kamu mengerti seberapa besar risiko operasi ini? Kami nggak sanggup menanggungnya!"

Amelia meraih ponselnya, merasa bimbang untuk sejenak. Akhirnya, dia menelepon nomor yang sangat akrab itu.

Dahulu, begitu Amelia menelepon, tidak peduli masalah besar ataupun kecil, Derren Adhinanta pasti langsung datang ke sisinya. Tak disangka, semua akan berubah secepat itu.

Setelah berdering tujuh hingga delapan kali, panggilannya baru diangkat.

"Ada apa?" tanya pria itu dengan suara rendah, terdengar sangat tidak sabar.

Aura dingin menguar dari lubang suara ponsel. Amelia mencengkeram erat perangkat itu hingga ujung jarinya memutih, menahan sakit yang menusuk di perutnya.

"Derren, aku di Rumah Sakit Pratama, apa kamu ... bisa datang dan tanda tangan sesuatu?" tanya Amelia. Dia tidak ingin memberi tahu pria itu bahwa dirinya mengidap kanker dan terpaksa harus menggugurkan bayinya. Amelia belum ingin menyerah, dia masih bertaruh pada suatu harapan tipis.

"Aku nggak bisa," balas Derren dengan nada dingin dan kasar, hendak langsung menutup telepon. Saat ini dia sedang menemani Yovana konseling psikologis.

Bibir Amelia tampak memutih, bahunya bergetar pelan, dan wajahnya makin pucat. Dia berkata, "Kalau kamu datang tanda tangan, aku akan menceraikanmu."

Derren mendengus kasar, lalu membalas dengan suara rendah magnetisnya yang bernada tajam, "Jangan melakukan hal yang sia-sia, Amelia. Aku sudah bilang sejak awal, kita akan bercerai setelah bayi itu lahir. Bukan kamu yang membuat keputusan di sini."

Suara dari ponsel terdengar sangat jelas di dalam kamar pasien yang hening. Mata Charles memancarkan simpati, tetapi Amelia pura-pura tidak melihatnya.

Ya, Derren hanya mempertahankan pernikahan mereka demi anak yang berada dalam kandungannya.

Amelia menyampingkan egonya dan menolak bercerai karena dia tidak ingin bayinya terlahir tanpa ayah, seperti dirinya. Sekarang, anak itu sudah harus pergi. Tidak ada artinya lagi Amelia dan Derren mempertahankan pernikahan ini.

Hati Amelia dihantam rasa sakit yang luar biasa. Hidungnya perih dan matanya memanas. Baru saja dia hendak bicara, suara di ujung telepon menyelanya.

"Apa ada keluarga Nona Yovana di sini?"

Derren segera menjawab dengan suara rendah bernada tenang, "Ya, aku."

Tubuh Amelia bergetar. Air matanya membanjir, tetapi bibirnya justru melengkungkan senyum tipis. Saat ini, dirinya seperti tali busur yang diregangkan terlalu lama dan akhirnya putus.

Pandangan Amelia menggelap dan kesadarannya menghilang. Bau darah memenuhi udara di ruangan itu.

"Pasien mengalami syok hemoragik, segera siapkan ruang operasi ginekologi!"

Ketika Derren hendak memutus panggilan, samar-samar terdengar suara ribut dari seberang telepon yang lalu disusul nada sibuk.

Derren menepis setitik kekhawatiran tak terbaca di hatinya. Raut wajahnya masih setajam dan setenang biasanya saat dia membuka pintu dan masuk ke ruang konsultasi.

Rumah Sakit Pratama.

Amelia merasa seperti baru bermimpi panjang. Dalam mimpi itu, dia terus menangis tanpa henti. Namun, semua air matanya jatuh ke telapak tangan hangat Derren.

Pria itu menghiburnya dengan suara lembut dan tanpa lelah, seolah-olah dia memiliki kesabaran tak terbatas.

Di tengah serangan rasa sakit yang hebat, Amelia terbangun. Cahaya putih yang menyilaukan membuatnya sulit membuka mata. Entah mana yang lebih sakit sekarang, tubuhnya ataukah hatinya.

Ya, Amelia dan Derren akan segera bercerai. Apa artinya cinta mereka selama bertahun-tahun?

Pernah ada masa ketika Derren ingin menggendong Amelia hanya karena wanita itu terjatuh, agar kakinya tidak perlu menjejak tanah. Sekarang, saat Amelia dibawa ke ruang operasi, pria itu bahkan tidak peduli.

Seorang perawat masuk untuk melakukan pemeriksaan rutin. Dia bertanya, "Bu Amelia sudah bangun? Apa ada yang terasa kurang nyaman?"

Amelia menggeleng. Wajahnya sangat pucat dan tubuhnya begitu rapuh, seakan-akan dia bisa mati kapan saja.

Perawat itu meninggikan tempat tidur dan mengatur laju infus sambil berucap lagi, "Keluargamu sudah datang. Dia akan segera ke sini setelah mengurus prosedur di luar."

Amelia mendongak kaget, matanya memancarkan setitik harapan kecil. Derren datang?

Bunyi langkah kaki kian mendekat. Suara Charles juga terdengar dari pintu kamar pasien, "Lain kali, segeralah datang. Kondisi istrimu sudah seperti ini, jangan terlalu keras kepala."

Jantung Amelia berdebar-debar seiring pintu yang dibuka.

Seorang pria berjalan di belakang Charles, terlihat ragu-ragu untuk bicara. Begitu melihat Amelia, dia langsung berkata dengan wajah gembira, "Kak Amelia, kamu sudah siuman?"

Amelia tertegun sejenak melihat siapa yang datang. Kemudian, sesuatu dalam hatinya diam-diam hancur berkeping-keping. Bukan Derren. Ya, mana mungkin pria itu datang? Bisa-bisanya dia masih berani berharap.

Amelia menyembunyikan gejolak emosi di matanya. Sambil memaksakan sebuah senyuman kecil, dia bertanya, "Jibran, kenapa kamu ke sini?"

Orang yang datang adalah Jibran Khoman, perawat kakek Amelia. Pemuda itu mengenakan celana jin dan kaus bertudung, gaya berpakaian mahasiswa biasanya.

Jibran memegang setumpuk tagihan dan laporan pemeriksaan. Dinilai dari lapisan keringat di dahinya, tampaknya dia datang dengan terburu-buru.

Melihat binar mata Amelia yang seketika meredup, Jibran tahu bukan dirinya yang ditunggu Amelia. Dia mencoba tetap tegar dan berucap sambil tersenyum, "Jangan khawatirkan kakekmu, aku sudah mengatur seseorang menemaninya di sanatorium."

Amelia menerima air hangat yang diberikan Jibran, membalas sambil mengangguk, "Terima kasih."

Charles meninggalkan beberapa instruksi, lalu keluar. Seisi ruangan berubah hening.

Jibran duduk di samping ranjang rumah sakit, berusaha terdengar kasual saat berkata, "Penyakitmu ... Dokter Charles sudah bilang padaku. Kita coba obat-obatan dulu. Kalau nggak efektif, baru coba kemoterapi. Sementara itu, kita bisa pelan-pelan cari donor sumsum tulang yang cocok."

Amelia memalingkan wajah, memandang ke luar jendela dengan sorot setenang air danau. Dia membalas, "Menemukan donor yang cocok itu seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Nggak usah cari, nggak perlu."

Amelia masih belum berani menyentuh perutnya yang sudah rata. Dia kembali kehilangan seorang keluarga. Setelah ibunya meninggal, sang kakek menjadi satu-satunya keluarganya. Hanya saja, sekarang kakeknya sering tidak mengenalinya.

Derren pernah menjadi satu-satunya cahaya bagi Amelia di dunia yang sepi ini. Namun, semua berubah sejak setahun lalu.

Yovana Taksa, putri angkat Keluarga Adhinanta, mengalami kecelakaan. Dari kesaksiannya, Amelia menjadi sosok tertuduh yang melakukan percobaan pembunuhan. Derren yang selama ini paling protektif pada Amelia pun memercayai tuduhan itu dan menuntut cerai.

Amelia menunduk, menatap telapak tangannya yang kosong. Pada akhirnya, dia tidak memiliki siapa-siapa.

Melihat raut lelah di wajah Amelia, Jibran tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia berdiri, lalu menyelimuti wanita itu.

Pintu ruang pasien tiba-tiba terbuka. Derap langkah kaki berhenti tepat di depan pintu.

Amelia memandang ke sana melewati bahu Jibran. Seorang pria dengan setelan hitam berdiri di depan pintu dengan ekspresi tidak senang.

Derren menatap pemuda di samping ranjang dengan sorot tajam. Ekspresinya luar biasa dingin dan bibirnya menyunggingkan seringai mengejek. Dia berkata dengan nada rendah yang sarat amarah, "Amelia, jadi ini alasanmu menggugurkan bayi itu?"
Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
50 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status