Home / Rumah Tangga / Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia) / 3. Kemarahan Revan Pada Adhyatsa

Share

3. Kemarahan Revan Pada Adhyatsa

last update Last Updated: 2023-10-23 15:23:20

"Jangan dulu sombong, Pak Naga. Kami memang sedang terpuruk, tetapi bukan berarti bisa diperdaya oleh Anda dengan sesuka hati. Urusan kita sampai di sini. Terima kasih atas kedatangan Anda," jawab Revan dengan nada dingin dan menatap tajam ke arah Naga yang kini mengepalkan tangannya. 

 

 

Revan segera kembali ke ruangannya. Ia tidak peduli jika saat ini Naga mengamuk atau semacamnya. Ia sudah bisa menebak ketika perusahaan ini menolak kerja sama dengan Cakra Buana. Efeknya akan luar biasa menyakitkan dan harus berurusan dengan banyak pihak. 

 

 

Naga salah satu mafia bisnis. Semua cara dihalalkannya demi keuntungan pribadi. Tak jarang menekan perusahaan kecil agar tunduk di bawahnya. Revan tidak akan sudi bekerja sama dengan perusahaan Cakra Buana itu.

 

 

"Pak, apakah Anda memerlukan kopi?" Hardi membawakan kopi untuk bos-nya yang kini sangat tertekan dengan semua pekerjaan juga masalah lainnya.

 

 

"Terima kasih. Letakkan di meja. Silakan keluar," jawab Revan tanpa menatap ke arah sekretarisnya itu.

 

 

Hari terasa begitu lama kali ini. Revan mengabaikan beberapa panggilan telepon pada ponselnya. Salah satunya dari Mayang. Hatinya belum sanggup untuk kembali mendengar suara ceria dari gadis yang sebentar lagi akan menjadi mantan. 

 

 

Mengucapkan kata mantan untuk Mayang adalah sebuah kata keramat untuk Revan. Cintanya luar biasa besar untuk sosok gadis cantik itu. Mayang segalanya bagi Revan. Laki-laki dengan tatapan setajam elang itu pernah melamar Mayang secara pribadi. 

 

 

Tentu saja gayung bersambut, Mayang menerima lamaran itu dengan senang hati. Rencananya akhir tahun ini akan melamar Mayang pada keluarganya. Simpel dan bukan rencana yang mewah. Hanya sebuah pernikahan sederhana yang ingin mereka lakukan. 

 

 

'May ... andai waktu dan takdir berpihak kepada kita. Tentu saat ini kita masih bahagia dan bisa berbagi cerita,' batin Revan berkata dengan sedih.

 

 

Tepat pukul lima sore, seluruh karyawan sudah bersiap hendak pulang. Revan masih berkutat dengan pekerjaannya. Berkutat dengan semua lembaran kertas yang harus diteliti dan ditandatangi. Tidak boleh ada kesalahan saat menandatangi berkas itu. Akibatnya bisa fatal bagi perusahaan. 

 

 

"Pak Revan, saya pulang duluan," pamit Hardi dengan sopan.

 

 

Revan hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia tidak banyak bicara saat ini. Banyak masalah yang harus secepatnya diselesaikan. Hingga tengah malam, Revan barulah pulang ke rumah. 

 

 

Revan mematikan komputer dalam ruangannya dan memastikan semua aman. Tidak ada satu pun barang yang tertinggal. Ia segera keluar dari ruangan dan masuk ke dalam lift yang akan mengantarkannya ke lantai satu, setelah sebelumnya mengunci lemari berankas berisi semua berkas dan dokumen penting lainnya. Revan memang sangat teliti saat bekerja, ia pun segera menuju ke parkiran mobilnya.

 

 

"Dari mana saja kamu?!" Adhyatsa sengaja menunggu kedatangan sang cucu. "Kamu berani menolak tawaran kerja sama dari Cakra Buana Group?!" bentak beliau dengan kasar.

 

 

Rupanya si tua bangka itu memang bodoh. Wajar saja jika mendadak perusaahan mengalami kebangrutan. Rupanya begitulah bodohnya karen mau diperdaya dan dimanfaatkan oleh orang lain. Sudah berapa saja uang yang dihamburka olehnya dan gagal di beberapa tender?

 

 

"Kamu bisa gaji pekerja pakai apa kalo membatalkan kerja sama sesuka hati. Dasar tidak berguna! Sama seperti Bundamu itu!" Ucapan Adhyatsa rupanya membuat Revan sangat marah dan tidak bisa mengedalikan emosinya pada laki-laki berusia tujuh puluh tahun itu.

 

 

"Aku punya alasan untuk membatalkan kerja sama itu! Kau tua bangka yang bodoh, jangan pernah mengatakan Bundaku tidak berguna!" Revan mencekal kerah baju Adhyatsa dan hamlir saja membuat laki-laki paruh baya itu terjatuh.

 

 

Suara ramai keduanya membangunkan semua penghuni rumah yang sudah terlelap tidur. Murni segera keluar dari kamar karena mendengar suara anaknya. Sudah bisa dipastikan anak semata wayangnya sedang marah saat ini. Gegas wanita berusia empat puluh delapan tahun itu berlari ke arah ruang tamu di mana terdengar suara itu.

 

 

Murni terkejut saat melihat Revan mencengkeram kerah baju ayah mertuanya. Murni tidak tahu apa yang membuat Revan sangat marah malam ini. Murni berusaha mendekat dan melerai cucu dan kakeknya. Kedua tante Revan hanya diam saja. Tidak ada ekspresi sama sekali.

 

 

"Revan, lepaskan Kakek, Nak. Bicarakan dengan baik semua masalahnya. Jangan gunakan kekerasan yang menuruti hawa nafsumu itu." Murni mengusap pelan pundak sang putra.

 

 

Revan menurut; melepaskan kerah baju sang kakek karena mendengar sang Bunda. Adhyatsa hampir saja kehabisan napas karena ulah Revan. Laki-laki tujuh puluh tahunan itu menatap tajam ke arah Murni, seolah menjadi penyebab dari semua masalah itu.

 

 

"Ketika seorang babu tidak bisa mendidik anaknya dengan baik, maka isi kepalanya hanya emosi dan kekerasan. Babu otaknya kosong, menurun pada anaknya!" Adhyatsa masih saja menyakiti hati Murni 

 

 

Revan sangat marah mendengar ucapan sang kakek yang selalu menghina bundanya. Tidak sadar diri jika dia-lah sumber dari semua masalah yang tercipta. Awas saja jika suatu saat Revan menemukan tentang kebenaran siapa dalang dibalik kecelakaan tragis yang menimpa sang ayah hingga merenggut nyawanya. Revan tak akan segan membuat orang itu hancur.

 

 

Manusia serakah dan tamak seperti Adhyatsa tidak pantas untuk disebut sebagai manusia. Hewan jauh lebih terhormat dari sosok kakek tua yang sombong itu. Tidak hanya itu, setelah ini Revan akan mengajak sang Bunda pindah dari rumah terkutuk ini. Tidak peduli, jika harus tinggal di rumah petak yang sempit. Kedua suami tantenya sering sekali hendak melecehkan sang Bunda. 

 

 

"Jaga mulutmu baik-baik tua bangka! Aku masih baik padamu karena mendengar ucapan Bunda. Jika beliau tidak menasihatiku, aku akan membuatmu menyusul Ayahku!" Revan tidak bisa menahan lagi emosinya.

 

 

Adhyatsa terkesiap dan mendadak diam seribu bahasa saat melihat kilat kemarahan di mata Revan. Kilat mata itu sama persis dengan mendiang Panji saat marah. Wajah Revan sama persis dengan putra sulungnya yang sudah meninggal itu. Adhyatsa memilih menyudahi pertengkarannya dengan Revan.

 

Masalah demi masalah pasti akan datang. Revan sangat berat menjalani hari-hari. Akhir pekan ini rencananya akan menemui Mayang. Mengakhiri hubungan mereka secara sepihak. Demi permintaan Bunda pada Revan.

 

Akhir pekan datang dengan cepat. Revan bahkan tidak menyadari jika hari ini sudah Jumat malam. Jam di dinding menunjuk angka sembilan tepat. Ingin langsung ke Bandung, dan menginap di salah satu hotel. Baru besok pagi hendak menemui Mayang--kekasihnya.

 

Embusan napas berat keluar dari mulut Revan dengan sangat berat. Beban pikiran dan hatinya sangat berat. Antara perusahaan dan cintanya; harus memilih salah satu. Bunda Revan bukan belum mengenal sosok Mayang, beliau sangat mengenal dan menyayangi gadis itu. Sayangnya, kontrak bisnis harus memisahkan cinta mereka berdua.

 

"Pak Revan, saya izin pulang dahulu," pamit Hardi yang merasa pekerjaannya sudah selesai malam ini.

 

"Silakan." Revan menjawab dengan nada dingin.

 

Hardi tidak mau mengganggu bos-nya itu. Saat ini, Revan sedang tidak baik-baik saja. Desakan dari Perusahaan Cakra Buana luar biasa besar. Mereka mengancam akan membuat perusahaan ini bangkrut dalam hitungan minggu. Tentu saja, Revan tidak bisa berkutik saat ini.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
beban berat yg harus revan pikul dan membuat keputusan yg sulit
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   Akhir Cerita

    Tidak butuh waktu lama, Angga segera menemui kedua orang tua Ara. Angga sama sekali tidak mau membuang waktu percuma. Ia benar-benar mencintai sosok Anggara Manggala. Angga tidak peduli dengan status janda yang melekat pada Ara.Keluarga besar Angga juga menerima siapa pun calon menantu mereka. Hal terpenting adalah, mereka bisa saling mencintai dan kelak hidup dengan bahagia. Calon mertua Angga adalah orang biasa. Mereka pernah dibantu oleh Haris Manggala secara finansial."Terima kasih Pak Haris menerima lamaran dari putra kami," kata Suminto yang merasa sangat bersyukur setelah lamaran mereka diterima baik oleh keluarga besar Haris Manggala. "Sama-sama. Saya tidak mungkin menolak lamaran Angga. Saya tahu bagaimana karakter Angga. Angga sosok pekerja keras dan satu, dia setia." Haris memuji sosok calon menantunya. "Ara pernah gagal dalam rumah tangga. Semoga Angga adalah jodoh terbaik untuk anak saya," kata Haris penuh harapan."Saya juga berharap seperti itu. Nak Ara orang yang ba

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   107. Jawaban

    Revan menatap tajam Mayang. Ia menduga jika ibunya Kala mengatakan hal buruk pada Ara. Mayang tidak bisa ditebak isi pikiran dan hatinya. Revan merasa telah menikahi orang yang berbeda."Aku permisi," kata Ara tidak mau ikut campur masalah rumah tangga mereka.Ara melirik sekilas ke arah anak laki-laki kecil itu. Hatinya sangat sedih karena anak Revan berkebutuhan khusus. Anak itu tidak terawat dengan baik karena faktor ekonomi. Akan tetapi, Ara tidak bisa berbuat banyak untuk mereka."Ra, maukah kamu menikah kembali dengan Mas Revan?" Pertanyaan Mayang sukses membuat langkah Ara terhenti seketika. "Aku akan mundur dan tidak lagi mengganggu kalian nantinya. Aku sadar, aku banyak salah dan sudah sangat jahat padamu," lanjut Mayang yang saat ini meneteskan air mata.Tubuh Ara mendadak kaku dan tidak mau menoleh lagi. Ia merasa sakit ketika mendengar permintaan Mayang. Rasa cinta yang dipendam untuk Revan mendadak hilang begitu saja. Entahlah, hanya Ara dan Tuhan saja yang tahu."Ra, aku

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   106. Reuni

    Penundaan jadwal reuni kampus Ara membuat Revan frustasi. Ia harus semakin lama menunggu bertemu dengan mantan istri pertamanya itu. Padahal, Revan sudah mempersiapkan semua hal dengan baik. Kini terpaksa harus menyimpan semua itu.Sementara itu, Ara memutuskan untuk membuka hati untuk Angga. Ia menyadari satu hal, tidak semua laki-laki sama di dunia ini. Angga tampak sangat baik dan sopan. Sosok Dokter itu juga sangat menghormati wanita."Sudah lama di sini?" tanya Ara saat baru saja keluar dari dapur dan melihat Angga duduk seorang diri di ruang tamu.Angga terjengit kaget karena sedang sibuk melamun saat ini. Ia pun segera beranjak dari duduknya. Ara tersenyum melihat tingkah Angga. Ia menatap ke arah Dokter muda itu."Maaf, aku nggak bermaksud mengejutkan," kata Ara dengan tulus."Oh, tidak. Aku hanya ...." Angga tidak melanjutkan ucapannya."Ada apa? Ada yang ingin dibicarakan dengan Bu Salamah?" tanya Ara sambil menatap Angga yang tampak cemas.Biasanya Angga akan berbicara deng

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   105. Pernikahan Hardi

    Sejak kejadian itu, Angga dan Ara dekat. Hanya saja, Ara membatasi kedekatan itu dan hanya sebagai teman. Angga hingga saat ini tidak tahu siapa Ara. Andai ia tahu, maka akan sangat terkejut. Angga mengenal siapa sosok Haris Manggala.Ara sama sekali tidak pernah menyebutkan siapa kedua orang tuanya. Hanya sesekali saja ia menemui kedua orang tuanya. Padahal, sudah hampir tiga tahun bercerai dengan Revan. Ara masih ingin mengobati hatinya."Aku boleh datang ke rumah orang tua kamu?" tanya Angga saat berada di panti asuhan ini."Untuk apa?" tanya Ara sambil tersenyum ramah seperti biasa.Bukan tidak paham arah pembicaraan Angga, hanya saja, Ara tidak mau gegabah dalam banyak hal. Ia masih menutup hati untuk banyak orang. Entah akan sampai kapan, tidak ada yang tahu. Ara juga menolak mentah-mentah cinta Angga dan hanya ingin menjalin hubungan pertemanan saja."Aku ingin melamar kamu pada kedua orang tuamu. Kamu tidak mau pacaran bukan?" tanya Angga sambil menatap intens ke arah mata Ara

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   104. Terpaksa Menjual Aset

    Revan akhirnya menjelaskan pada Mayang jika mengalami kelumpuhan akibat terjatuh tadi pagi. Tentu saja, Mayang sangat syok. Ia tidak bisa menerima keadaan dirinya saat ini. Menyakitkan karma yang harus diterimanya. Revan terpaksa membawa Mayang pulang karena biaya rumah sakit pasti akan membengkak jika Mayang lama dirawat."May, rumah itu mending dijual aja. Toh, itu semua aku yang beli." Revan memaksa Mayang untuk menjual rumah yang telah diubah menjadi kafe."Mas, itu satu-satunya aset kita, kalo kita jual, kita nggak akan punya apa-apa lagi," kata Mayang menolak menjual rumah pemberian Revan."Ck! Kamu tahu nggak? Kebutuhan semakin banyak dan aku banyak nganggur! Jual aja," kata Revan yang tidak sabar dengan sang istri.Mayang mengembuskan napas kasar saat ini. Ia hanya bisa duduk di kursi roda saja sekarang. Darsih tidak pernah datang lagi sejak kejadian beberapa waktu yang lalu. Mayang kali ini merasa sangat membutuhkan sosok sang ibu."Mas, kalo dijual dan kita nggak punya usaha

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   103. Karma

    Masa lalu menyakitkan tidak akan membuat seseorang dengan mudahnya memaafkan. Rahman--saksi kunci yang dulu hampir dibunuh oleh Murni ternyata berhasil selamat. Kedatangan sosok laki-laki yang usianya hampir sama dengan Murni itu sontak mengejutkan banyak orang, terutama Murni dan Adhyatsa. Revan jelas tidak mengenal sosok yang kini berdiri dengan angkuh di depan mereka semua."Ka-kamu masih hidup?" tanya Murni yang saat ini wajahnya tampak sangat pias."Ya! Setelah kamu berusaha meleyapkan nyawaku, kini aku masih berada di sini. Tuhan masih berbaik hati denganku. Murni, bersiaplah menerima hukuman." Rahman mengatakan dengan nada dingin saat ini.Semua terdiam, suasana pun mendadak hening. Rahman dengan amarah dan dendamnya pada Murni. Akan tetapi, tak lama polisi datang untuk menangkap Murni. Revan tidak bisa berbuat banyak saat ini.Semua sudah jelas, Revan bukan anak kandung Panji Adhyatsa. Ia merasa sangat sakit saat ini. Revan salah satu korban dari keserakahan Murni. Tidak ada

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   102. Kejujuran yang Menyakitkan

    Ara mengembuskan napas perlahan. Wajah Revan kali ini penuh permohonan agar Ara mau berbicara. Haris yang menatap tajam tidak membuat Revan takut. Ada hal yang harus mereka bicarakan."Pa, Ma, aku akan bicara sebentar pada Mas Revan. Papa dan Mama bisa tinggalkan kami berdua?" tanya Ara kepada kedua orang tuanya.Inama mengangguk sebagai jawaban dan segera mengamit lengan sang suami. Ia memberikan waktu kepada sang putri untuk berbicara pada mantan menantu mereka. Anak muda itu, mereka membuat rumah tangga yang awalnya adem ayem sekarang justru sangat rumit. Haris kadang tidak habis pikir dengan cara sang putri."Kita bicara di sana saja," kata Ara sambil menunjuk satu pohon besar dengan kursi taman di bawahnya.Revan mengikuti Ara dari belakang. Ia masih beruntung karena mantan istrinya masih memberikan kesempatan untuk berbicara. Meski Revan sadar, Ara tidak akan mau kembali rujuk. Setidaknya itu yang tampak pada wajah Ara saat ini."Mas, apa yang mau kamu bicarakan sekarang?" tanya

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   101. Putusan Sidang

    Gita berdiri tepat di depan Revan dan Murni. Ia tampak membenci kedua orang itu. Murni hanya bisa menunduk saat ini. Gita bukan gadis sembarangan.Gita adalah adik kandung Naga Cakra Wibowo, pemilik perusahaan Cakra Buana. Gita tidak akan membuang kesempatan emas untuk membalas Murni saat ini. Beberapa waktu yang lalu, ia menemui Adhyatsa di rumah sakit dan berbicara tentang masa lalu. Tentu hal ini akan sangat mengejutkan untuk semua orang."Aku akan katakan satu hal padamu, Revan Adhyatsa. Kamu tidak pantas menyandang nama belakang Adhyatsa karena kamu bukan anak kandung Panji Adhyatsa. Wanita ini menjebak ayahku, Panji Adhyatsa agar bisa menikahi dengan dalih hamil. Bukankah itu luar biasa?" Gita tersenyum miring setelah mengatakan hal itu. "Mamaku, ada di rumah sakit jiwa juga karena ulahnya," lanjut Gita dengan wajah mengerikan.Revan mundur beberapa langkah karena terkejut mendengar ucapan Gita. Ada apa dengan hidupnya saat ini? Revan seperti orang linglung. Berbeda dengan Murni

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   100. Tersangka Baru

    Wajah Mayang saat ini langsung seputih kapas. Ia takut karena Revan mempunyai bukti tentang kejahatannya. Mayang yang meletakkan obat itu di laci meja rias Ara. Pantas saja, mereka semua langsung menemukan obat itu tanpa mengobrak-abrik kamar Ara."Bagaimana?" tanya Revan dengan nada dingin dan syarat amarah yang luar biasa."A-aku bisa jelaskan, Mas. Semua ini karena ...." Mayang tidak bisa melanjutkan ucapannya.Revan langsung beranjak dari duduknya dengan kasar. Ia meletakkan laptop di atas meja. Masih dengan tatapan penuh kebencian, ia kembali mendekati Mayang. Revan tidak habis pikir dengan cara kotor istri keduanya. Entah apa yang direncanakan oleh wanita yang baru saja melahirkan itu."Kenapa? Kamu harus ingat, kita bisa menikah karena kebesaran hati Ara. Jika bukan karena dia, kita tidak bisa menikah!" Suara Revan menggelegar memenuhi kamar mereka berdua. "Apa isi otak kamu itu? Tega-teganya kamu berbuat seperti ini?!" bentak Revan sambil melempar gelas bekas minum Mayang."Ma

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status