Share

Bab 3

Author: Kikym
last update Last Updated: 2024-09-13 11:57:31

Rumah sederhana yang hanya memiliki tiga kamar tersebut kini terisi penuh,Mirna masih berada di dalam kamar tepatnya kamar yang dijadikan gudang. Dirinya tidak dapat menerima pengkhianatan sang suami namun dia harus bisa bertahan untuk mendapatkan kembali hak nya dan memastikan sang suami menyesali perbuatannya.

Meskipun memiliki paras wajah yang cantik dan otak yang cerdas, namun nasibnya sangat berbanding terbalik dengan itu semua.

Dari kecil dirinya sudah tidak mengetahui siapa keluarga ataupun orang tuanya, dirinya tumbuh dan besar dengan baik disebuah panti asuhan, berkat otaknya yang cerdas dirinya berkali-kali mendapatkan beasiswa sehingga dirinya dapat menyelesaikan pendidikannya hingga SMA.

Setelah menyelesaikan pendidikan SMA dirinya memutuskan untuk mencari pekerjaan agar dapat membantu anak-anak yatim yang berada di panti asuhan tersebut.

Dirinya memutuskan untuk bekerja disebuah pabrik sebagai buruh harian, disanalah dirinya untuk pertama kalinya bertemu dan berkenalan hingga memutuskan untuk menikah dengan sang suami.

Pernikahannya dengan Devan memang tidak mendapatkan restu dari keluarga terutama sang ibu mertua, padahal Mirna sudah berusaha untuk menjadi menantu yang baik dengan melakukan apa yang diminta oleh sang mertua namun sang mertua tetap saja tidak menyukainya.

Mirna mengunci kamar yang kini akan dia tempati kemudian menjatuhkan tubuhnya yang lelah kelantai, air mata pun kembali luruh membasahi pipi untuk kesekian kalinya, marah,sedih,kesal,kecewa semuanya menjadi satu memenuhi hatinya.

Didalam kamar yang sunyi dan lembab itu dirinya menangis seorang diri sepuasnya agar mendapatkan sedikit kelegaan dan  membawanya terlelap kealam bawah sadar.

" Mirna!"

Suara panggilan melengking membuat Mirna terbangun dari tidurnya, dirinya yang masih belum sepenuhnya sadar memaksakan tubuhnya untuk berdiri dan membukakan pintu kamarnya.

"Ada apa?" Tanya Mirna ke ibu mertua yang memanggilnya dengan lantang.

"Sudah siang seperti ini kenapa kamu masih tidur saja? Cepat siapkan sarapan kami, mulai hari ini kamulah yang harus bertanggung jawab menyiapkan sarapan!" Perintah sang mertua

"Baiklah bu, tunggu sebentar," Mirna yang belum sadar sepenuhnya menuruti perintah sang mertua. Dia berjalan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.

Namun begitu sampai didapur dirinya bertemu dengan Devan dan Yuli yang sedang menikmati sarapan mereka dengan bahagia.

" Oh iya ibu lupa rupanya Yuli sudah membuatkan sarapan, kalau begitu kamu pergi beli barang keperluan dapur kebetulan banyak bahan makanan yang sudah habis, dan ini uangnya!" Perintah mertua sembari memberikan uang satu lembar pecahan lima puluh ribuan.

" Oh ya jangan lupa kamu membelikan susu ibu hamil untuk Yuli, kebetulan susu dia sedang habis." Ujar mertua

"Tapi uang yang ibu kasih ini tidak akan cukup untuk membeli bahan makanan apalagi harus membeli susu ibu hamil!" Cicit Mirna

" Perhitungan sekali kamu ini! Cukup tidak cukup kamu harus bisa cukup jangan boros kalau tidak cukup juga ya kamu talangi saja, nanti kalau ibu sudah ada uang baru ibu ganti." Ujar mertua

"Benar Mirna, pakai saja uang kamu nanti begitu aku gajian akan aku ganti," Ucap Devan.

"Apa jaminannya kamu akan menggantinya,mas?" Tanya Mirna yang tidak percaya akan janji manis sang suami.

"Jangan keterlaluan kamu Mirna! Sudah bagus aku masih mau menampung kamu disini jika bukan karena aku,kamu pasti sudah berakhir dijalanan!"

"Terserah kamu mau bilang apa mas, aku  yang membangun rumah ini tapi justru aku yang berakhir manumpang dirumah ini,sungguh malang nasib aku ini." Sengit Mirna.

Mirna yang menyadari kelicikan sang mertua tidak mau ambil pusing, dia tetap pergi membeli barang keperluan didapur menggunakan uang seadanya dan memanfaatkan waktu yang ada untuk mencari udara segar.

Tiba di pasar tradisional yang menjual berbagai macam keperluan rumah tangga dengan harga yang relatif murah sedikit membawa angin segar dan melupakan masalah hidupnya.

Dirinya membeli bahan makanan sesuai dengan jumlah uang yang diberikan sang mertua setelah itu dia baru membeli barang keperluan dirinya sendiri menggunakan uang miliknya.

Selesai berbelanja dirinya memanfaatkan waktunya untuk mengunjungi sebuah bank yang terpercaya untuk membuat rekening baru dan juga menyewa safety box yang akan dia gunakan untuk menyimpan sisa uang dan juga beberapa aset yang dia kumpulkan selama bekerja di negeri orang.

Dirinya harus melakukan itu semua jika tidak ingin benar-benar berakhir dijalanan, dirinya sangat yakin sang suami akan membuangnya jika dirinya sudah tidak berguna jadi alangkah baiknya sedia payung sebelum hujan.

Mirna mengambil nomor antrian kemudian duduk menunggu nomor antriannya dipanggil, setelah menunggu cukup lama  akhirnya Mirna dipanggil dan dilayani sesuai dengan prosedur bank tersebut.

Namun seorang wanita dengan seragam karyawan bank tersebut mengenali dirinya

"Mirna.. benar kamu Mirna?" Tanya wanita itu.

" T-Tiara..?" Tanya Mirna tidak yakin

" Benar ini aku Tiara, Apa kabarnya kamu? Kapan kamu tiba disini?" Tanya Tiara yang merupakan sahabat baik Mirna semenjak duduk di bangku SMA

Pertemuan yang tidak disengaja itu berakhir menjadi acara reuni kedua sahabat itu, Mirna juga menceritakan keadaan rumah tangganya yang sekarang kepada sang sahabat.

Sebagai teman yang sudah mengetahui bagaimana sifat dan kelakuan Devan beserta keluarganya hanya dapat bersimpati untuk Mirna.

Sedangkan Tiara yang mengetahui maksud dan tujuan Mirna berada di bank tersebut membantu sang sahabat agar dapat menyimpan sisa uang dan juga asetnya dengan cepat dan aman.

Lewat jam makan siang dirinya baru kembali kerumah,yang dimana sang mertua sudah memasang wajah tidak sukanya.

"Dari mana saja kamu? Kenapa lama sekali? Dimana susu hamil yang ibu minta belikan?" Tanya mertua sembari menarik kantong belanjaan yang Mirna bawa.

" Tunggu bu, yang ibu ambil itu kantong belanjaan milik aku yang milik ibu yang ini," ujar Mirna menukar kantong belanjaan yang besar dengan kantong belanjaan yang lebih kecil.

"K-kamu!"  Ucap mertua dengan gagap

"Karena uang yang ibu berikan tidak cukup untuk membeli dalam jumlah besar maka saya belikan dalam bentuk kemasan sachet kecil,tapi maaf untuk susu hamilnya tidak ada yang jual dalam kemasan sachet tapi saya sudah belikan susu kental manis kemasan sachet untuk menggantinya." Ucap Mirna kemudian meninggalkan sang mertua disana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Madu Beracun Dari Suamiku   Bab 24

    Setelah Reza dan Aira pergi, Mirna kembali sibuk dengan kegiatan di stand rotinya, tersenyum dan bersiap melayani beberapa pelanggan yang mulai mengantre. Namun, tak disangka, seorang wanita paruh baya dengan ekspresi marah tiba-tiba datang ke stand Mirna sambil membawa sekantong roti. "Apa-apaan ini? Roti ini ada lalatnya!" seru wanita itu dengan suara nyaring, membuat pengunjung lain menoleh ke arahnya. Ia mengangkat roti yang sudah setengah dimakan, memperlihatkan bagian dalamnya yang penuh jamur dan lalat kecil yang masih melekat. Mirna tertegun, wajahnya seketika pucat. "Ibu... maaf, mungkin ada kesalahpahaman," ujarnya gugup, mencoba menenangkan wanita tersebut. Namun, wanita itu tidak memperdengarkan penjelasan Mirna dan justru mengangkat suara, "Kesalahpahaman? Ini tidak bisa dimaafkan! Bagaimana kamu bisa menjual makanan kadaluwarsa seperti ini?!" Beberapa pengunjung yang sedang mendekat tiba-tiba ragu. Mereka mulai saling berbisik, melirik stand Mirna dengan tatapan cur

  • Madu Beracun Dari Suamiku   Bab 23

    Mirna tertegun ketika menyadari siapa anak kecil itu. "Aira? kamu Aira kan?" Tanya Mirna begitu sudah berada dihadapan anak berusia lima tahun ituAira menoleh dia berusaha mengingat-ingat wajah Mirna. Wajahnya tampak lega begitu dia ingat dengan wajah Mirna. "Tante Mirna!" serunya. Mirna mengelus kepala Aira, berusaha menenangkan gadis kecil yang terlihat ketakutan. sementara itu petugas sekuriti yang berdiri di samping anak tersebut menoleh saat melihat Mirna mendekat. "Ibu, apa Anda mengenal anak ini?"Mirna menanguk dan mengelus kepala Aira, berusaha menenangkan gadis kecil yang terlihat ketakutan."Iya, pak. Dia anak dari teman saya. Bagaimana anak ini bisa sama bapak? tanya Mirna. Petugas sekuriti itu menoleh pada ibu yang berdiri disampingnya. "Ibu ini menemukan anak ini menangis mencari ayahnya. Karena kami belum menemukan ayahnya kami bermaksud membawa anak ini ke kantor dulu supaya bisa lebih aman. Di sana kami bisa jaga dia dengan baik sambil mencari jalan terbaik untuk m

  • Madu Beracun Dari Suamiku   Bab 22.

    Yuli tersenyum sinis, menatap Devan dengan kekecewaan. "Perceraian? Kalau aku mau, aku pasti sudah pergi jauh begitu saja tanpa harus menjalani proses perceraian. Asal kamu ingat,mas. pernikahan kita tidak pernah terdaftar secara sah.Jadi aku bisa pergi kapan saja." Devan mengepalkan tangannya, matanya merah penuh kemarahan. "Jadi maksud kamu apa? Aku tidak pernah memaksa kamu untuk masuk ke dalam hidupku, kamu sendiri yang menginginkan hal itu."Yuli mendengus, menggeleng pelan sambil memandang Devan dengan tatapan tajam. "Tidak memaksa? Kamu, mungkin tidak memaksa secara langsung, tapi kamu, terus-terusan datang dengan sejuta janji manis, bahkan kamu berjanji jika aku mau menjadi bagian dari hidupmu, kamu akan menjadikan hidupku tiada beban. Sekarang apa? semua janji itu hilang entah ke mana."Devan terdiam, merasa perkataan Yuli menampar harga dirinya. "Tapi kamu juga jangan lupa, kamu sendiri yang awalnya menggoda aku lebih dulu. Ingat tidak ada kucing yang menolak ikan." sengit

  • Madu Beracun Dari Suamiku   Bab 21

    Setelah Mirna menghubungi Tiara, Reza dan Mirna berjalan berdampingan menuju restoran favorit Mirna yang tidak jauh dari pengadilan. Wajah Mirna tampak lebih ceria dari biasanya. “Kita kemana? Apa ada tempat yang spesial yang harus kita datangi?” tanya Reza sambil tersenyum. Mirna mengangguk. “Ada restoran kecil dekat taman, disana tempatnya tenang dan makanannya enak-enak. Kak Reza dan Tiara pasti suka.” Setibanya di restoran, mereka memilih meja di sudut yang menghadap ke taman. Tak lama, Tiara datang dengan senyum yang tak kalah antusias. “Hari ini aku yang traktir, kalian pesan apa saja yang kalian suka,” Ucap Mirna. Tiara tersenyum. "Baiklah, kamu jangan menyesal karena aku akan memilih menu yang paling mahal." Goda Tiara. Reza tertawa kecil. “Setuju! kita harus memilih yang paling mahal. Mereka akhirnya memesan beberapa menu andalan dari restoran tersebut. Saat makanan datang, mereka bertiga mulai makan sambil bercanda, di tengah-tengah obrolan mereka, Reza bertanya den

  • Madu Beracun Dari Suamiku   Bab 20

    Saat Mirna sampai di depan kost, ia melihat sosok Reza berdiri menunggu di bawah lampu jalan yang remang. Langkah Mirna melambat, dan sejenak ia terdiam, memperhatikan Reza yang tampak sabar menanti dengan sebuah tas kecil di tangannya. Wajah Reza yang biasanya tenang terlihat sedikit letih, tapi senyumnya muncul begitu melihat Mirna mendekat. “Akhirnya kamu sampai juga,” ujar Reza lembut, matanya memancarkan kehangatan yang seolah menghapus semua kelelahan Mirna. Mirna tersenyum, meski hatinya terasa campur aduk. “Maaf kalau membuat Kak Reza menunggu lama. kenapa kak Reza mendadak kemari?" tanyanya, tanyanya agar bisa mengesampingkan pertemuannya dengan Devan yang mengusik perasaannya. "Ada beberapa dokumen yang perlu kamu tanda tangani, dan ini," Reza menyerahkan tas kecil yang dibawanya. “Aku ke Bandung beberapa hari lalu, Jadi, aku bawakan oleh-oleh untuk kamu. Mirna mengintip ke dalam tas itu dan menemukan berbagai macam jajanan khas Bandung, Ia tertawa kecil, merasa terharu

  • Madu Beracun Dari Suamiku   Bab 19

    Setelah keluar dari gedung pengadilan dan meninggalkan sang ibu. Dengan langkah berat Devan berjalan menuju tempat dimana mobilnya terparkir, bayangan wajah kecewa dari sang ibu terus terlintas di pikirannya. Begitu ia duduk di dalam mobil, ia menghela napas panjang, memejamkan mata, dan mencoba menenangkan diri. Ocehan sang ibu yang mengkritik keputusannya terngiang di telinganya membuat perasaan bersalahnya kembali muncul. " Apa keputusan aku ini sudah benar?" Batin.Devan bertanya. Devan terdiam sesaat, kemudian meraih ponselnya dan bermaksud untuk menghubungi ibunya, tapi ia ragu dan berhenti. “Tidak, keputusan aku ini sudah tepat. Aku lelah jika masalah ini tak kunjung selesai.” gumamnya, sambil memandang ponsel di tangannya. Keraguan itu masih ada, tetapi ia tahu bahwa perasaan ingin bebas dari pernikahan yang penuh konflik ini lebih kuat daripada bayangan kekecewaan ibunya Ibu Devan pulang dari persidangan dengan wajah penuh kemarahan.Ia mendapati Yuli yang menunggu di ruang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status