Sungguh berat bagi Mirna untuk bisa bertahan di biduk rumah tangga seperti saat ini, dirinya harus menjadi yang kedua meskipun statusnya adalah isteri pertama, sudah bulan kedua dirinya tinggal bersama dengan suami,mertua dan juga Yuli.
Rasanya tidak sudi jika mereka semua yang menguasai rumah yang aku bangun dengan susah payah, namun untuk bertahan lebih lama juga rasanya sakit sekali apalagi perlakuan ibu mertua yang tiap hari selalu menghina dirinya yang tidak bisa memberikan keturunan untuk sang suami. Padahal wanita mana yang tidak ingin memberikan keturunan untuk keluarganya namun jika yang diatas memiliki kehendak yang lain kita sebagai hambanya hanya bisa menerimanya, lagipula jika bukan karena kecelakaan itu tentu aku dan suami sudah memiliki seorang putra. Diam-diam Mirna mengumpulkan informasi mengenai legalitas rumah yang dibangun diatas tanah mertua melalui media sosial dan ternyata keputusannya membangun rumah ditanah mertua merupakan kebodohan yang sangat fatal.Sebagai isteri yang dimadu Mirna untuk sekarang lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, seperti saat ini dirinya baru saja kembali ke rumah setelah hari menjelang malam. "Darimana saja kamu,Mirna?" Suara laki-laki yang tak asing menyapa Mirna sekaligus mengejutkan dirinya. Mirna hanya diam menatap dingin sang suami dirinya enggan sekali menjawab pertanyaan yang diajukan sang suami. " Aku dari mana itu bukan urusan kamu lagi,mas," Jawab Mirna dengan dingin. "Kamu itu masih istri aku jadi aku berhak bertanya, jangan bikin aku malu dengan kelakuan kamu yang pulang malam tiap hari dan jadi bahan gosip tetangga!" Ketus Devan. "Aku tidak perduli apa kata orang! Kamu urus saja ibu dan perempuan jalang itu tidak perlu mengatur hidup aku!" Jawab Mirna "Kamu jangan durhaka sama suami kamu ini,Mirna!" Ujar Devan yang masih sangat percaya diri mengakui dirinya sebagai seorang suami. "Suami? Kapan kamu menjalankan peran kamu menjadi suami? Berhenti berlagak menjadi suami yang baik dan gak usah mengurusi hidup aku!" Ujar Mirna. " Mengapa sekarang susah sekali bicara dengan kamu? kamu jauh berubah, kamu bukan isteri yang aku kenal lagi!" tukas Devan dengan tatapan menyalak. Mirna menyeringai menatap Devan,kata-kata Devan bagaikan sebuah lelucon bagaimana bisa sang suami membandingkan dirinya yang dahulu dengan dirinya yang sekarang. " Yang kamu kenal bagaimana,mas? Yang diam saja saat ibu kamu menghina aku mandul? Atau aku yang akan menuruti semua kemauan kamu? Yang mana mas? Cepat jawab aku mas," "Selama ini aku berusaha menjadi isteri yang baik untuk kamu, bahkan aku mengikuti keinginan kamu untuk membangun rumah diatas tanah milik ibu kamu,aku bekerja siang malam agar dapat menyelesaikan pembangunan rumah ini agar nanti suatu saat aku kembali kita dapat tinggal bersama di tempat yang layak,tapi apa yang aku dapatkan? Bahkan kamu tega membawa wanita lain ke rumah ini bahkan sekarang wanita itu sedang hamil dan parahnya lagi kamu memaksa aku untuk menerimanya sebagai madu!" Raut wajah Mirna mengeras dengan tatapan mata penuh amarah, dia mengepalkan kedua tangannya untuk menahan amarahnya agar tidak kembali meledak.Dengan geram Mirna menjelaskan kekecewaanya kepada sang suami namun usahanya sia-sia saja. Ego Devan sebagai laki-laki yang tidak mau di disalahkan membuat apa yang Mirna katakan sia-sia belaka,Devan justru menyalahkan Mirna kembali."Kamu yang egois Mirna,apa kamu tidak mengerti ini semua karena kamu yang pergi meninggalkan aku sementara ibu juga selalu mendesak aku agar segera memiliki keturunan!" Jawab Devan "Berhenti menjadikan keturunan sebagai alasan kamu untuk berselingkuh,Devan! Jika memang kamu menikah karena menginginkan keturunan seharusnya kamu bicarakan dengan aku lebih dahulu aku akan mengerti meski hati aku akan sangat sakit untuk menerimanya," Geram Mirna"Seandainya aku tidak kembali dan berada di negeri orang apa kamu akan memberitahukan aku jika kamu sudah menikah disini? Pasti tidak! karena kamu tahu aku akan memilih berpisah dan menghentikan pembangunan rumah ini! Dari awal kamu sudah bermaksud untuk menipu aku!" Mirna melanjutkan ucapannya."Tidak ada yang mau menipu kamu Mirna aku memang salah aku dan aku mengerti kamu pasti sangat sulit menerima situasi seperti saat ini, tapi tolong kamu terima saja situasi ini,aku berjanji akan berusaha bersikap adil untuk kalian berdua" pinta Devan "Ha ha ha, gampang sekali kamu bicara,mas! Coba saja keadaan aku balik, aku yang poliandri dan berjanji akan bersikap adil sama suami-suami aku apa kamu akan menerimanya?" Mirna bertanya pada suaminya yang tak tahu malu itu. Bukannya menjawab Devan justru mengalihkan topik pembicaraan mereka,tentu saja dia tidak berani menjawab pertanyaan yang diajukan Mirna kerena itu akan menjadi bumerang untuknya. "Jadi sekarang mau kamu apa? apa kamu akan tetap seperti ini tiap hari pulang larut malam dan menjadi perbincangan para tetangga?" tanya Devan "Jika aku memberitahu kamu apa yang aku mau, apa kamu akan mewujudkannya?" Tidak menjawab Mirna justru mengajukan pertanyaan kembali. " Selama apa yang kamu minta itu adalah hal yang wajar aku akan mengabulkannya." Jawab Devan dengan yakin. " Bagaimana Jika aku minta kamu untuk meninggalkan Yuli?" Ujar Mirna tanpa basa basi. " Aku tidak mungkin meninggalkan Yuli sekarang karena dia sedang mengandung anak aku!" Devan beralasan. "Kamu bisa meninggalkannya setelah anak itu lahir,bukankah kamu hanya menginginkan anaknya saja?" Sengit Mirna"Kamu ingin aku memisahkan ibu dengan anaknya? lalu bagaimana dengan anak aku siapa nanti yang akan merawatnya?" tanya Devan yang tidak percaya akan keinginan Mirna. Mirna melangkah dan berhenti tepat di sisi telinga Devan mencoba memprovokasi sang saumi dengan madunya"Memangnya kamu yakin wanita seperti Yuli itu akan merawat anak kamu? Jangan terlalu yakin jika anak yang dikandung dia itu benar anak kamu, karena kamu dan Yuli itu pasangan yang serasi, kalian itu sama-sama murahan yang bisa melakukan hubungan terlarang di belakang pasangannya, jadi tidak menutup kemungkinan wanita murahan seperti dirinya merangkak di ranjang laki-laki lain,atau jangan-jangan naik keranjang suami orang!" Ucapku dengan berbisik. "Kamu jangan kurang ajar sama suami, Mirna!" Teriak Devan dengan matanya yang menyalak.Setelah Reza dan Aira pergi, Mirna kembali sibuk dengan kegiatan di stand rotinya, tersenyum dan bersiap melayani beberapa pelanggan yang mulai mengantre. Namun, tak disangka, seorang wanita paruh baya dengan ekspresi marah tiba-tiba datang ke stand Mirna sambil membawa sekantong roti. "Apa-apaan ini? Roti ini ada lalatnya!" seru wanita itu dengan suara nyaring, membuat pengunjung lain menoleh ke arahnya. Ia mengangkat roti yang sudah setengah dimakan, memperlihatkan bagian dalamnya yang penuh jamur dan lalat kecil yang masih melekat. Mirna tertegun, wajahnya seketika pucat. "Ibu... maaf, mungkin ada kesalahpahaman," ujarnya gugup, mencoba menenangkan wanita tersebut. Namun, wanita itu tidak memperdengarkan penjelasan Mirna dan justru mengangkat suara, "Kesalahpahaman? Ini tidak bisa dimaafkan! Bagaimana kamu bisa menjual makanan kadaluwarsa seperti ini?!" Beberapa pengunjung yang sedang mendekat tiba-tiba ragu. Mereka mulai saling berbisik, melirik stand Mirna dengan tatapan cur
Mirna tertegun ketika menyadari siapa anak kecil itu. "Aira? kamu Aira kan?" Tanya Mirna begitu sudah berada dihadapan anak berusia lima tahun ituAira menoleh dia berusaha mengingat-ingat wajah Mirna. Wajahnya tampak lega begitu dia ingat dengan wajah Mirna. "Tante Mirna!" serunya. Mirna mengelus kepala Aira, berusaha menenangkan gadis kecil yang terlihat ketakutan. sementara itu petugas sekuriti yang berdiri di samping anak tersebut menoleh saat melihat Mirna mendekat. "Ibu, apa Anda mengenal anak ini?"Mirna menanguk dan mengelus kepala Aira, berusaha menenangkan gadis kecil yang terlihat ketakutan."Iya, pak. Dia anak dari teman saya. Bagaimana anak ini bisa sama bapak? tanya Mirna. Petugas sekuriti itu menoleh pada ibu yang berdiri disampingnya. "Ibu ini menemukan anak ini menangis mencari ayahnya. Karena kami belum menemukan ayahnya kami bermaksud membawa anak ini ke kantor dulu supaya bisa lebih aman. Di sana kami bisa jaga dia dengan baik sambil mencari jalan terbaik untuk m
Yuli tersenyum sinis, menatap Devan dengan kekecewaan. "Perceraian? Kalau aku mau, aku pasti sudah pergi jauh begitu saja tanpa harus menjalani proses perceraian. Asal kamu ingat,mas. pernikahan kita tidak pernah terdaftar secara sah.Jadi aku bisa pergi kapan saja." Devan mengepalkan tangannya, matanya merah penuh kemarahan. "Jadi maksud kamu apa? Aku tidak pernah memaksa kamu untuk masuk ke dalam hidupku, kamu sendiri yang menginginkan hal itu."Yuli mendengus, menggeleng pelan sambil memandang Devan dengan tatapan tajam. "Tidak memaksa? Kamu, mungkin tidak memaksa secara langsung, tapi kamu, terus-terusan datang dengan sejuta janji manis, bahkan kamu berjanji jika aku mau menjadi bagian dari hidupmu, kamu akan menjadikan hidupku tiada beban. Sekarang apa? semua janji itu hilang entah ke mana."Devan terdiam, merasa perkataan Yuli menampar harga dirinya. "Tapi kamu juga jangan lupa, kamu sendiri yang awalnya menggoda aku lebih dulu. Ingat tidak ada kucing yang menolak ikan." sengit
Setelah Mirna menghubungi Tiara, Reza dan Mirna berjalan berdampingan menuju restoran favorit Mirna yang tidak jauh dari pengadilan. Wajah Mirna tampak lebih ceria dari biasanya. “Kita kemana? Apa ada tempat yang spesial yang harus kita datangi?” tanya Reza sambil tersenyum. Mirna mengangguk. “Ada restoran kecil dekat taman, disana tempatnya tenang dan makanannya enak-enak. Kak Reza dan Tiara pasti suka.” Setibanya di restoran, mereka memilih meja di sudut yang menghadap ke taman. Tak lama, Tiara datang dengan senyum yang tak kalah antusias. “Hari ini aku yang traktir, kalian pesan apa saja yang kalian suka,” Ucap Mirna. Tiara tersenyum. "Baiklah, kamu jangan menyesal karena aku akan memilih menu yang paling mahal." Goda Tiara. Reza tertawa kecil. “Setuju! kita harus memilih yang paling mahal. Mereka akhirnya memesan beberapa menu andalan dari restoran tersebut. Saat makanan datang, mereka bertiga mulai makan sambil bercanda, di tengah-tengah obrolan mereka, Reza bertanya den
Saat Mirna sampai di depan kost, ia melihat sosok Reza berdiri menunggu di bawah lampu jalan yang remang. Langkah Mirna melambat, dan sejenak ia terdiam, memperhatikan Reza yang tampak sabar menanti dengan sebuah tas kecil di tangannya. Wajah Reza yang biasanya tenang terlihat sedikit letih, tapi senyumnya muncul begitu melihat Mirna mendekat. “Akhirnya kamu sampai juga,” ujar Reza lembut, matanya memancarkan kehangatan yang seolah menghapus semua kelelahan Mirna. Mirna tersenyum, meski hatinya terasa campur aduk. “Maaf kalau membuat Kak Reza menunggu lama. kenapa kak Reza mendadak kemari?" tanyanya, tanyanya agar bisa mengesampingkan pertemuannya dengan Devan yang mengusik perasaannya. "Ada beberapa dokumen yang perlu kamu tanda tangani, dan ini," Reza menyerahkan tas kecil yang dibawanya. “Aku ke Bandung beberapa hari lalu, Jadi, aku bawakan oleh-oleh untuk kamu. Mirna mengintip ke dalam tas itu dan menemukan berbagai macam jajanan khas Bandung, Ia tertawa kecil, merasa terharu
Setelah keluar dari gedung pengadilan dan meninggalkan sang ibu. Dengan langkah berat Devan berjalan menuju tempat dimana mobilnya terparkir, bayangan wajah kecewa dari sang ibu terus terlintas di pikirannya. Begitu ia duduk di dalam mobil, ia menghela napas panjang, memejamkan mata, dan mencoba menenangkan diri. Ocehan sang ibu yang mengkritik keputusannya terngiang di telinganya membuat perasaan bersalahnya kembali muncul. " Apa keputusan aku ini sudah benar?" Batin.Devan bertanya. Devan terdiam sesaat, kemudian meraih ponselnya dan bermaksud untuk menghubungi ibunya, tapi ia ragu dan berhenti. “Tidak, keputusan aku ini sudah tepat. Aku lelah jika masalah ini tak kunjung selesai.” gumamnya, sambil memandang ponsel di tangannya. Keraguan itu masih ada, tetapi ia tahu bahwa perasaan ingin bebas dari pernikahan yang penuh konflik ini lebih kuat daripada bayangan kekecewaan ibunya Ibu Devan pulang dari persidangan dengan wajah penuh kemarahan.Ia mendapati Yuli yang menunggu di ruang