Share

2. Jangan Malam Ini, Dik

"Mas ingin kita menunda melakukan hubungan suami istri, Dik. Dua hari buat Mas tidak cukup untuk mengenali siapa kamu, siapa keluargamu, mantan suamimu. Biarlah kita berpacaran dulu sambil saling mengenal, masalah keluar masuk gawang, itu soal sepele. Kalau menurutmu, gimana, Dik?"

***

Jantung Tiara tak karuan saat mendapati Yudhi memegang ponselnya, didekatkan langkah. Aneh, wajah lelaki itu yang tadi memerah perlahan kembali normal. 

Yudhi tersenyum sambil mengarahkan ponsel ke arah Tiara.

"Berapa kode sandinya, Dik? Bolehkan Mas buka?"

Tiara merasa lega. Ternyata Yudhi belum membuka ponselnya. Bersyukur ia sudah mengantisipasi dengan memakaikan kata sandi. Jika tak sesiapa bisa mengakses hapenya.

Tiara memilih tak langsung menjawab, ia justru berjalan dan memilih duduk di sebelah Yudhi, lalu meraih ponsel yang ada di tangan lelaki itu.

"123456," sebut Tiara sambil menekan enam angka di layar ponsel. Hanya berselang detik segala fitur hp terpampang jelas di depan mata. 

Wanita itu tampak tenang, karena untuk keamanan, khusus aplikasi wa, sudah ia kunci dengan kata sandi. Pun nama Wira sudah ia ganti dengan nama Bang Ojol.

Setelah ponsel dihidupkan, kini kedua netra sang suami malah beralih menatap Tiara. Sedikit risih wanita itu menyentuh baju mandinya, barang kali ada yang terbuka hingga tatapan Yudhi intens padanya. 

Kecanggungan kembali meliputi mereka.

"Adik wangi banget," katanya sambil mendekatkan hidung pada rambut Tiara yang terbungkus handuk.

Tiara menjadi semakin gugup. Seulas senyum terkembang dari bibirnya untuk menetralkan suasana hati.

"Mas mau ngapain dengan ponsel Tiara?" tanyanya memecah kecanggungan.

"Boleh Mas lihat kontaknya, Dik?"

"Buat apa?"

"Cuma mau tau aja, selama ini adik dekat sama siapa-siapa aja?"

Merasa semua aman, karena sudah membersihkan semua kontak. Dia menyerahkan ponselnya.

"Iya boleh, Mas. Tapi Tiara ganti baju dulu, ya."

Lelaki itu mengangguk lalu kembali fokus pada ponsel di tangannya. Tiara jadi mulai menebak-nebak, sepertinya Yudhi tipe lelaki posesif yang pencemburu. Sifatnya bertolak belakang dengan Wira. 

Dulu saat malam pertamanya dengan Wira, lelaki itu tidak ingat apa-apa selain pemenuhan kebutuhan biologisnya. Tetapi Yudhi berbeda. 

'Mungkin aku harus memulainya terlebih dahulu. Supaya cepat selesai. Tunggu Mama Sayang Danu, Mama akan segera pulang.'

Dada Tiara berdebar tak karuan, keringat mengucur di pelipis. Di tatapnya Yudhi yang sedang sibuk dengan ponsel.

Dengan cepat Tiara menggunakan langerie seksi pemberian ibu mertua. Dirasa amat risih, wanita itu memilih memakai jubah di atasnya.

'Ah, kenapa terbuka banget begini. Waduh, tidak-tidak. Ini tidak bisa digunakan bersama Mas Yudhi. Sebaiknya kusimpan saja, dan akan kugunakan nanti ketika sudah kembali bersama Mas Wira.'

Segera Tiara mengganti lingerie, lalu memakai baju piyama lengan panjang. Langkahnya kini kembali mendekati sang suami.

"Mas lagi ngapain?"

"Ini Mas lagi mikir, kira-kira nama yang cocok untuk menyimpan nomor ponsel Mas di handphone kamu apa ya?"

Tiara hampir tertawa menyimak pertanyaan lelaki itu. Itu aja kok dibuat pusing. Pikirnya.

"Suamiku aja, Mas."

Dia menggeleng.

"Terlalu simpel. Bagaimana kalau 'Sang Muhallil'?"

Sesuatu menyentak organ pemompa darah Tiara, kenapa Yudhi malah teringat sebutan itu?

"Hihihi ... Mas bercanda. Kalau 'Sayang', gimana, cocokkan?"

Tiara mengangguk dengan perasaan tak enak.

"Nomor Adik juga Mas save dengan nama Sayang, ya?"

"Iya, Mas."

"Emm ... kontak mantan suami Adik, namanya apa?"

"Buat apa Mas, bukankah Mas sudah berjanji tidak akan mengungkit masa lalu."

"Iya, Mas ingat. Mas hanya ingin tahu saja, siapa tahu entar perlu sesuatu, bisa langsung telpon."

Tiara bergeming sejenak. Sudah ia duga akan begini, untungnya Tiara dan Wira sudah memprepare segalanya. Wira sengaja memakai dua nomor untuk saat ini, satu nomor bebas yang bisa dihubungi siapapun, yang satunya lagi khusus untuk mereka berdua.

"Mas Wira, Mas," jawab wanita itu pelan.

Yudhi tampak segera mengetik nama Wira di pencarian. Sesaat setelah nama itu muncul, dia segera mengeklik untuk melihat foto profilnya. 

Yudhi tersenyum sambil kembali menatap Tiara.

"Mantan suami Adik tampan ya, Dik. Mirip Darius suaminya Dona itu."

Pandangan Tiara seketika teralih.

"Nggak selevel sama Mas, lah. Emang kamu sudah move on dari Mas Darius ini, Dik?"

"Mas Wira, Mas."

"Eh, iya. Mas sampai lupa, habis mirip banget."

Tiara hanya tersenyum.

"Mau jawaban jujur, apa bohong, Mas?"

Yudhi mendelik, kedua alisnya terangkat.

"Dua-duanya."

Tiara ikut tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Kalau jawaban jujur, belum, Mas. Tapi kalau jawaban bohong, sudah."

Yudhi terlihat tercengang. Tidak puas.

"Masih on proses, Mas. Semoga setelah kita ...."

Tiara berucap sembari menyentuh pundak suaminya. Ingin segera mengakhiri permainan ini dengan persatuan mereka.

"Ehm ...."

Deheman Yudhi membuat Tiara tersentak dan menarik tangan. Mereka saling memandang.

"Boleh lihat-lihat foto, Dik?"

Tiara menghela napas. Dia menangkap Yudhi seperti sedang mengundur malam pertama mereka. Tapi kenapa, bukankah semua pengantin baru ingin segera bermalam pertama bersama kekasih halal mereka?

"Kok dikunci juga, Dik?"

Pertanyaan Yudhi membuat Tiara tersadar dari lamunan. Karena terus memikirkan janjinya pada mantan suami dan ibu mertua, ia jadi lupa kalau foto syur yang tadi dikirim Wira pasti sudah masuk ke dalam galeri. Jangan sampai Yudhi membuka galeri sebelum ia berhasil menghapus fotonya.

"Biar saya buka kuncinya, Mas."

Tiara segera merebut ponsel dari tangan Yudhi. agar lelaki itu tidak bebas memeriksa ponselnya, hampir semua fitur di ponsel telah dikunci oleh Tiara.

"Kenapa semua fitur dikunci, Dik?"

"Buat jaga-jaga aja, Mas. Takut ada teman yang syirik lalu menyalahgunakan foto."

"Iya Mas sudah bisa tebak, pasti banyak yang syirik sama Adik, wong Adik cantik," puji lelaki itu membuat Tiara tersipu sejenak.

Tiara segera menghapus foto yang dikirimkan Wira, sedang foto-foto lainnya memang terlebih dahulu sudah diamankan. Hanya tersisa fotonya bersama Dayu. Dan selembar foto keluarga, ia, mantan suami dan Dayu. Foto itu memang tak dihapus Tiara, teringat karena Yudhi yang pesan agar foto keluarganya dahulu tak perlu semuanya dimusnahkan.

Tiara memberi ponsel kepada Yudhi setelah keperluannya terlaksana. Lama lelaki itu memandang sambil menggeser. Sekali waktu sampai diputar, bahkan kepalapun ikut miring saat berhenti di sebuah foto dengan posisi miring. Terakhir tangannya berhenti dan wajah pun terangkat, saat melihat foto Tiara bersama Wira dan Dayu.

"Yang ini kok belum dihapus, Dik?"

"Kan Mas yang bilang nggak perlu dimusnahkan semuanya."

"Oh Mas lupa."

"Sini, Dik. Kita foto berdua, biar ada foto berdua juga."

"Tapi, Mas. Saya nggak pakai jilbab."

Yudhi bangkit dan mengambil jilbab Tiara yang tergantung di hanger. Secepat kilat ia kembali dan memakaikan asal di kepala sang istri.

"Ini boleh 'kan, Dik?"

Tiara hanya tersenyum, perasaannya aneh. 

"Lihat kameranya, Dik. Satu, dua ti ...."

Yudhi mencium pipi Tiara saat blizt dari kamera ponsel menyala.

"Mas?"

Tiara memandang lelaki itu. Yudhi hanya tersenyum sambil menggaruk-garuk kepala. Lalu dia mulai memasang foto hasil jepretannya sebagai foto pada layar utama dekstop.

Lagi-lagi, Tiara hanya mampu menghela napas. 

"Semoga kamu bisa segera melupakan mantan suamimu, Dik."

Kedua netra Tiara terasa berat. Mana mungkin dia jujur, tentu hal itu tak mungkin ia lakukan. Bahkan, pernikahan inipun ia niatkan agar dirinya bisa kembali pada Wira.

'Semoga nanti kamu bisa menerima, Mas. Bahwa aku ingin kembali pada mantan suamiku. Tidak ada niat untuk selamanya bersamamu, kamu hanya ...."

"Jangan jadikan Mas sebagai suami muhallil ya, Dik?"

Deg!

Pertanyaan Yudhi kembali menyentak jantung Tiara. Haruskah ia jujur. 

"Bukan, Mas."

"Alhamdulillah, soalnya kalau Mas pikir-pikir, adik kecepatan cari jodoh. 'Kan baru lepas masa Iddah. Ah, tapi nggak papa jugalah. Namanya nafsu ya, Dik. Mana nunggu setahun dua tahun. Daripada zina lebih baik nikah."

Aku menunduk sambil memejamkan mata. Biarlah dia mengira aku menikah karena sudah tak sanggup menahan nafsu. Bukankah itu perihal baik.

"Jadi, anakmu Danu kenapa kamu kasih ke ayahnya, Dik? Biasa perempuan itukan lebih berhak sama anak-anak mereka?"

Tiara bergeming sejenak.

"Kami punya kesepakatan, Mas. Danu akan tinggal secara bergantian di rumahku, dan di rumah Papanya. Lagian rumah Mas Wira juga tidak jauh dari sini. Hanya butuh waktu tiga puluh menit aja untuk sampai ke sana. Jika rindu, aku pun bisa menjenguknya."

"Oh ...."

Kini mulut lelaki itu berhenti berucap. Kedua netranya justru membidik mata Tiara. Dia memegang jemari tangan Tiara, lalu membimbing agar mereka bisa merebahkan tubuh di atas bantal secara bersamaan.

Beberapa detik terus saling bertatap, menghadirkan gelenyar aneh di dada masing-masing.

"Jika Adek tidak keberatan, Mas ingin kita menunda melakukan hubungan suami istri, Dik. Kita baru kenal satu minggu, bertemu sekali, eh Adik langsung minta nikah. Sebenarnya Mas ingin mengundur, tapi takut kehilangan Adik. Mas terlanjur jatuh cinta dan hanya ingin menikah dengan Dik Tiara seorang. Cuma waktu segitu belum cukup bagi Mas. Mas ingin mengenalmu luar dalam sebelum kita bersatu jiwa raga. Kamu nggak keberatan 'kan, Dik?

Tiara tercengang, sepertinya lelaki di hadapannya bukan lelaki gampangan. Sejenak berbagai pertanyaan di kepala beradu hebat.

'Lambat asal selamat, biar lama asal misiku tercapai.'

"Nggak papa, Mas. Saya nggak keberatan kok."

"Alhamdulillah. Kamu sudah mengantuk, Dik?"

Tiara mengangguk.

"Baiklah, yuk kita tidur, Dik."

Yudhi bangkit untuk mencium kening sang istri.

"Malam ini cukup segini, jika proses perkenalan yang Mas inginkan sudah tercapai, Mas akan langsung meminta jatah," ucapnya sambil merentangkan tangan lalu meminta Tiara tidur dalam bentangan lengannya.

Ah, terasa aneh memang di diri wanita itu. Biasa ia tidur dalam dekapan lengan kokoh lelaki bernama Wira, tapi malam ini dirinya tidur bersama lelaki lain. Tak percaya jika ternyata lelaki itu adalah suami keduanya.

"Maafkan hamba Ya Allah, andai perceraian kami tak pernah terjadi. Tentu hamba tak harus terlibat dalam pernikahan ini. Hamba tahu ini dosa besar. Tapi setelah semua ini selesai, hamba akan bertaubat."

***

Bersambung

Terima kasih.

Utamakan baca Al-Quran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status