Início / Rumah Tangga / Madu Di Kamar Tamu / Bab 4. Pemakaman Arif

Compartilhar

Bab 4. Pemakaman Arif

last update Última atualização: 2025-10-16 18:53:34

"Hanif, tolong jaga mereka untuk aku dengan baik," pinta Arif sambil tersenyum.

"Mereka? Apa maksud kamu?" tanya Hanis bingung dengan perkataan Arif.

"Argh!" teriak Arif dengan badan tersentak.

"Mas!" teriak Laila lebih keras.

"Arif!"

Alat medis berbunyi dengan deras. Kesadaran Arif tiba-tiba menurun. Sebentar lagi dia beneran akan pergi.

"Mas!"

"Kamu tunggu di sini. Saya akan memanggilkan dokter," ujar Hanif panik.

"Ha-Hanif, ja-jangan pergi," cegah Arif dengan suara terbata-bata.

"Arif, kamu membutuhkan pertolongan dokter," sahut Hanif.

"Hanif, tolong antar aku ya. Aku mau pergi," pinta Arif dengan air mata yang menetes.

"Mas!" ucap Laila dengan tubuh lemas mendengar perkataan Arif.

Hanif tidak jadi pergi mencari dokter. Dia tahu sang sahabat sedang menghadapi sakaratul maut. Langkahnya mendekat dan berdiri di samping Arif.

Arif meraih ingin tangan Hanif dengan tangan kanannya. Tangannya meraba-raba mencari tangan Hanif secara tidak beraturan. Tubuhnya sudah sangat tidak bertenaga.

Hanif berinisiatif menangkap Arif. Membuat Arif tersenyum setelah hasil memegang tangan Hanif. Kemudian tangan kirinya juga berusaha untuk meraih tangan Laila.

"Iya Mas, Lailai sini," kata Laila menangkap tangan Arif.

Arif membawa kedua tangan itu ke atas dadanya. Menggenggam kedua tangan seerat yang dia bisa.

"Agh!" Arif kembali berteriak kesakitan.

"Mas!"

"Arif!"

"Hanif," pinta Arif sudah siap.

Laila meneteskan air matanya. Dia tidak ingin melepaskan kepergian Arif. Tapi, jika semua demi kebaikan sang suami, dia harus mengikhlaskan semuanya.

"Asyhadu an laa ilaaha illallaah," ucap Hanif.

"Asyhadu an laa ilaaha illallaah," ikut Arif.

"Wa asyhadu anna muhammadan Rasullullah," lanjut Hanif.

"Wa asyhadu anna muhammadan Rasullullah,"

sambung Arif.

Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, Alif kembali tersenyum ke arah Laila dan Hanif bergantian. Kemudian dia menutup mata. Kedua tangannya melepaskan b tangan Laila dan Hanif.

Alat medis kembali berbunyi dengan keras. Semua organ tubuh Arif sudah berhenti bekerja. Arif sudah pergi dengan tenang.

"Mas Arif!" teriak Laika menangis histeris.

"Laila kamu harus mengikhlaskan kepergian Arif. Kamu jangan membuat dia pergi dengan berat. Tolong jaga air matamu. Ini sudah panggilan Allah."

Laila sekuat tenaga menahan air matanya. Seorang manusia tidak boleh menolak ketentuan Allah. Hidup dan mati sudah diatur.

"Kamu tunggu di sini. Aku memanggil Dokter dan mengurus semua surat-suratnya."

***

"Ada apa Nur?" tanya Halimah.

Halimah segera mendekat ke arah putrinya. Dia sangat kaget melihat pecahan bingkai foto di kaki anaknya.

"Kamu tidak apa-apa sayang? Apa kamu terluka?" tanya Halimah khawatir.

"Nur tidak terluka Bu," sahut Nur tersadar dari kaget.

"Kenapa bingkai foto ini bisa pecah?"

"Nur tidak tahu Bu. Tadi Nur hanya ingin pegang sebentar. Tiba-tiba jatuh sendiri dari tangan Nur," sahut Nur.

Nur tidak sengaja menjatuhkan bingkai foto. Dia tadi berniat ingin merapikan bingkai foto yang berada di atas laci yang miring. Matanya menatap foto tersebut beberapa saat. Ketika ingin meletakkan kembali, bingkai itu jatuh dari tangannya.

"Sayang, ada apa?" tanya Burhan, suami dari Halimah.

Burhan segera berlari saat mendengar suara benda pecah. Dia takut kalau terjadi sesuatu dengan istri dan anaknya. Satu tiba di tempat Nur dan Halimah, Nur sudah menangis di pelukan Halimah.

"Bapak!"

"Apa yang terjadi sama Nur, Bu?"

"Ibu juga tidak tahu Pak, tiba-tiba Nur menangis seperti ini setelah menjatuhkan barang," sahut Halimah.

"Sayang, kamu kenapa?" sambung Halimah.

"Bu, bawa Nur ke dalam kamar. Biar Bapak yang membereskan ini," suruh Burhan.

"Baik Pak. Ayo Nur, kita ke kamar," ajak Halimah tetap memeluk Nur.

Nur menganggukkan kepala. Sebesar apapun dia, dia tetap anak-anak di depan ibunya.

"Syukurlah mereka tidak apa-apa. Aku harus membereskan semua ini sekarang sebelum melukai mereka," gumam Burhan.

Burhan segera mencari sapu untuk membersihkan beling. Beling itu bisa melukai siapapun yang menginjak nya.

***

Halimah mendudukkan Nur di atas tempat tidur beserta dirinya. Dia berniat melepaskan tangannya dari Nur, tapi Nur dengan cepat kembali memeluk pinggang Halimah. Kepalanya diletakkan di pangkuan ibunya.

"Nur!"

"Bu!"

"Ada apa lagi sayang. Ayo cerita sama Ibu," ujar Halimah mengelus kepala anak kesayangannya.

"Nur tidak tahu Bu. Nur hanya sedih saja," sahut Nur gelisah tanpa penyebab.

"Nur, sekarang kamu pergilah ambil wudhu. Kamu pasti sedang yang diganggu oleh jin. Dia yang membuat hati kamu seperti Nur," suruh Halimah.

Nur segera pergi ke kamar mandi mengambil air wudhu. Sekaligus dia mau salat Ashar.

Halimah keluar dari kamar saat Nur sudah berada di dalam kamar mandi.

"Ya Allah, apa yang terjadi sama hamba hari ini. Kenapa hati hamba terasa sangat berat tanpa alasan. Tolong lindungi hamba dan juga keluarga hamba ya Allah," doa Nur di akhir sembahyang.

***

Arif langsung dimakamkan pada hari itu juga. Tidak banyak yang datang saat Arif di antar ke tempat peristirahatan terakhir. Hanya ada Laila, Hanif dan beberapa warga yang bertempat tinggal dekat dengan rumah Arif.

Keluarga Arif yang lain tidak ada yang terlihat satupun. Laila sudah mengabari mereka semua. Namun mereka tidak kunjung datang sampai proses pemakaman selesai.

"Mas Arif, Mas sudah tenang di sana," ucap Laila.

"Laila, ayo kita pulang," ajak Hanif.

"Sebentar Pak, saya masih mau menemani mas Arif sebentar lagi," sahut Laila.

"Baiklah."

Hanif menemani Laila. Laila masih membutuhkan waktu sedikit lagi. Sekarang di kuburan hanya tinggal mereka berdua.

"Ayo Laila," ajak Hanif lagi.

"Hari sudah semakin sore."

***

Hanif ikut pulang ke kediaman milik Laila dan Arif. Dia ingin mengantar Laila saja. Di sana ada beberapa orang yang masih berada di rumah Laila. Jadi mereka tidak hanya berdua saja. Mereka adalah para tetangga yang baik dan ramah dengan Laila dan juga almarhum Arif.

"Silahkan duduk Pak. Apa Bapak mau minum?" tawar Laila.

"Tidak perlu, Laila. Saya mau langsung pulang," tolak Hanif.

"Bapak mau pulang ke kota?"

"Kamu jangan panggil saya Pak lagi. Kamu bisa memanggil saya dengan Mas, sama dengan memanggil Arif," saran Hanif.

Mereka berdua terlihat seperti bos dan bawahan.

"Baik Mas Hanif."

"Saya mau pulang ke tempat penginapan. Besok saya akan kembali lagi. Kamu butuh istirahat yang cukup," ujar Hanif.

Hanif meninggalkan kediaman Arif.

***

Laila berjalan ke arah kamar dengan lesu. Kamar yang sudah ditempati bertahun-tahun bersama-sama dengan mendiang almarhum suami.

Sekarang hatinya sangat hancur. Laila telah kehilangan orang yang sangat dicintainya, keluarga satu-satunya. Dia dan sang suami sama-sama yatim piatu. Bedanya, Laila sama sekali tidak mempunyai sanak saudara yang lain. Sedangkan Arif memiliki saudara yang lain tapi tidak akrab.

Bersambung ….

Continue a ler este livro gratuitamente
Escaneie o código para baixar o App

Último capítulo

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 36. Keputusan Nur

    "Siapa yang telepon Bu? Mas Hanif? tanya Nur yang duduk di meja makan dengan tenang.Nur hanya melihat sang ibu sekilas saat suara telepon berbunyi. Lalu melanjutkan sarapan pagi yang sudah telat."Iya, suami kamu yang telepon," sahut Halimah dengan duduk di depan Nur."Mas Hanif bilang apa?" "Katanya dia akan ke sini. Ibu bilang agar dia datang nya siang saja.""Oh," sahut Nur singkat."Nur, bagaimana dengan keputusan kamu?" tanya Halimah perihal kemarin.Suapan makanan Nur terhenti di udara. Dia tidak meneruskan makan lagi. Makanan tersebut dia letakkan kembali ke piring."Nur juga bingung Bu. Apa yang harus Nur lakukan," sahut Nur menghela nafas berat. Apa "Kamu harus pikirkan baik-baik. Mana yang bagus untuk kalian berdua," sambung Burhan menuju ke dapur. Burhan pergi ke dapur mengambil minum. Tidak tahu kalau Nur masih di dapur. Setelah itu dia duduk bersama Halimah dan Nur."Bapak.""Bapak ada saran," ucap Burhan."Saran apa Pak?""Begini, coba kamu pikirkan kalau kamu ingin

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 35. Rumah Jadi Sepi

    Laila menyiapkan semua barang-barang miliknya ke dalam koper. Dia akan meninggalkan rumah Nur dan Hanif. Dia akan pindah ke rumah yang sudah dibeli oleh Arif yang pernah dikunjungi Nur.Laila sudah selesai mengemas semua barang-barang miliknya. Barang-barangnya tidak terlalu banyak. Hanya bertambah beberapa barang sejak dia tinggal di rumah itu. Rumah yang sudah membuatnya nyaman.Sekarang dia harus memulai hidupnya dari awal. Melepaskan diri dari Hanif dan Nur. Dia akan berfokus untuk mengembangkan restoran. Lambat laun dia bisa menata kembali hidupnya.Laila tinggal menunggu kepulangan Hanif untuk berpamitan. Sekalian Nur juga ikut pulang. Setelah itu dia bisa pergi dari sana dengan baik. Seperti saat dia menginjakkan kaki di rumah itu.***Hanif pulang ke rumah dengan keadaan acak-acakan. Baju sudah keluar dari celana, dasi entah kemana, rambut seperti tidak pernah disisir, ditambah hatinya yang ikut tidak baik. Hari ini adalah hari terburuk yang pernah ada dalam hidup Hanif. Dia

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 34. Pedang Bermata Dua

    Hanif membuka pintu kamar. Nur masih saja berbaring telungkup dengan suara tangisan. Suara yang bisa didengar oleh Hanif."Nur," panggil Hanif berjalan mendekat ke arah Nur.Nur menoleh kepalanya ke arah Hanif. Lalu bangun dan duduk di tepi kasur."Untuk apa Mas ke sini lagi? Apa Mas belum cukup menyakiti Nur?" ujar Nur. "Nur, dengarkan Mas dulu," bujuk Hanif."Tidak ada yang perlu Mas jelaskan lagi. Semuanya sudah jelas," tolak Nur.Hanif berinisiatif menarik kursi meja rias. Lalu dia duduk berhadapan dengan Nur. Memudahkannya untuk melihat Nur dengan baik."Apa di hati Nur, Nur tidak percaya sama Mas. Apa selama ini Mas pernah berbohong sama Nur? Apa pernah Mas menyakiti Nur?""Mas tidak perlu mencari alasan. Pembohong tetap pembohong. Mungkin saja selama ini Mas juga berbohong sama Nur," kata Nur melihat ke arah lain. Tidak mau menatap ke arah Hanif."Sekarang mas akan cerita kenapa Mas melakukan ini. Setelah itu, apa kamu masih meragukan Mas."Hanif bercerita kepada Nur mulai ten

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 33. Penjelasan Hanif

    "Nur, apa yang terjadi sayang?" tanya Halimah duduk di pinggir kasur Nur. Sedangkan Burhan berdiri tidak jauh dari mereka.Nur telungkup di atas kasur dan bantal gulingnya. Air matanya sudah memenuhi pipi. Tangisan semakin pecah saat ditanya sang ibu.Nur bangkit dan memeluk ibunya dengan sangat erat. Menumpahkan rasa sakit yang ada di hati."Ibu," ucap Nur sedih. "Apa yang terjadi. Ibu dan Bapak tidak akan tahu kalau kamu hanya menangis seperti ini," bujuk Halimah mengelus punggung Nur."Bu, mas Hanif! Mas Hanif," ulang Nur. "Ada apa dengan Mas Hanif?"Halimah melirik ke arah Burhan. Mereka langsung berpikir yang tidak-tidak dengan perkataan Nur. Apa terjadi sesuatu sama Hanif."Mas Hanif mengkhianati Nur, Bu?""Maksud kamu apa Nak. Bagaimana Hanif mengkhianati kamu. Hubungan kalian kemarin baik-baik saja.""Bu, mereka ingin menikah.""Hanif mau nikah lagi?" sahut Burhan bertanya."Iya Pak.""Mereka siapa Nak?""Mereka mas Hanif dan Laila. Mas Hanif dan Laila sudah berencana akan m

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 32. Nur Kabur

    Hanif pulang kerja seperti biasanya. Nur sudah menunggu Hanif sejak pulang dari kafe. Dia duduk tenang tanpa menjawab salam dari Hanif secara lisan."Sayang, kamu di sini? Tadi Mas kasih salam tidak ada jawaban. Kamu tidak dengar?" tanya Hanif duduk di samping NurNur menggeser duduk menjauh dari Hanif. Membuat Hanif mengernyit kening."Kamu kenapa Nur?" tanya Hanif heran."Mas, tolong jelaskan sama Nur. Kenapa Mas berbohong sama Nur," balas Nur mengabaikan pertanyaan Hanif."Apa maksud kamu Nur? Bohong apa? Mas tidak ngerti?" tanya Hanif bingung. "Mas, Nur sudah mengetahui semuanya. Nur sudah tahu rencana Mas Hanif. Yang ingin menikahi Laila," ujar Nur menguatkan diri.Nur menahan mati-matian agar tidak mengeluarkan air mata. Dia ingin tegar dan kuat.Hanif terkejut mendengar perkataan Nur. Hal yang dia takutkan akhirnya terjadi. Nur mengetahui rencana dia mau menikah Laila.'Ini pasti ulah Bisma. Bisma yang menceritakan semua ini kepada Nur.'"Nur, Mas bisa jelaskan," ucap Hanif."

  • Madu Di Kamar Tamu   Bab 31. Rahasia Terbongkar

    Nur ingin pulang karena Laila tidak ada. Dia tidak jadi pergi jalan-jalan. Moodnya sudah hilang tidak ada Laila.Langkah Nur terhenti lantaran ada panggilan masuk. Tangannya segera mencari keberadaan handphone dalam tasnya. Kening Nur berkerut saat melihat dari nomor asing."Ini nomor siapa?" gumam Nur sejenak.Nur jarang mendapatkan telepon masuk dari nomor asing. Tanpa basa basi dia mengangkat telepon takut ada hal penting."Assalamu'alaikum," ucap Nur." Aku ingin bertemu dengan kamu," balas dari seberang panggilan. Nur menjauhkan telepon dari telinganya. Melihat panggilan masuk dari nomor asing tersebut. Suaranya juga sangat asing."Maaf, dengan siapa ya?" tanya Nur terlebih dahulu untuk mengetahui siapa yang meneleponnya. "Aku Bisma. Kita dulu pernah bertemu di mall saat bersama Laila," sahut Bisma.Nur memikirkan siapa itu Bisma. Setelah berpikir beberapa detik, dia teringat kembali. Lelaki yang pernah menyakiti Laila. Hanya dia yang Nur ingat. "Jangan-jangan kamu laki-laki y

Mais capítulos
Explore e leia bons romances gratuitamente
Acesso gratuito a um vasto número de bons romances no app GoodNovel. Baixe os livros que você gosta e leia em qualquer lugar e a qualquer hora.
Leia livros gratuitamente no app
ESCANEIE O CÓDIGO PARA LER NO APP
DMCA.com Protection Status