Home / Romansa / Madu Dari Suamiku / Bab 3 Tidak sesuai harapannya

Share

Bab 3 Tidak sesuai harapannya

Author: Fatmah Ain
last update Last Updated: 2022-06-24 12:23:59

Sampai jam sembilan malam, belum ada tanda-tanda Mas Bagas akan pulang. Ditelpon HPnya malah mati. Mondar mandir sudah kayak setrikaan, tapi lelaki yang bergelar suamiku itu belum juga ada tanda-tanda menampakkan batang hidungnya. 

   Menarik nafas panjang lalu menghembuskan, kuputuskan berbaring di sofa. Karena badan terasa capek, kaki pegal akibat bolak balik dari pintu ke arah sofa. Jika dihitung mungkin sudah berjalan berapa kilometer. Lama menunggu, hingga akhirnya aku terlelap.

   Sayup-sayup terdengar deru mobil dari arah luar. Kupandangi jam yang tergantung di dinding, menunjukkan pukul 23:00. Sudah selarut ini akhirnya orang yang ditunggupun menunjukkan wujudnya.

   Saat pintu terbuka sempurna, badan Mas Bagas seketika menegang saat mendapatiku yang sedang duduk di sofa menatap ke arahnya. Lelaki pengkhianat itu terlihat menarik nafas panjang, terlihat sekali jika dia sedang gugup, tapi dalam sekejap pria itu bisa menguasai diri.

   "Loh, kamu belum tidur, sayang?" tanyanya setelah menghela nafas.

   "Aku bahkan baru terbangun dari tidur, Mas. Menunggu kamu pulang dari tadi, tapi nggak pulang-pulang. Loh ... kok kamu sudah ganti baju sih, Mas? Katanya kamu lembur di kantor?" ucap dan tanyaku pura-pura bodoh, padahal aku sudah tau kalau sebenarnya seharian ini dia tidak ke kantor sama sekali.

   "Oh … i–ini, tadi Mas singgah di rumah Ibu, pas di sana bajunya gak sengaja ketumpahan minuman gitu. Jadi mas ganti," ucapnya, terlihat sekali kalau dia sedang gugup menutupi kebohongan.

   "Ke rumah Ibu? Ngapain malam-malam ke rumah Ibu kamu, Mas?" Dengan memicingkan mata, aku  bertanya,  mau memancingnya. Ingin melihat bagaimana reaksinya, dan kebohongan apalagi yang akan ia ciptakan.

   "Sudah ya, sayang, Mas capek bangat. Hari ini banyak banget kerjaan di kantor. Kita tidur saja, sudah malam, ngobrolnya disambung besok," elaknya. Aku tau itu hanya alasan menghindari pertanyaan dariku. Ok baiklah ... kuturuti maumu sekarang, Mas, tapi jangan pikir besok kau akan lepas dariku.

   Lalu kami berjalan beriringan menuju kamar. Setelah memasuki kamar, gagas Mas Bagas ke kamar mandi hanya sekedar mencuci kaki. Karena sudah kebiasaan kami, sebelum naik ke tempat tidur mencuci tangan dan kaki terlebih dahulu. Apalagi dia barusan dari luar rumah, bahkan baru saja bertemu gundiknya. Jangan sampai membawa virus masuk ke rumah ini.

   Karena tadi sempat tertidur di sofa, saat menunggu Mas Bagas pulang. Alhasil sekarang mata ini sulit untuk terpejam kembali. Kulihat Mas Bagas sudah memejamkan matanya, suamiku itu sudah berkelana di alam mimpi. Entahlah, apa dan sama siapa dia di alam sana, mungkin sedang bersama pelakornya. Biarlah dia menikmati indahnya dalam mimpi bersama gundiknya itu. Karena di alam nyata, takkan kubiarkan mereka bahagia.

   Sayup-sayup kudengar seperti ada getaran telepon. Ku tajamkan indera pendengaran, sambil mata ini liar mencari keberadaan benda pipih milik suamiku itu. Mata ini tertumpu pada jaket yang  tergantung di tempat gantungan yang biasa kami tempati, menggantung jaket dan juga tas. benda itu terlihat menyala petanda sedang beraktivitas.

   Pelan kaki ini turun dari ranjang, dan langsung menuju ke tempat letak benda pipih tersebut. Setelah HP sudah kupegang, menoleh sebentar ke tempat tidur, memastikan kalau Mas Bagas tidak terbangun dari tidurnya.  Aman ... segera kubuka ponsel yang tidak terkunci. Ini sudah menjadi komitmen kita berdua. Tidak ada yang bisa mengunci HPnya. Entah apakah setelah ini masih berlaku atau malah Mas Bagas akan melanggar.

   "Mas sudah sampai? Dewi gak curiga 'kan, Mas? Oh iya, Mas, besok aku akan ke rumah kamu. Aku sudah dapat orang yang mau pura-pura jadi ibuku nanti di sana. Jadi nanti aku berpura-pura jadi pembantu hanya di depan Dewi. Ingat aku juga istrimu sama seperti Dewi, Mas. Jadi kami sama-sama nyonya di rumah itu."

Seketika darahku mendidih membaca pesan W* dari pelakor suamiku itu. Tinggi sekali mimpinya ingin menjadi nyonya di rumahku. Jangan mimpi!

   "Baiklah sayang, kau mau menjadi nyonya ya? Akan kutunjukkan padamu, bagaimana caranya." Aku membatin. Lalu segera kuhapus pesan dari pelakor itu, agar Mas Bagas tak curiga.

********** 

   Aku menyiapkan sarapan seperti pagi-pagi sebelumnya. Setelah selesai menata dua piring nasi goreng sosis dan teh hangat di atas meja, gagas kakiku melangkah menuju kamar. Saat hendak memasuki kamar, samar-samar kudengar seperti ada yang sedang ngobrol. Ternyata setelah mengintip di celah pintu yang sedikit terbuka, Mas Bagas sedang ngomong di telpon. Dari gelagatnya sepertinya mereka sedang bertengkar. Kutajamkan pendengaran. Ternyata wanita itu sudah di jalan menuju ke rumahku. Baiklah! welcome home.

   Ting Tong! Ting Tong!

Suara bel memekik di balik pintu utama. Aku sudah bisa menebak, siapa yang sedang berada di luar sana, tapi aku akan berpura-pura bodoh. Ingin melihat sejauh mana sandiwara mereka.

   "Siapa ya Mas, yang bertamu pagi-pagi begini?" tanyaku setelah menelan nasi goreng yang sudah masuk ke dalam mulut. 

   "Gak tau juga sayang. Coba Mas liat dulu," ucap suami pengkhianatku itu seraya berdiri. Gelagatnya seperti orang yang lagi ketakutan. 

   "Aku tau, Mas, siapa yang datang." Aku membatin. Biarlah kulihat dulu, sejauh mana mereka menjalankan perannya.

   Kubiarkan suamiku yang membuka pintu, ia berjalan dengan langkah terburu-buru. Setelah Mas Bagas sampai, dan saat ingin membuka pintu utama. Dengan langkah sedikit berlari kususul, dan bersembunyi di balik gorden pembatas antara ruang tamu dan ruang keluarga. Benar saja, wanita itu telah tiba. Dia datang bersama seorang ibu paruh baya yang berdiri di sampingnya.

   "Kamu kenapa sih! Masih terlalu pagi sudah datang. Aku belum menjelaskan apa-apa pada Dewi. Bagaimana kalau dia menolak ada pembantu." Mas Bagas bicara dengan sedikit berbisik, tapi masih bisa kudengar.

   "Apaan sih, mas! Kamu kenapa sih lembek betul jadi laki-laki? Masa sama Dewi aja  takut kamu. Ya ... kamu dong yang ngotot kalau Dewi menolak." Benar-benar luar biasa wanita ini. Belum masuk aja, dia sudah berani.

   "Udah ah, Mas, minggir ... aku mau masuk," ucapnya, lalu menerobos masuk. Aku masih memperhatikan dari balik gorden.

   Astaga belum apa apa gayanya sudah selangit. Ok baiklah, nampaknya aku harus segera menampakkan diri, jangan sampai wanita itu masuk terlalu jauh, sebelum kupersilakan. Tamu tidak bisa masuk ke istana, sebelum ratu mempersilakan. Meskipun, aku tau dia bukan tamu tapi maduku.

   "Ada apa ini, Mas? Siapa mereka?" tanyaku pura-pura tidak tahu, seraya menunjuk dua wanita itu bergantian. Meski aku sudah mengetahui siapa mereka, tapi biarlah kuikuti saja dulu.

   "Oh i–ini sayang. Mas perhatikan, kamu akhir-akhir ini sepertinya capek. Jadi … ini, kemarin ada yang nawarin pembantu, Mas pikir apa salahnya, biar kamu lebih banyak waktu istirahat. Biar cepat dapat dede bayi," ucap suamiku, mencoba menutupi rasa gugupnya. 

   Kulirik lewat ekor mata, wanita itu seperti tidak suka dengan ucapan Mas Bagas suamiku, yang sekarang juga adalah suaminya. Biar kupanasi saja sekalian.

   Dengan langkah yang kubuat manja, kuhampir suamiku sambil bergelayut manja.

   "Ih,  so sweet bangat sih kamu, Mas," ucapku, lalu memeluk lengan lelaki yang sedang serba salah itu. Salah sendiri, suruh siapa berbohong. Sakit hati 'kan dianggap pembantu. "Rasain," sorakku dalam hati.

   "Oh iya, Mas.  Yang jadi pembantu kita yang mana? Kok dua orang sih, Mas? Tapi kalau yang ini, kayaknya gak deh, Mas. Kasian sudah tua." Aku menunjuk wanita paruh baya di sebelah pelakor suamiku itu. "Tapi, kalau yang ini … bisa deh, Mas, tapi jangan genit-genit ya, kamu sama suamiku," ucapku pada Mas Bagas dan gundiknya. Terlihat ekspresi yang berbeda dari keduanya. Mas Bagas gugup, sementara pelakor itu menahan amarah. Emang gua pikirin.

   "Mm … ini sayang. Ini Lika yang jadi pembantu kita, dan ini ibunya. Mereka baru pindah kesini, belum punya tempat tinggal, jadi Lika membawa ibunya tinggal sekalian di rumah kita. Nggak pa-pa 'kan, sayang?" Mas Bagas menjawab sambil menunjuk Alika.  Pintar juga dia mencari alasan.

   "Oh ... Nggak pa-pa sih, Mas. Berarti yang pembantu kita Mbak Lika  ini.  Ya sudah kalau begitu, ayo Mbak saya tunjukkan kamar yang akan Mbak Lika tempati bersama Ibu. Biar sekalian Mbak bersihkan." Lika terlihat tidak suka dengan ucapanku yang menyuruhnya membersihkan kamar. Mungkin pikirnya wanita yang dijadikan ibu bohongan yang akan membersihkan.

   "Ayo, Bu," ucapnya dengan nada kesal, lalu menarik tangan wanita paruh baya itu.

   "Ibu di sini aja, istirahat di ruang TV. Nanti setelah kamar selesai dibersihkan, baru Ibu istirahat di kamar," ucapku menghentikan langkah pelakor itu.

   "Tapi bu–" Ucapannya tertahan. Mungkin tersadar, jika dia lagi bersandiwara.

   Dan yang lebih menggelikkan, ekspresi Lika, saat melihat kamar yang bakal ditempatinya.

   Ha  Ha  Ha … makan tuh jadi nyonya . Aku tertawa jahat melihat wajahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
rasain kn ..... di kerjain
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Madu Dari Suamiku   Bab 69 Kehilangan Suami

    "Saat aku dan Mas Diki tau, kalau itu kamu. Kami berencana akan mendekatkan kalian. Kayak Mak comblang gitu," ucap Sandra dengan kekehan diakhir kalimat. Aku menyimak semua kalimat dari Sandra tanpa protes. Aku ingin mendengar kenyataan tentang Pak Rayhan. Entah kenapa, hatiku begitu antusias ingin mengetahui semuanya.Sandra menggerakkan kembali badannya ke posisi awal, sahabatku itu menatap langit-langit sejenak sebelum melanjutkan kata. "Wi ... Pak Rayhan itu sangat mencintai kamu. Dalam banget, aku dan Mas Diki saksinya. Dia mengorbankan semuanya untukmu. Bahkan saat dia tau kalau Bagas itu dalang dari putusnya kamu sama Andi, Pak Rayhan marah banget, tapi saat dia kembali, untuk mengungkap segalanya, kamu sama Bagas sudah menikah dan melihatmu bahagia, lagi-lagi dia mengorbankan perasaannya hanya untuk kamu, Wi. Kasian tau!" Dalam hati bersorak riang. Entah kenapa, ada rasa bahagia yang mengalir ikut serta dalam setiap aliran darah, memompa jantung berdebar kencang. Namun seka

  • Madu Dari Suamiku   Bab 68 Cinta Sejati

    Pak Rayhan mengantarku ke hotel tempat aku dan Sandra menginap. Alunan lagu menunggu kamu yang di bawakan oleh Anji, membuat aku semakin terbawa suasana sepanjang perjalanan. "Lagu ini untukmu." Suara Pak Rayhan memecah keheningan malam. Aku menautkan alis mengingat sesuatu. Ku miringkan badan menghadap Pak Rayhan yang sedang menyetir."Jadi ... lagu ini sengaja Bapak nyanyikan saat di pantai waktu itu?" Laki-laki beralis tebal itu melirik sebentar, dan mengukir senyum lalu melihat lagi lurus ke depan. Pembawaannya yang bersahaja, semakin menambah ketampanannya yang seakan tak hilang meski di telan gelap malam. Membuat hatiku berdecak kagum.Pak Rayhan mengangguk pelan. "Iya," jawabnya singkat, tapi memanah tepat di jantung hatiku. "Lirik lagunya, pas denganku yang sedang berjuang menunggumu, pemegang hati." Sumpah! Kata-katanya membuat aku meleleh. Aku yakin, wanita manapun akan mencair, dengan kata-kata Pak Rayhan barusan. So sweet sekali."Gombal." Astaga! Rasanya ingin ku cabe

  • Madu Dari Suamiku   Bab 67 Menikmati Rasa

    "Maksudnya?" Ku tautkan kedua alis. "Ya ... anda 'kan Pak Rayhan. Pria aneh yang selalu muncul dimana saja. Di pantai! Di rumah makan Padang! Di trotoar depan kantorku! Di bandara! Sudah kayak siluman," ucapku kesal. Sudah di depan mata saja, masih mau main teka-teki. Bertele-tele.Pak Rayhan menatapku dengan tatapan sayu, lalu menarik kedua sudut bibir. Mengukir senyum yang sangat terpaksa. Pria itu merogoh saku celana mengeluarkan remote, lalu balik badan menghadap layar. Ku perhatikan setiap gerakannya dengan melipat dahi. Heran dan penuh tanya.Aku menatap layar yang sudah berganti poto. Di depan sana, terpampang sebuah poto yang di dalamnya tercetak sosok dua pria. "Mas Andi," gumamku. Aku mengenali sosok yang sedang tersenyum menghadap kamera dengan merangkul pundak teman di sebelahnya. Namun tidak dengan pria berkacamata dengan rambut yang sedikit griting. Sekilas, seperti pernah melihatnya, tapi tidak mengenal."Iya ... dia Andi. Dulu kami adalah teman, dan sampai sekarang

  • Madu Dari Suamiku   Bab 66 Rayhan Aditya

    Ting!Lagi-lagi bunyi pesan masuk dari ponsel dalam genggaman. Sangat mengganggu, untuk sesaat aku merasa benci pada benda pipih yang sedanng ku genggam. Dengan ogah-ogahan jari bergerak membuka pesan. Sudah tau siapa pengirimnya, makanya membuka pun dengan setengah hati.[Kenapa belum bersiap, dan turun ke bawah. Katanya ingin tau siapa aku?] Segara kugerakan jempol membalas pesan misterius yang barusan masuk ke HPku.[Mau sholat isya' dulu! Emang kamu nggak sholat?] balasku dengan di iringi emoticon tersenyum miring.[BTW ... kamu cantik di bawah sinar bulan] Spontan kuangkat tangan ke atas hendak melempar ponsel yang ku pegang . Untung saja otakku berfungsi dengan cepat. Ku edarkan pandangan mengelilingi sekitar. Dari atas ke bawah dari samping ke sisi yang lain, tapi tak juga mendapati wujud pria yang menerorku. Balik badan, segera kuseret kaki masuk ke dalam kamar dengan perasaan frustasi. Kepala seraya mau pecah, memikirkan siapa dia. Jiwa penasaran meronta sampai ke ubun-ubu

  • Madu Dari Suamiku   Bab 65 Dewi Diculik

    Ting! HP di tangan bergetar seiring bunyi 'ting' yang melengking. Gagas ku alihkan pandangan pada benda pipih yang sedang menyala di tanganku. Dengan lincah jari-jari menari di atas layar.[Jangan bergidik. Aku bukan hantu, aku manusia.] Spontan leherku kembali bergerak memutar melihat sekitar. Hati mulai kesal, mengikuti teka-teki yang di ciptakan orang misterius yang hanya kukenal nomer telponnya saja. "Kenapa sih?" ucap Sandra penasaran. Wanita berparas ayu menundukkan kepalanya mendekat pada ponselku."Nah, baca sendiri! Kayaknya ada hantu yang mengikutiku," cetusku kesal. Sandra memandangku sesaat penuh tanya, sebelum membaca pesan yang ada di HPku."Penggemar rahasia ternyata," ucapnya tersenyum mengejek. Kucubit lengannya meluapkan rasa kesal. Bisa-bisanya dia masih bercanda sementara hatiku resah gelisah. "Aw ... sakit, Dewi," pekiknya seraya mengelus lengan yang barusan kucubit. Sahabatku itu meringis akibat rasa perih yang di ciptakan oleh cubitanku. "Rasain," dengusku

  • Madu Dari Suamiku   Bab 64 Pesan Misterius

    "Ayo, silahkan dimakan, Wi. Enak lho ini," ucap Rangga. Ku tanggapi dengan anggukan pelan.Rangga menikmati makanannya dengan lahap, namun tidak denganku. Baru dua suapan yang masuk ke dalam mulut, tapi mulutku menolak suapan yang ketiga. Alhasil, aku hanya mengaduk- ngaduk. Entah kenapa, pikiranku tertuju pada sosok Pak Rayhan. Meski sudah berusaha ku cegah, tapi entah kenapa sosok laki-laki aneh itu menerobos masuk ke dalam pikiran tanpa permisi."Kayaknya ... aku harus membenturkan kepalaku, agar kewarasan kembali," rutuk hati kecilku."Kenap nggak di makan? Nggak enak makanannya? Aku tukar ya." "Hah ... e–enak kok." Ku paksakan tersenyum lalu menyuap makanan ke dalam mulut, meski mulut menolak tapi tetap memaksa mengunyah.Rangga menatapku sejenak lalu melanjutkan kembali makannya. Pria bertopi di depanku ini, juga mungkin merasakan hal yang sama denganku, setelah ungkapan cintanya tadi. Sama-sama merasa canggung.Sebenarnya, dari dulu aku ingin sekali bisa dekat dengan Rangga

  • Madu Dari Suamiku   Bab 63 Terjebak

    "Aku akan selalu ada di mana kamu. Aku akan selalu menjagamu." Bukannya menjawab, namun pria ini melantur kemana-mana."Pacarmu tadi mana? Seharusnya, dia tidak membiarkanmu sendirian." Dadaku naik turun mendengar ucapan yang keluar dari bibir laki-laki ini. Benar-benar tidak di saring, seenak jidatnya saja. "Dia bukan pacarku," ucapku ketus seraya membuang pandangan."Oh, kirain pacarmu. Soalnya romantisan di tengah danau." Ku alihkan kembali pandanganku padanya. Mataku semakin tajam menyorot dengan sorotan seakan ingin menelannya hidup-hidup. "Kamu mengikutiku?" tanyaku dengan nada mulai naik satu oktaf."Aku sudah bilang, aku tidak mengikutimu. Aku hanya menjagamu." Ku alihkan kedua netra melihat ke tengah danau. Rasanya, kewarasanku akan segera, habis jika terus bersamanya di sini. "Kemana sih, Sandra ini," rutukku dalam hati. Di saat seperti ini, aku butuh Sandra untuk menyelamatkanku dari laki-laki kurang se-ons ini."Maaf, jika sudah membuatmu tidak nyaman, tapi percayalah,

  • Madu Dari Suamiku   Bab 62 Ungkapan Cinta Rangga

    Aku tersenyum melihatnya. "Jangan di monyong-monyongin itu bibir. Ntar cantiknya hilang lho," ucapku mencandai Sandra."Apaan sih," ucapnya pura-pura merajuk. "Ke kintamani aja yuk!" ajaknya kemudian. Sejenak kupandangi wajah cantik sahabatku itu. "Kenapa ke kintamani? Kenapa nggak ke pantai, Ra." "Ke pantai besok aja. Hari ini aku ingin yang sedikit menantang," ucap Sandra sambil melipat tangannya di atas meja.Sebenarnya, aku lebih suka ke pantai. Entah kenapa berada di tempat itu aku merasa tenang. Meskipun di pantai juga suasananya ramai, apalagi musim liburan seperti ini, tapi berada di pantai ada kepuasan yang kurasakan. "Malah bengong." Sandra menjentikkan jarinya di depan wajahku. "Mikirin apa sih?" tanyanya. Kugelengkan kepala pelan. "Mikirin si pengantar sarapan tadi?" Aku melotot mendengar ucapannya."Sembarangan. Orang aku lagi mikirin pantai," ucapku sewot. Sandra menarik kedua ujung bibirnya seraya mengangkat bahu."Kirain mikirin penggemar rahasia," ucapnya santai.

  • Madu Dari Suamiku   Bab 61 Siapa Yang Membawa Sarapan

    Duduk di bibir ranjang, aku menggapai ponsel di atas meja kecil. Ingin melanjutkan bacaan cerbungku sembari menunggu Sandra. Ponsel di atas meja samping tempat tidur menjerit nyaring. Alarm menandakan sholat subuh sebentar lagi tiba. kuangkat tubuh, duduk di atas kasur dengan mata masih terpejam. Tangan terulur menggapai benda pipih yang masih menjerit, dengan nyawa masih belum genap sempurna.menurunkan kaki dari atas tempat tidur, kuseret langkah menapaki setiap lantai keramik putih menuju kamar mandi. Di bawah shower nyawa yang tadi masih tertinggal di alam tidur kembali genap. Segar! Aku sudah terbiasa mandi sebelum sholat. Selain di sukai Allah, mandi sebelum subuh juga mempunyai banyak manfaat, salah satunya membuat tubuh segar, juga bisa membuat kulit sehat segar, dan lebih cerah."Ra, bangun sudah subuh," ucapku membangunkan Sandra. Sahabatku itu menggeliat seraya mengangkat tubuhnya duduk."Sudah subuh, Wi," tanyanya, dengan mata terbuka separuh.Aku tersenyum kecil. "Sud

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status