Home / Rumah Tangga / Madu Di Kamar Tamu / Bab 3. Permintaan Arif

Share

Bab 3. Permintaan Arif

last update Last Updated: 2025-10-16 18:52:23

Saat mereka 17 tahun dan masih sekolah, mereka pergi berkemping bersama anak-anak sekolah lainnya. Mereka kemping dekat sungai. Ketika itu Hanif sedang bermain di dekat sungai. Tba-tiba saja air sungai meluap tanpa adanya hujan. Hanif yang tidak pandai berenang terseret oleh arus yang kuat.

Arif yang melihat kejadian itu segera melompat ke sungai ingin menyelamatkan Hanif. Arif berusaha sekuat tenaga berenang untuk meraih Hanif yang terombang-ambing di bawa arus sungai.

Para guru dan teman-teman yang lain berteriak ketakutan melihat Hanif yang sudah terlihat lemas. Hanif tidak sanggup bertahan lagi di bawah kuatnya arus sungai. Untung saja Arif berhasil menyelamatkan Hanif.

Hanif segera diberikan pertolongan pertama. Setelah itu dia langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Setelah kejadian itu, Hanif berjanji kepada Arif akan mengabulkan permintaan Arif apapun itu sebagai balasan karena telah menyelamatkan nyawanya. Dia sudah berhutang nyawa kepada Arif. Jika Arif tidak menyelamatkan dia, maka dia tinggal nama saja.

Arif saat itu tidak meminta apapun. Dia akan meminta jika ada yang sangat mendesak, sekarang adalah waktu yang sangat tepat untuk menagih janji itu.

"Jadi, apa yang kamu inginkan?" tanya Hanif.

"Hanif, aku minta maaf sebelumnya. Aku tahu kamu sudah menikah dan mempunyai istri," ujar Arif tidak enak dan tidak mempunyai pilihan lain.

"Apa maksud kamu?"

"Aku tahu kalau permintaan aku ini akan membuat rumah tangga kamu goyah," sambung Arif.

"Apa maksud kamu. Aku sama sekali tidak paham Arif?"

"Hanif, permintaan aku adalah kamu menikahi istriku, Laila," ujar Arif dengan berat.

Arif meneteskan air mata. Dia juga tidak mau meninggalkan Laila. Namun tubuhnya sudah tidak kuat lagi. Dia sudah punya firasat kalau umurnya tidak panjang lagi.

"Kamu jangan gila!" teriak Hanif tidak terima.

Permintaan Arif tidak masuk akal. Bagaimana dia menikahi istri sahabatnya sendiri. Apalagi mereka masih dalam status suami istri.

"Hanif, usia aku tidak akan lama lagi. Penyakit aku sangat parah. Sebelum aku pergi, aku ingin ada yang menjaga istri aku. Aku yakin kami bisa menjaga Laila dengan baik," ujar Arif menahan rasa sakit.

"Tidak, kamu pasti bisa sembuh," tolak Hanif tidak mau kehilangan Arif.

"Tidak Hanif, dokter sudah bilang, peluang aku hidup sangat kecil."

"Aku tidak akan mendengarkan omongan kamu. Anggap saja aku tidak dengar permintaan kamu hari ini."

"Apa kamu mau mengingkari janji kamu?" tuntut Arif.

"Apa permintaan kamu tidak ada yang lain? Aku sudah menikah Arif," sahut Hanif dengan berat.

"Hanya itu permintaan terakhir aku. Aku tahu kamu adalah laki-laki yang baik. Kamu bisa menjaga istri kamu dengan baik. Jadi kamu juga bisa menjaga Laila dengan baik."

"Arif …."

"Dengarkan aku, waktu aku sudah tidak banyak lagi," potong Arif.

Hanif berhenti berbicara. Dia tahu Arif memaksa diri untuk berbicara. Nafasnya mulai berat dan terputus-putus. Dia tidak mau membuang waktu Arif yang berharga.

"Setelah aku meninggal dan masa iddah istri aku selesai, aku ingin saat itu kamu langsung menikah dengannya. Kamu tahu kan, aku dulu berasal dari keluarga yang miskin. Aku merintis usaha yang bersama kamu dari nol."

Hanif dan Arif telah bekerja sama sejak dulu. Mereka sama-sama berpatungan membangun usaha bersama sampai sesukses sekarang.

Hanif mengurus perusahaan bagian induk. Sedangkan Arif mengurus perusahaan cabang yang ada di kotanya. Sehingga perusahaan itu sebagian milik Arif.

"Aku tidak ingin saat aku meninggal, keluarga paman aku mengambil semuanya. Mereka sudah berencana ingin merebut semua harta aku. Aku ingin semua harta itu harus menjadi milik Laila."

Hanif sependapat dengan Arif. Semua milik Arif seharusnya menjadi milik Laila. Laila yang telah menemani Arif. Keluarga Arif tidak pernah membantu Arif sama sekali saat dia kesusahan dulu. Sekarang saat tahu Arif sekarat dan meninggalkan banyak harta warisan, mereka akan muncul dan mengaku keluarga hanya demi warisan.

"Selain itu, aku ingin ada yang menjaga Laila dengan baik. Dia sudah menemani aku dari dulu. Dia perempuan yang sangat baik dan polos. Dia bisa dengan mudahnya ditipu oleh keluarga aku nanti."

Hanif menatap Arif dengan berat. Rasanya ada beban berat di pundaknya.

"Hanif, apakah kamu mau berjanji kalau kamu akan menikahi Laila. Jadikan Laila istri kedua kamu," bujuk Arif.

"Baiklah, aku janji," sahut Hanif dengan berat.

Hanif dalam hati berkali-kali meminta maaf untuk Nur. Dia harus melakukan ini. Tanpa Arif dia tidak akan pernah bertemu dengan Nur. Jadi dia ingin menjaga apa yang ingin dijaga oleh Arif.

"Syukurlah kalau begitu. Sekarang aku lega. Apa kamu bisa memanggil Laila," pinta Arif.

Suara Arif semakin lama semakin mengecil. Dia berharap bisa bertahan sebentar lagi. Dia ingin berbicara terlebih dahulu dengan Laila sebelum pergi.

Hanif berjalan ke arah pintu. Di depan pintu, Laila berjalan mondar mandir. Hati Laila dari tadi tidak tenang.

"Laila, Arif memanggil kamu," ujar Hanif.

Laila masuk ke dalam kamar dengan cepat. Semakin dia mendekat ke arah Arif, kakinya semakin lemas. Padahal suaminya dari tadi tersenyum ke arahnya.

"Mas Arif, Ada apa mencari Laila. Laila ada di sini," ujar Laila memegang tangan Arif.

"Laila, Mas ada permintaan terakhir sebelum Mas pergi."

"Mas, Mas tidak boleh bicara seperti itu. Mas Arif akan tetap bersama dengan Laila sampai kapanpun," kata Laila tidak terima.

"Laila, uhuk … uhuk …." Arif terbatuk beberapa kali. Nafasnya semakin berat.

"Mas," ujar Laila panik.

"Arif!"

"Dengarkan Mas, Laila. Mas tidak akan bertahan lebih lama lagi."

"Mas tidak boleh ngomong seperti itu," potong Laila lagi.

"Dengarkan Mas, Laila."

"Laila tidak mau dengar," tolak Laila tidak mau kehilangan Arif.

"Apa kamu mau menjadi istri durhaka? Tidak mau mendengar perkataan suami kamu lagi?" ujar Arif bersikap setegas mungkin.

"Bukan seperti itu Mas," sahut Laila melemah.

"Laila, Mas tahu kamu istri yang baik. Kamu selalu mendengarkan perkataan Mas. Jadi kali ini tolong dengarkan permintaan Mas."

"Apa permintaan Mas?" tanya Laila mengalah.

"Mas mau, jika Mas meninggal nanti kamu menikahlah dengan Hanif, teman Mas. Ini adalah permintaan terakhir Mas. Mas ingin kamu baik-baik saja selama Mas pergi. Hanif ini adalah lelaki baik dan bertanggung jawab."

"Tapi Mas …."

"Hanif juga sudah setuju," potong Arif.

Laila menatap ke arah Hanif beberapa detik. Kemudian dia beralih lagi ke arah Arif.

"Baiklah Mas," ujar Laila meneteskan air matanya.

Jika memang itu adalah permintaan terakhir Arif, dia akan melakukannya. Dia percaya dengan keputusan Arif.

Arif lega. Akhirnya ada yang menjaga Laila. Sekarang dia bisa pergi dengan tenang.

Bersambung ….

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 36. Keputusan Nur

    "Siapa yang telepon Bu? Mas Hanif? tanya Nur yang duduk di meja makan dengan tenang.Nur hanya melihat sang ibu sekilas saat suara telepon berbunyi. Lalu melanjutkan sarapan pagi yang sudah telat."Iya, suami kamu yang telepon," sahut Halimah dengan duduk di depan Nur."Mas Hanif bilang apa?" "Katanya dia akan ke sini. Ibu bilang agar dia datang nya siang saja.""Oh," sahut Nur singkat."Nur, bagaimana dengan keputusan kamu?" tanya Halimah perihal kemarin.Suapan makanan Nur terhenti di udara. Dia tidak meneruskan makan lagi. Makanan tersebut dia letakkan kembali ke piring."Nur juga bingung Bu. Apa yang harus Nur lakukan," sahut Nur menghela nafas berat. Apa "Kamu harus pikirkan baik-baik. Mana yang bagus untuk kalian berdua," sambung Burhan menuju ke dapur. Burhan pergi ke dapur mengambil minum. Tidak tahu kalau Nur masih di dapur. Setelah itu dia duduk bersama Halimah dan Nur."Bapak.""Bapak ada saran," ucap Burhan."Saran apa Pak?""Begini, coba kamu pikirkan kalau kamu ingin

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 35. Rumah Jadi Sepi

    Laila menyiapkan semua barang-barang miliknya ke dalam koper. Dia akan meninggalkan rumah Nur dan Hanif. Dia akan pindah ke rumah yang sudah dibeli oleh Arif yang pernah dikunjungi Nur.Laila sudah selesai mengemas semua barang-barang miliknya. Barang-barangnya tidak terlalu banyak. Hanya bertambah beberapa barang sejak dia tinggal di rumah itu. Rumah yang sudah membuatnya nyaman.Sekarang dia harus memulai hidupnya dari awal. Melepaskan diri dari Hanif dan Nur. Dia akan berfokus untuk mengembangkan restoran. Lambat laun dia bisa menata kembali hidupnya.Laila tinggal menunggu kepulangan Hanif untuk berpamitan. Sekalian Nur juga ikut pulang. Setelah itu dia bisa pergi dari sana dengan baik. Seperti saat dia menginjakkan kaki di rumah itu.***Hanif pulang ke rumah dengan keadaan acak-acakan. Baju sudah keluar dari celana, dasi entah kemana, rambut seperti tidak pernah disisir, ditambah hatinya yang ikut tidak baik. Hari ini adalah hari terburuk yang pernah ada dalam hidup Hanif. Dia

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 34. Pedang Bermata Dua

    Hanif membuka pintu kamar. Nur masih saja berbaring telungkup dengan suara tangisan. Suara yang bisa didengar oleh Hanif."Nur," panggil Hanif berjalan mendekat ke arah Nur.Nur menoleh kepalanya ke arah Hanif. Lalu bangun dan duduk di tepi kasur."Untuk apa Mas ke sini lagi? Apa Mas belum cukup menyakiti Nur?" ujar Nur. "Nur, dengarkan Mas dulu," bujuk Hanif."Tidak ada yang perlu Mas jelaskan lagi. Semuanya sudah jelas," tolak Nur.Hanif berinisiatif menarik kursi meja rias. Lalu dia duduk berhadapan dengan Nur. Memudahkannya untuk melihat Nur dengan baik."Apa di hati Nur, Nur tidak percaya sama Mas. Apa selama ini Mas pernah berbohong sama Nur? Apa pernah Mas menyakiti Nur?""Mas tidak perlu mencari alasan. Pembohong tetap pembohong. Mungkin saja selama ini Mas juga berbohong sama Nur," kata Nur melihat ke arah lain. Tidak mau menatap ke arah Hanif."Sekarang mas akan cerita kenapa Mas melakukan ini. Setelah itu, apa kamu masih meragukan Mas."Hanif bercerita kepada Nur mulai ten

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 33. Penjelasan Hanif

    "Nur, apa yang terjadi sayang?" tanya Halimah duduk di pinggir kasur Nur. Sedangkan Burhan berdiri tidak jauh dari mereka.Nur telungkup di atas kasur dan bantal gulingnya. Air matanya sudah memenuhi pipi. Tangisan semakin pecah saat ditanya sang ibu.Nur bangkit dan memeluk ibunya dengan sangat erat. Menumpahkan rasa sakit yang ada di hati."Ibu," ucap Nur sedih. "Apa yang terjadi. Ibu dan Bapak tidak akan tahu kalau kamu hanya menangis seperti ini," bujuk Halimah mengelus punggung Nur."Bu, mas Hanif! Mas Hanif," ulang Nur. "Ada apa dengan Mas Hanif?"Halimah melirik ke arah Burhan. Mereka langsung berpikir yang tidak-tidak dengan perkataan Nur. Apa terjadi sesuatu sama Hanif."Mas Hanif mengkhianati Nur, Bu?""Maksud kamu apa Nak. Bagaimana Hanif mengkhianati kamu. Hubungan kalian kemarin baik-baik saja.""Bu, mereka ingin menikah.""Hanif mau nikah lagi?" sahut Burhan bertanya."Iya Pak.""Mereka siapa Nak?""Mereka mas Hanif dan Laila. Mas Hanif dan Laila sudah berencana akan m

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 32. Nur Kabur

    Hanif pulang kerja seperti biasanya. Nur sudah menunggu Hanif sejak pulang dari kafe. Dia duduk tenang tanpa menjawab salam dari Hanif secara lisan."Sayang, kamu di sini? Tadi Mas kasih salam tidak ada jawaban. Kamu tidak dengar?" tanya Hanif duduk di samping NurNur menggeser duduk menjauh dari Hanif. Membuat Hanif mengernyit kening."Kamu kenapa Nur?" tanya Hanif heran."Mas, tolong jelaskan sama Nur. Kenapa Mas berbohong sama Nur," balas Nur mengabaikan pertanyaan Hanif."Apa maksud kamu Nur? Bohong apa? Mas tidak ngerti?" tanya Hanif bingung. "Mas, Nur sudah mengetahui semuanya. Nur sudah tahu rencana Mas Hanif. Yang ingin menikahi Laila," ujar Nur menguatkan diri.Nur menahan mati-matian agar tidak mengeluarkan air mata. Dia ingin tegar dan kuat.Hanif terkejut mendengar perkataan Nur. Hal yang dia takutkan akhirnya terjadi. Nur mengetahui rencana dia mau menikah Laila.'Ini pasti ulah Bisma. Bisma yang menceritakan semua ini kepada Nur.'"Nur, Mas bisa jelaskan," ucap Hanif."

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 31. Rahasia Terbongkar

    Nur ingin pulang karena Laila tidak ada. Dia tidak jadi pergi jalan-jalan. Moodnya sudah hilang tidak ada Laila.Langkah Nur terhenti lantaran ada panggilan masuk. Tangannya segera mencari keberadaan handphone dalam tasnya. Kening Nur berkerut saat melihat dari nomor asing."Ini nomor siapa?" gumam Nur sejenak.Nur jarang mendapatkan telepon masuk dari nomor asing. Tanpa basa basi dia mengangkat telepon takut ada hal penting."Assalamu'alaikum," ucap Nur." Aku ingin bertemu dengan kamu," balas dari seberang panggilan. Nur menjauhkan telepon dari telinganya. Melihat panggilan masuk dari nomor asing tersebut. Suaranya juga sangat asing."Maaf, dengan siapa ya?" tanya Nur terlebih dahulu untuk mengetahui siapa yang meneleponnya. "Aku Bisma. Kita dulu pernah bertemu di mall saat bersama Laila," sahut Bisma.Nur memikirkan siapa itu Bisma. Setelah berpikir beberapa detik, dia teringat kembali. Lelaki yang pernah menyakiti Laila. Hanya dia yang Nur ingat. "Jangan-jangan kamu laki-laki y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status