[Bangun, Mas.]
Suara Tiara terdengar lirih di telpon. Sudah menjadi hal yang biasa, setiap pagi Tiara bertugas membangunkan mantan suaminya, meski status sudah tak lagi mahrom.
[Iya Sayang, Mas sudah bangun. Gimana semalam, sudah?]
[Belum, Mas.]
[Kenapa belum?
Terdengar suara Wira sedikit meninggi. Lelaki itu memang cepat naik darah jika kemauannya tak segera dituruti. Itu yang membuat Tiara kadang mengeluh dalam diam. Tapi rasa cinta dan kagum, menutupi semua itu. Ya, Tiara sangat mencintai Wira, juga begitu kagum akan segala yang dimiliki mantan suaminya itu.
[Mas Yudhi minta waktu, Mas.]
[Waktu, untuk apa?]
[Dia mau mengenal Tiara lebih dekat.]
[Astaga Tiara, itu cuma taktik dia doank. Dia ingin memiliki hatimu, hingga kau sulit untuk lepas darinya. Mana mungkin manusia normal seranjang sama perempuan nggak bereaksi. Mas nggak percaya!]
Tiara terdiam. Wira yang menyadari telah terlanjur meninggikan suara, seketika merasa bersalah.
[Yank ...]
Tiara tetap bergeming, air mata sudah mulai mengenang di pelupuk.
[Maaf, Yank. Mas hanya takut kehilangan kamu. Mas mencintai, dan tidak ingin laki-laki lain memiliki hatimu.]
Isak Tiara kini terdengar di telinga Wira.
[Jangan nangis Yank, Mas minta maaf. Mas janji nggak akan maksa kamu lagi.]
Belum selesai Tiara menjawab, wanita itu keduluan tersentak. Terdengar suara seseorang dari luar kamar. Dengan cepat ia memberitahu Wira dan mematikan telpon.
Segera Tiara memperbaiki posisinya, sedang beberapa meter di hadapan, pintu kamar mulai terbuka, dan Yudhi menyembul di balik itu.
"Mas Yudhi?"
"Kamu sudah bangun?"
"Mas darimana?"
"Mas habis sahur di dapur. Setiap senin-kamis, Mas terbiasa puasa sunnah."
"Lho, kok nggak banguni Tiara? Jadi Mas sahurnya pakai apa?"
Yudhi tersenyum sambil berjalan untuk kemudian duduk di atas ranjang.
"Ada nasi dalam rice cooker, juga ada telor dalam kulkas. Jadi Mas olah jadi nasi goreng telur dadar. Mas juga sisakan buat Adik sarapan pagi ini."
Tiara memandang lelaki itu dengan tatapan iba, apa yang dilakukan Yudhi mengetuk mata hatinya. Ia tahu suaminya kini memiliki kelebihan dalam beberapa hal, tapi ia tak ingin menyelingkuhi Wira.
"Harusnya Mas bangunin Tiara, biar Tiara yang siapkan," ucap Tiara berusaha mendamaikan rasa bersalahnya.
"Wes tadi kamu tidurnya nyenyak banget, nggak sampai hati Mas buat bangunkan."
"Tapi Tiara jadi nggak enak Mas."
"Kenapa jadi nggak enak, rumah tangga itukan dibangun diatas kerja sama. Nabi saja pernah mengaku tengah berpuasa pada isterinya Aisyah, saat mendapati meja makan di kediaman Aisyah kosong tanpa makanan. Suami istri itu harus saling pengertian, supaya langgeng nggak berantem terus."
Yudhi bercerita panjang lebar sambil menjawil hidung bangir Tiara. Wanita itu menarik napas dalam, merasa ada yang tersentuh di dasar hatinya.
"Tapi karena sekarang kamu sudah bangun, kita subuh berjamaah, ya."
Tiara terkesiap. Selama empat tahun menikah dengan Wira, tak sekalipun lelaki itu memimpin shalat dengan dirinya sebagai makmum.
Tidak hanya itu, bahkan diusianya yang kini sudah genap tiga puluh tahun, Tiara merasa sesekali masih meninggalkan shalat meski sedang tidak menstruasi. Sungguh bersama Yudhi, Tiara merasa dirinya seumpama seorang cacat yang disandingkan dengan manusia sempurna.
Allahuakbar Allahuakbar ...
"Nah, suara azan. Mas wudhu duluan ya, Dik."
Yudhi mengakhiri perbincangan mereka dengan ciuman singkat di kening.
***
Mereka telah selesai melaksanakan shalat berjamaah. Tiara mengecup punggung tangan suaminya sekilas. Lalu khusuk dalam doa.
Saat ia membuka mata, didapati Yudhi duduk sambil memandanginya.
"Ada apa, Mas? Kok mandangin Tiara begitu?"
Yudhi menggeleng sambil tersenyum.
"Dulu saat mantan istri Mas masih hidup, dia selalu berdoa seperti yang kamu lakukan barusan. Padahal Mas sudah membaca doa bersama yang dia aminkan. Wah, kok jadi ingat dia, ya?"
Lelaki itu salah tingkah sambil menyugar rambut.
"Nggak papa, Mas. Jadi doa Almarhumah yang kedua isinya apa, Mas."
"Katanya, dia mau doa pribadi sama Allah pakai bahasa cinta."
Tiara terhenyak, tampak serius nendengar.
"Mas nggak pernah nanya dia berdoa apa, sampai malam itu, malam terakhir kami bersama, ia jujur."
"Almarhumah berdoa apa, Mas?"
"Ternyata selama ini ia meminta sama Allah, agar Mas selalu mencintai, menyayangi, dan jika suatu ketika ia pergi terlebih dahulu, agar Mas mencari penggantinya. Dia meminta agar Mas mencintai dan menyayangi wanita itu sama seperti yang Mas lakukan padanya," kenang lelaki itu dengan mata berkaca-kaca.
Tiara terenyuh, tanpa sadar ia mengusap air mata yang mengalir di sudut mata Yudhi. Saat hendak menarik kembali tangannya, lelaki itu berusaha menahan.
"Maukah kamu menerima semua perasaan ini Tiara?"
Dentuman dahsyat menghentak jantung Tiara. Ia menelan saliva. Perasaan berdosa menghujam tubuhnya hingga tak kuasa untuk menjawab.
Tiara memilih menunduk.
"Kamu nggak mau Mas cintai?"
"Em ... Mau, Mas," jawabnya dengan hati yang tercabik-cabik.
Untuk apa berbohong, harusnya ia jujur. Satu sisi hati berkata. Tapi tidak dengan sisi lainnya. Jujur akan membuat Yudhi membencinya. Tiara bimbang. Pertanyaan demi pertanyaan membuat otak terasa mau meledak.
"Alhamdulillah."
Sebuah kecupan mendarat di pucuk kepala wanita itu.
"Muliakanlah istri hamba ya Allah, terima ibadahnya, sinari hatinya dengan cahaya keimanan. Buatlah ia mencintai hamba dan melupakan mantan suaminya. Fuih ...."
Embusan napas terasa di ubun-ubun Tiara. Wanita itu mengangkat wajah dan mendapati Yudhi tersenyum usil ke arahnya.
"Hari ini masih libur kerja 'kan?"
Tiara mengangguk.
"Kita ke rumah orang tua Mas, ya?"
Pandangan Tiara buram, ia tidak mau kemana-mana selain bertemu Danu. Rindunya pada sang buah hati sudah teramat dalam. Belum pernah satu malam pun ia lalui tanpa melihat dan mengelus kepala bocah itu.
"Tapi saya rindu Danu, Mas."
"Gampang, kita ajak Danu sekalian," jawabnya asal.
"Nggak semudah itu, Mas. Pasti Mas Wira nggak mengijinkan."
"Hemm ... Lalu?"
"Saya ingin menjenguk Danu terlebih dahulu, Mas."
Emm ... Boleh, nanti kita ke rumah mantan suami Adik."
"Tapi saya nggak mau Mas menampakkan diri di hadapan Danu."
"Kenapa?"
"Dia pasti akan bertanya Mas siapa?"
"Katakan saja ayah baru buatnya."
"Dia masih kecil Mas, tidak boleh tahu jika saya dan Mas Wira sudah berpisah."
"Lhok, emang mau sampai kapan disembunyikan."
"Sampai ...."
Tiara menghentikan ucapannya. Harusnya memang tidak perlu jujur selamanya, jika dia berhasil melepaskan diri dari pernikahan ini. Tapi bagaimana harus menjawab saat untuk saat ini. Tiara memilih bungkam sementara waktu.
"Jika sudah cukup dewasa pemikirannya, barulah saya akan memberitahu bahwa saya dan papanya sudah berpisah, Mas."
Yudhi bergeming. Kemarin Tiara memaksanya menikah cepat dibawah tangan (nikah siri) sambil menunggu pelaporan perceraian diajukan wanita itu ke pengadilan agama. Sekarang Tiara kembali meminta keikhlasannya untuk mengijinkan dia kembali ke rumah mantan suaminya tanpa dampingan.
Gerahamnya merapat, desir cemburu hampir membakar jiwa. Jika tak ingat dirinya tengah berpuasa, ia akan membiarkan rasa itu merajai hati dan meminta tanggung jawab pada wanita yang sudah membuat rasa itu hadir.
Apa yang harus ia katakan, sedang ia tahu, haram hukumnya membiarkan istri bertemu dengan mantan suami di dalam sebuah rumah tanpa mahrom lain yang menemani?
***
Note : Nikah siri
Pernikahan siri di Indonesia sah menurut agama Islam selama rukunnya terpenuhi. Rukun pernikahan dalam Islam antara lain ada pengantin laki-laki, pengantin perempuan, wali, dua orang saksi laki-laki, mahar, serta ijab dan kabul.
Meski demikian, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganjurkan agar umat tak menikah siri dan memilih pernikahan resmi sesuai hukum yang berlaku.
Nikah siri tidak diakui negara. Kalau perkawinan tak dicatat oleh negara, berarti tak ada bukti bahwa seseorang itu sudah menikah.
Seandainya suatu saat suami memberikan perlakuan tak baik, seperti memudaratkan, menimbulkan penderitaan, atau menelantarkan istri dan anak, baik pihak istri atau keluarga istri idak bisa menuntut suami atau ayahnya karena tak ada bukti pernikahan. Dengan tak adanya bukti nikah, berarti istri dan anaknya tak punya kekuatan hukum. Hal inilah mengapa nikah siri itu dilarang. Karena sangat menyudutkan kaum wanita.
***
Bersambung
Utamakan baca Al-Quran.
Pandangan Yudhi tidak lekang dari menatap sang istri yang nampak sibuk mengemas diri. Mulai dari memilih baju, hingga polesan wajah. Seperti akan menghadiri kondangan saja, pikir lelaki itu.Yudhi bahkan harus ekstra menahan diri dari nafsu lelaki yang sudah lama vakum semenjak sang istri telah tiada.Bersyukur ia memilih berpuasa, tanggung jawabnya pada Allah membuat ia lebih sabar dan terkontrol hingga tak cepat tersulut bisikan-bisikan itu.Tiara mengibas-ngibas tangan setelah selesai berdandan."Yuk, Mas," ajaknya semangat.Yudhi meletakkan ponsel, sehabis menerima telpon dari uminya. Mata lelaki itu membelalak lebar."Ada apa, Mas? Bajunya kurang cocok, ya?"Yudhi berdehem menetralisir kecanggungan."Ini terlalu terbuka, Sayang."Yudhi menurunkan jilbab segi empat yang kedua ujungnya dinaikkan ke pundak oleh Tiara. Wanita itu hanya diam tak bereaksi."Bentar ya."Yudhi berjalan menuju lemari, beberapa pakaiannya sudah ditaruh rapi oleh Tiara ke dalam lemari.Dia membuka tas ranse
"Kok diam terus, Dik? Masih rindu, ya?" Yudhi mengawali pembicaraan setelah Tiara mendudukkan tubuh pada kursi mobil. Wanita itu mengangguk. "Baru saya sadari sekarang, Mas, berpisah dari anak sakitnya seratus kali lipat dari ditinggal suami ...."Tangis Tiara tak lagi terbendung. Air mata luruh membasahi wajah. Yudhi segera menepikan mobilnya, lalu ia bawa wanita yang sudah ia cintai dengan segenap jiwa itu dalam dada."Jangan menangis lagi, Dik. Bersabar ya, kita akan berjuang agar Danu bisa bersamamu."Ucapan Yudhi bukan menenangkan wanita itu, tapi lebih membuatnya terluka. Bagaimana rasanya, jika diwaktu bersamaan kamu diwajibkan untuk menjaga dan memenuhi keinginan banyak orang? Sedang tak sepenuhnya yang mereka inginkan sejalan dengan inginmu. Begitupula dengan seorang Tiara. Semua yang terjadi dalam hidupnya, tak semua berjalan sesuai keinginannya.Malam itu, saat pertengkaran dengan Wira terjadi, Tiara tak bermaksud minta cerai. Hanya ingin menggertak agar Wira mengubah ke
Tok ... Tok ..."Assalamualaikum, Dik Tiara."Jantung wanita itu hampir berhenti berdetak, Yudhi muncul mendadak di muka pintu. Gugup, Tiara mematikan sambungan telpon dari Wira, lalu dia memencet tombol non aktifkan. Bagaimanapun gemuruh hatinya memikirkan mantan suami, tapi ia tak ingin menyakiti hati Yudhi."Mas Yudhi," sebut Tiara gelagapan."Apaan itu?"Tiara menggeleng sambil memasukkan ponsel kembali ke dalam tas."Sibuk terus sama hape, coba Mas lihat, siapa yang berkirim pesan terus sama istri Mas," ucap Yudhi setelah duduk di sebelah Tiara. Tangan kanannya ia arahkan ke dalam tas, hendak merogoh ponsel yang disembunyikan Tiara di tempat itu.Dengan cepat Tiara mencegah aksi sang suami. Wanita itu bangkit menuju meja. Meletakkan tasnya di atas tempat tersebut."Siapa yang nelpon, Dik? Kok kayak rahasia gitu?" tanya Yudhi lagi."Bukan siapa-siapa, Mas? Kamar mandinya dimana ya, Mas? Tiara gerah banget nih, pengen mandi?"Wanita itu mencoba mengalihkan perhatian sang suami. Y
"Nduk, kamu tahu kan maksud hukum talak tiga ini untuk apa? Supaya lelaki itu tidak mengobral hak talak yang Allah berikan kepada mereka. Perjuangkanlah hakmu sebagai perempuan Sayang, ada anak yang berhak memilih untuk hidup denganmu. Ada hak waris yang menjadi bagianmu dalam sebuah perceraian. Jika semua kamu biarkan menggantung tanpa putusan sidang, kamu adalah pihak yang dirugikan, Anakku. Wanita memang dilahirkan sebagai yang berada di bawah naungan kaum lelaki, tapi bukan berarti dia harus pasrah menerima ketidak adilan yang berlaku padanya. Sedang agama dan negara telah menjamin kedudukan dan haknya."***"Menikah siri? Tapi kenapa, Yud?"Yudhi terdiam sesaat, tak ada kata instant yang bisa langsung keluar sebagai alasan. Ia tampak berpikir keras untuk menjawab pertanyaan sang ibu."Tiara belum sah bercerai dari suaminya, Mi."Wanita itu menggeleng-gelengkan kepala."Kenapa nggak nunggu sebentar Yud, jika perceraian sudah dilaporkan, tentu tak akan lama prosesnya berjalan. Umi
Tiara tampak terhenyak, ucapan ibu mertua membuat jantungnya seakan berhenti memompa."Saya ... tidak menganggap Mas Yudhi sebagai muhallil, Um."Dengan berat Tiara berkata dusta pada ibu mertuanya. Sungguh untuk jujur, ia tak punya cukup keberanian."Alhamdulillah jika memang benar cinta yang menyatukan kalian. Umi doakan semoga rumah tanggamu bersama Yudhi langgeng sampai maut memisahkan. Aamiin. Eh, sudah azan itu Nduk. Tinggalkan semuanya, bangunkan suamimu. Biasa kalau sudah di rumah ini, dia rutin shalat berjamaah di mushalla."Tiara menghentikan pekerjaan yang belum setengah ia lakukan. Lalu ia bergegas ke kamar untuk membangunkan sang suami seperti permintaan ibu mertuanya.***Kamar masih tampak gelap, hanya remang cahaya dari luar yang menjadi sumber pencahayaan. Tiara membuka pintu perlahan, sedang azan sudah tak lagi terdengar. Tiara berjalan menghidupkan lampu tidur yang sengaja ia matikan sesuai permintaan suaminya tadi malam."Mas ...." Sebuah sentuhan mengenai pipi le
"Demi Allah, Ma, Tiara nggak seperti yang Mama tuduhkan.""Lalu apa? Mama lihat tatapan matamu kini berbeda Tiara, nggak seperti biasanya. Kamu seperti malas kembali ke rumah ini.""Astaghfirullah, Ma, gimana Tiara bisa malas, sedang anak Tiara satu-satunya ada di rumah ini ....""Jadi, cuma Danu yang kamu khawatirkan, apa kamu lupa, Wira masih setia menantimu. Dia lelaki normal Tiara, punya syahwat yang harus disalurkan. Jika kamu tidak bisa kembali dalam waktu sebulan, Mama akan mengurus perceraian kalian. Dan ingat satu hal yang pasti Tiara, kamu tidak akan pernah mendapat hak asuh Danu! Ingat itu!"Tiara tergugu tanpa sepatah katapun lagi yang keluar dari mulutnya. Memang, jika berhadapan dengan wanita itu, Tiara tak bisa banyak membantah.Selama ini mantan mertuanya itu terkenal arogan. Pernikahannya dengan Wira memang sempat ditentang diawal. Namun seiring berjalan waktu, perlahan kehadiran Tiara sudah mendapat pengakuan, bahkan sudah begitu menyatu dengan keluarga besar Prange
Suasana di stasiun penyiaran tampak ramai. Hari ini ada acara favorit ditemani penyiar idola, 'Samsa'. Sudah bisa dipastikan, banyak anak gadis yang nongkrong, nungguin DJ kesayangan selesain on air.Semasa muda, Yudhi juga memulai karirnya sebagai seorang penyiar radio. Meski digandrungi banyak wanita, Yudhi tak seperti teman-teman DJ-nya yang lain. Mereka bisa tiap tahun bahkan tiap bulan ganti pasangan. Yudhi justru yang sebaliknya.Tapi itu pula yang menjadi alasan mengapa dia bisa mendapatkan hati seorang Kirana Putri Dee. Seorang inspirator cantik yang kerap mengisi acara yang di bawakan oleh Yudhi. Wanita itu tidak sembarang memilih imam, dari sekian yang melamar, hanya Yudhi-lah, lelaki sederhana dengan tampang seadanya yang mampu membuat hati wanita itu jatuh pada cinta.Mereka menikah tepat di usia Yudhi yang ke tiga puluh. Bertepatan dengan itu pula, Yudhi berhenti menjadi seorang penyiar, dan mendapat posisi terbaiknya di radio tersebut. Ia diberikan wewenang oleh produser
"Astaghfirullah ...."Yudhi mengusap wajah seraya menghela napas. Sedang Tiara sudah tak punya keberanian sedikitpun untuk mengangkat kepalanya. Seberdosa-berdosanya perbuatan yang ia lakukan dalam hidup, belum seberapa dengan perasaan bersalah yang kini menghujam dadanya."Jadi sekarang Mas 'kan sudah tau kebenarannya, saya wanita brengsek! Sangat tidak pantas untuk menjadi istri dari seorang lelaki sebaik Mas Yudhi. Maka itu, ceraikan saya Mas!"Yudhi menarik napas panjang, ingin menertawai sifat kekanakan yang dimiliki istrinya. Tapi ia harus tampil sebagai lelaki bijaksana. "Adik tahu, perkara halal yang paling dibenci Allah?"Tiara bergeming."Ialah perceraian, istriku Sayang. Maka sampai kapanpun Mas tidak dengan mudah mengucap talak kecuali jika kamu melakukan kemaksiatan atau hal-hal yang melanggar syariat, yang jika Mas mengingatkan justru kamu tolak atau kamu bantah. Tapi selama kita bersama, tak satupun permintaan Mas kamu tolak. Mas minta kamu ulurkan jilbab menutupi dada