"Jangan tidur dengannya lebih dari sekali. Setelah itu mintalah cerai padanya, jika dia tidak mau, bermalas-malaslah kamu sebagai istrinya. Jangan pernah mau melayaninya untuk kedua kali. Ingat aku, Dik. Aku menunggumu di rumah ini, bersama anak kita."
***
"Assalamualaikum, Dek Naya."
Wanita berkebaya pengantin itu tersentak saat mendapati sebuah tangan menyentuh bahunya seraya mengucapkan salam.
Lintasan peristiwa yang terjadi seminggu lalu bersama mantan suaminya, terhapus seketika. Nyatanya, kini dia di sini, di kamar pengantinnya bersama seorang lelaki.
Lelaki yang baru seminggu lalu ia kenal melalui aplikasi jodoh di handphonenya. Ia tak ingin percaya, bahwa hari ini, lelaki itu sudah mengijab qabul namanya. Sudah sah menjadi suaminya, dan sesaat lagi, seperti permintaan mantan suami, dia harus melayani lelaki itu.
"Mas Yudhi?"
"Maaf lama menunggu."
Wanita itu menarik napas. Harusnya cinta yang mempersatukan mereka, tetapi tidak.
Namanya Tiara Kanaya, janda satu anak yang baru selesai menjalani masa Iddah dari suami pertamanya.
Pernikahan kedua Tiara takkan pernah terjadi jika tanpa campur tangan ibu mertua. Wanita itulah yang meminta Tiara untuk ikut dalam acara kontak jodoh. Tujuannya adalah mendapatkan suami muhallil yang akan menghalalkan Tiara kembali pada anak tunggalnya.
Dengan gerak cepat ibu mertua Tiara mengatur pernikahan mereka, padahal keduanya baru bertemu sekali. Mengenai sifat, keluarga, serta bagaimana kondisi keuangan dan pekerjaan lelaki itu, tidak jadi masalah buat wanita yang bernama Laras tersebut.
Toh setelah bersenggama sekali, Tiara sudah membuat perjanjian dengannya untuk minta cerai.
Ibu mertua Tiara mengabarkan Tiara sebuah rahasia yang pernah terjadi dalam keluarga mereka dahulu. Kejadian seperti yang dialami menantu dan anaknya itu, pernah menimpa salah satu saudaranya.
Mereka mempraktekkan apa yang ia praktekkan kini pada Tiara. Bersyukur karena saat itu tidak ada satu pihak pun yang diberatkan. Sehingga perceraian terjadi tidak lama setelah nikah muhallil itu dilangsungkan.
Apa hal tersebut akan kembali terulang pada kisah Tiara?
Ibu mertua meyakinkan Tiara, bahwa iapun akan sukses seperti saudaranya dahulu. Ia juga meminta Tiara untuk diam. Tak perlu membuat perjanjian apapun, karena pernikahan dengan perjanjian tidak sah dimata hukum dan agama. Dan sudah tentu mempelai pria akan menolak, jika menikah karena ingin kembali halal dengan mantan suami.
Ibu mertua juga memberi wejangan keras pada Tiara, sama seperti yang diajarkan oleh suaminya seminggu yang lalu.
'Secepatnya berhubungan badan, setelah itu bersikap acuhlah padanya.'
Bagi Tiara, semua ini terasa seperti mimpi yang segera ingin diakhiri. Andai suaminya bisa menjaga perkataan, dan tidak mengucap talak ketiga kali, sudah barang tentu kini mereka masih bersama di rumah.
*
Pertanyaan Yudhi membuat dada Tiara terasa sesak. Inilah kenyataan, ia sekarang sekamar dengan lelaki lain.
"Hai, maaf lama menunggu."
Yudhi mengulang ucapannya.
Tiara tersenyum kecil menanggapi. Tak lama, lelaki di hadapan yang masih tampak rapi dengan pakaian pengantinnya, ikut duduk di atas ranjang. Tiara menatap suaminya dengan seribu perasaan tak menentu.
Lalu ia merasakan kepala yang sudah tak lagi bertahta kelopak melati, tersentuh dengan perlahan. Tak lama mulut lelaki yang sudah sah menjadi suami itu, komat-kamit merapal doa.
" ... Aamiin."
Tiara masih bergeming, doa yang dibaca lelaki itu sama sekali tidak didengarnya. Tanpa aba-aba, Yudhi meraih dua jemari Tiara, lalu menelungkupkan ke wajahnya.
Wanita itu terhenyak mendapati apa yang dilakukan sang suami.
"Kok menghayal terus?"
Tiara kini tersenyum sedikit lebih lebar.
"Ingat siapa? Dayu?"
Tiara mengangguk.
Seketika lelaki itu menenggelamkan kepala Tiara dalam dekapannya. Hingga luruhlah buliran bening dari kedua sudut matanya.
***
Nama lelaki itu Yudhistira Saputra, duda tanpa anak yang ditinggal mati sang istri. Jika dilihat dari biodata, usianya kini 35 tahun, pekerjaannya wiraswasta, keturunan campuran Jawa-Aceh.
Sebenarnya jika dilihat dari wajah, dia tidak terlalu jelek, meski harus diakui Tiara, suami pertamanya jauh lebih tampan dari lelaki itu. Tubuhnya tinggi, proporsional. Rambutnya ikal dengan kulit sedikit sawo matang.
Sejujurnya dia tak ingin pernikahan keduanya itu berlangsung secepat ini, ia ingin lebih mengenal mempelai wanita. Tapi karena Tiara terus mendesak, tidak ada yang bisa ia perbuat melainkan setuju.
Pernikahan yang dia inginkan pun bukan sekadar ijab Qabul dan dihadiri oleh penghulu, saksi serta keluarga inti. Ia ingin mengundang semua kerabat dan teman-temannya. Tapi apalah daya, sang istri tak mengijinkan.
Semua yang dialaminya bersama Tiara, sejujur amat menimbulkan tanda tanya di benak. Tapi karena ia terlanjur jatuh cinta, maka Yudhi memutuskan untuk mencari tahu seiring pernikahan.
Ada apa, mengapa wanita selepas Iddah, begitu berkeingin untuk menikah lagi?
Benarkah Tiara tak tahan jika harus menunggu lebih lama?
*
Setelah Yudhi mengurai pelukan, Tiara tampak canggung. Masih tak terima serta bingung bagaimana caranya mengakhiri malam ini bersama lelaki yang baru dia kenali tapi sudah menjadi suami.
"Kenapa nggak mau menatap Mas, Dik?" tanyanya membuat Tiara kembali terhenyak.
Segera Tiara memberanikan diri menatap dua bola mata itu. Sesaat suasana kaku meliputi mereka. Bagaimana tidak, berdua duduk di atas ranjang yang sudah ditaburi kelopak mawar. Walau tak cinta, gelenyar aneh itu tetap saja datang menerpa.
Yudhi menggerakkan tangannya menyentuh pipi Tiara. Wajah lelaki itu semakin mendekat, Tiara hanya pasrah sambil memejamkan mata. Barangkali inilah malam pertama dan terakhir untuknya bersama Yudhi, karena sesuai tekadnya diawal, setelah making love, perceraian harus terjadi.
Saat kedua bibir itu hampir bertemu,
Kriinggg!
Ponsel Tiara tiba-tiba berdering. Yudhi tampak kaget dan menjauhkan badannya.
"Saya angkat dulu ya, Mas."
Yudhi membiarkan Tiara bangkit dan meraih ponsel untuk kemudian mulai membuka sebuah pesan gambar yang masuk.
'Mas Wira.'
Mantan suami Tiara mengirimkannya sebuah foto. Foto pertama kali mereka berada di kamar pengantin.
Tak lama pesan lainnya masuk beruntun.
[Dik, masih ingat foto inikan? Ini pertama kalinya kita merasakan syurga dunia yang begitu nikmat. Hanya ada kamu dan Mas. Mas ikhlas kamu memberikan apa yang seharusnya hanya milik Mas seorang kepada orang lain, tapi jangan pernah berikan hatimu, Sayang. Mas masih menunggumu, bersama Danu.]
Seketika dada Tiara berdesir hebat, ada rasa rindu juga rasa bersalah. Dipalingkan wajahnya, tampak di mata, Yudhi tengah membuka baju hingga menyisakan kaos dalam berwarna putih. Lalu dia menoleh ke arah Tiara sambil memberi isyarat hendak ke kkamar mandi.
Wanita itu menghela napas sambil mendudukkan kembali tubuh di atas ranjang.
Merasa pesannya tak dibalas, ternyata Wira nekad menelpon.
Dengan cepat Tiara mengangkat telpon itu. Takut ketahuan sang suami yang sudah di kamar mandi.
[Sayang, ngapain?]
[Tiara lagi ... beberes di dapur, Mas.]
[Oh, emm ... Sudah?]
[Belum, Mas.]
[Jangan terlalu agresif.]
[Iya, Mas.]
[Emm ... Tiara.]
[Ndalem, Mas.]
[Maafkan Mas.]
[Nggih. Danu gimana, Mas?]
[Dia nanyain kamu terus.]
[Tolong jaga dia dengan baik.]
[Iya. Cepatlah, mulai dan akhiri secepat mungkin.]
[Iya, Mas.]
[Love you, permaisuriku.]
[Love you too.]
Telpon tertutup. Tiara kembali menghela napas. Air mata hampir kembali luruh dari pelupuk matanya. Cobaan yang ia rasa benar-benar berat.
Tiara tersentak, bersamaan dengan tertutupnya telpon dari Wira, Yudhi keluar dari kamar mandi.
"Adik nggak mau bersihkan diri?"
"Oh iya, Mas. Saya nunggu Mas selesai."
"Yaudah, kita gantian. Mas tunggu di ranjang, ya."
Uh, berdenyut dada wanita itu mendengar Yudhi menyebut kata ranjang. Mau tidak mau, suka tidak suka, ia harus melayani lelaki itu.
Dengan asal, Tiara meletakkan ponselnya di atas ranjang. Lalu bergegas ke kamar mandi. Di dalam ruangan kecil itu, ia hidupkan air pancuran. Membiarkan kucuran air membasahi tubuh. Berat beban yang harus dipikul membuat kepalanya berdenyut. Entah kenapa, ia amat merindukan mantan suaminya dan Danu anaknya.
Sangat merindukan.
*
Tiara melangkah keluar dengan mengenakan kimono selutut. Ini adalah kimono pemberian ibu mertua khusus untuk kado pernikahannya dengan Yudhi. Selain baju ini, ibu mertua juga memberinya sebuah lingerie. Beliau berpesan agar Tiara memakainya khusus di malam pertama.
Malam keharusanku melayani Yudhi.
Dengan menggulung rambut menggunakan handuk kecil, langkah wanita itu mantap menapaki kesek yang terletak di depan pintu.
Mendadak, matanya membulat sempurna, tatkala melihat Yudhi tengah memegang ponselnya.
"Mas," sebut Tiara dengan tingkat kecemasan di atas rata-rata.
Yudhi tampak melotot, wajahnya memerah, apakah dia sudah melihat foto dan pesan yang dikirimkan Wira ke ponsel Tiara?
***
Cerai adalah seburuk-buruknya jalan keluar dalam sebuah rumah tangga. Jabir ra. menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air. Kemudian dia mengutus bawahan-bawahannya. Bawahan yang memiliki kedudukan paling dekat dengannya adalah yang sanggup menimbulkan bencana paling besar. Seorang diantara mereka menghadap iblis lalu berkata, 'Aku telah melakukan begini dan begitu.' Iblis membalas, 'engkau belum melakukan apa-apa."
Kemudian datanglah bawahan iblis lainnya seraya berkata, 'aku telah mengikutinya (manusia) hingga berhasil memisahkan antara dia dan istrinya.' Iblis menyuruhnya mendekat lalu berkata, 'engkau bawahanku yang hebat." (H.R Muslim).
***
Bersambung
Lanjut?
Terima kasih sudah membaca.
Utamakan baca Al-Quran.
Februari 2019Tak terasa, semua berlalu begitu cepat. Kini, Danu yang dahulu masih balita telah menjelma menjadi seorang remaja muslim yang gagah. Dialah putra kebanggaan Tiara. Keshalihannya mampu menjaga pemuda itu dari buruk pengaruh globalisasi dunia. Dia berprestasi dalam bidang akademik maupun agama. Danu terlihat sangat rapi. Seragam bermotif kotak-kotak berwarna biru kini melekat di tubuhnya. Ia terdaftar sebagai salah satu siswa pada sekolah bertaraf Internasional di Jakarta Barat. Dan hari ini adalah hari pertama Danu menginjakkan kaki di Sekolah Menengah Pertama tersebut.Sudah beberapa kali semenjak semalam, ia menghubungi papanya untuk ikut mengantar. Tapi tak satu kali pun panggilan darinya dijawab."Ma, Papa kok dari semalam di telpon nggak angkat terus ponselnya?" keluh Danu sambil merapikan semua bukunya ke dalam tas. Mereka sudah sampai di depan gerbang sekolah."Mungkin Papa lagi ada kegiatan, Nak. Yasudah langsung masuk nggih. Nanti Mama jemput, kamu jangan keman
[Assalamualaikum Tiara.]Jantung Tiara terasa berdegup kencang mendapati ibu mertua kini tengah menelponnya. Tak seperti biasa suara wanita itu tegas dan menusuk, kini suaranya terdengar serak dan lemah.[Waalaikum salam, Ma, Mama sehat?][Iya. Tolong bawa Danu ke rumah, Mama mau ketemu Danu.]Tiara meraba sejebak perasaan hati, memang jelas ia rasa wanita itu enggan berbicara banyak. Tapi mau menelpon saja mengungkapkan rindu pada cucunya, itu sudah cukup buat Tiara.[Baik, Ma. In Syaa Allah besok kami kesana][Terima kasih Tiara. Assalamualaikum.][Waalaikum salam, Ma.]Setelah menutup telpon, Tiara melempar pandangan pada Yudhi. Dua perasaan kini melingkupi batinnya, bahagia sekaligus takut. Bahagia sebab setelah sekian lama, wanita yang membencinya karena perceraian dengan Wira, tanpa disangka kini menelpon dan tidak untuk berdebat. Namun ketakutan jua menjadi alasan tatkala mengingat andai saja ini hanya siasat untuk kembali memiliki Danu."Ada apa, Dik?"Pertanyaan Yudhi membuya
Kedua alis Tiara tampak berkerut. Ia ingin menolak keinginan Mas Eko untuk menggelar resepsi bersama. Mengingat bagaimana kedudukan suaminya di hati Maya. namun merasa tak enak pada lelaki itu. Akhirnya, Tiara memilih diam sejenak, membuat Yudhi mengerti jika sang istri tak setuju dengan kemauan bosnya."Sepertinya bukan ide bagus Mas. Takutnya malah Maya merasa Mas terlalu mendesaknya. Menurut saya, Mas Eko biarkan Maya berpikir tentang semua ini. saya yakin jika dia memang jodoh Mas Eko, pasti akan bersatu dalam ikatan pernikahan. Sebaliknya, jika terlalu dipaksa, malah ditakutkan nanti akan berakibat buruk di kemudian hari Mas."Ucapan Yudhi ditelaah dengan baik oleh Eko. Ia memang tak pandai perihal cinta apalagi urusan hati. Dahulu pernah menikah, tapi karena terlampau cuek, si istri malah dibawa kabur orang lain. Kini ia tidak ingin hal itu terulang kembali. Ia akan menjaga Maya sebaik-baiknya penjagaan.Eko mendesah panjang. Jatuh cinta pada Maya membuatnya tersakiti, tapi untu
Setelah menyiapkan semua perlengkapan berliburan, hari itu juga mereka meneruskan perjalanan menuju Bogor. Pancaran kebahagiaan tak dapat ditutupi dari raut wajah keduanya. Setelah sekian lama, meski hari-hari dipenuhi kebahagiaan, namun sebelum resmi secara hukum negara, tetap saja terasa ada sebuah beban berat yang menimpa diri. Tapi hari ini, beban itu seperti terangkat sudah.Tepat pukul lima sore mereka sampai di rumah ibu mertua. Sambutan hangat mengantarkan Danu ke pangkuan sang nenek. Wanita paruh baya yang selama ini belum pernah menggendong seorang cucu, begitu bahagia dengan kehadiran Danu meski bukan terlahir membawa genetik anaknya.Danu dimanja, disayang, ia terlihat begitu bahagia. Rasa percaya diri semakin besar terbangun terlebih setelah penerimaan yang baik dari keluarga ayah sambungnya.Tiara yang menyaksikan tak henti mengucap syukur. Tak ada yang lebih membahagiakan selain yang ia rasakan kini.*Malam hari tanpa mengukur waktu, mereka mengajak Danu untuk mengunju
Tiara melirik jam yang bertengger di dinding, sudah hampir magrib, tapi dua orang yang begitu ia cintai belum jua sampai ke rumah, Yudhi juga Danu. "Kemana mereka?"Saat hendak mengambil gawai untuk menghubungi sang suami, dari luar rumah terdengar ketukan pintu. Tiara urungkan keinginan itu untuk kemudian berjalan mengecek siapa yang lebih dahulu sampai ke rumah."Mas Yudhi?"Sang suami terlihat berdiri di ambang pintu dengan kedua tangan disembunyikan ke belakang."Assalamualaikum, Sayang," ucapnya sambil mengarahkan sebuah buket bunga pada Tiara. Seketika netra sang istri berbinar bahagia."Waalaikumsalam," jawab Tiara sambil meraih bunga pemberian Yudhi lalu dia memeluk sang suami penuh cinta."Mas kenapa kok tiba-tiba ngasih bunga?""Nggak kenapa-kenapa, lagi pengen bahagiain istri Mas aja.""Benar?"Tiara semakin mengeratkan pelukan. Namun mendadak kedua tangannya terlepas, saat netra wanita itu berhasil menangkap sosok lain di belakang Yudhi."Mas Wira."Mendengar nama Wira t
[Mas, bisa ketemuan nggak?]'Maya, kenapa tiba-tiba dia minta ketemuan?'[Ada apa, May?][Ada yang mau saya bicarakan, Mas.]Yudhi tampak berpikir sejenak. Belum sempat mengetik balasan, pesan dari Maya kembali masuk.[Di kantor aja Mas, sekalian ada beberapa hal yang mau saya beresi bersama Evi.][Oke siap.]Yudhi menutup chat lalu kembali menerawang langit-langit seraya memikirkan masalah apa yang kiranya akan disampaikan Maya. Ah, tak jua mampu mendapat jawaban, akhirnya Yudhi menulis sesuatu pada sebuah undangan. Hanya berselang beberapa menit, Maya terlihat sampai di kantor."Silahkan masuk, May."Wanita itu memasuki ruangan Yudhi sambil melempar senyuman. Kelihatan begitu menawan, Yudhi sampai terlihat menarik napas."Maaf Mas Yudhi menganggu waktunya.""Ah, tidak mengganggu kok. Saya lagi bebas dari kerjaan. Em, sebenarnya ada masalah apa ne, kayaknya serius sekali."Maya terlihat gugup. Sekian lama tidak menatap sosok yang begitu ia cintai itu, walau nyata perasaannya sudah d