Share

Dilupakan

Reni merasa sangat gelisah. Handphone Dani sedari tadi tidak diangkat. Pas ditelepon nyambung, tapi tidak diangkat-angkat juga.

"Kemana kamu, Yank?" Reni mondar-mandir di dalam kamarnya. Perasaannya sungguh tak enak.

Semenjak berpisah siang tadi, tak sekalipun suaminya itu menghubunginya. Bahkan untuk sekedar mengabari kalau dia sudah sampai di rumah.

Sebagai istri, tentu saja Reni sangat khawatir. Meski beberapa hari ini pikirannya dipenuhi sebuah kecurigaan. Namun, sebagai seseorang yang telah bersama selama tujuh tahun, tentu saja bukan perkara kecil ketika tidak mendapat kabar sama sekali dari pasangannya.

"Apa kamu sudah sampai di rumah, Yank?" Tidak biasanya suaminya seperti ini. Beberapa hari ini dia memang menemukan hal-hal yang tidak biasa pada suaminya, yang membuatnya lebih curiga.

Segera terpikirkan ide olehnya untuk mendownload aplikasi pelacak yang terhubung oleh email. Reni tahu email apa yang terhubung dengan handphone suaminya.

Dengan diiringi suara degub jantung yang semakin mengencang, Reni berusaha memasukkan email itu untuk melacak lokasi suaminya saat ini. Tangannya sedikit bergetar ketika mengetikkannya.

Kini tubuhnya ikut bergetar hebat ketika pin itu menunjukkan nama lokasi yang mampu membuat tubuhnya panas dingin.

Hotel Saudara, itulah nama tempat yang tertulis tepat di mana perkiraan lokasi suaminya berada.

"Astaghfirullahal'adzim ...." Tangis tak lagi mampu ditahannya. Kini wanita itu benar-benar menangis dalam diam sembari menahan sesak yang terus menghimpit jiwa.

'Pantas saja sedari tadi Mas Dani tidak memberi kabar sama sekali. Ternyata ...," batinnya menjerit menahan perih. Tubuhnya mendadak lemas hingga luruh ke lantai. Semua pengorbanan dan kesetiaannya terbayar sebuah pengkhianatan.

Reni menemani suaminya dari tidak punya pekerjaan hingga kini memiliki pekerjaan tetap. Wanita itu juga yang membantu Dani bangun dari keterpurukan. Menerima kekurangannya ketika dokter memvonis kualitas sp*rmanya tidak terlalu baik, sehingga kemungkinan punya anak begitu kecil.

Reni dengan sabar meski hatinya juga merindu adanya buah hati. Dia juga rela menutupi tentang hasil pemeriksaan itu dari keluarganya agar suaminya tidak disalahkan. Dan dia dengan sabar menerima setiap sindiran yang menyalahkan rahimnya yang dibilang tidak subur.

Cemoohan mertuanya yang selalu menjadikannya tersangka atas belum dikaruniainya dia seorang cucu. Reni menelannya sendiri.

Ingin rasanya dia menangis sekeras-kerasnya, tapi takut orang tuanya tahu apa yang terjadi. Biarlah semua kesakitan ini untuk sementara dia tanggung sendiri.

Sementara itu, di sebuah kamar hotel kelas melati, sepasang pasangan selingkuh baru selesai melakukan aktifitas keji nan tercela itu. Senyum tak pernah lepas dari bibir keduanya. Wajah penuh kepuasan terlihat sangat jelas.

Dani mengecup kening Tari, keringat masih membasahi tubuh polos mereka. Hanya bertutupkan selimut, keduanya saling berpelukan seakan enggan berpisah. 

"Terima kasih, Sayang," ucap laki-laki tak tahu diri itu seraya memejamkan matanya. Mungkin dia merasa kelelahan setelah aktifitas panas mereka.

"Sama-sama, Mas. Aku merasa bahagia saat ini. Aku yakin aku akan segera hamil." Entah apa yang ada di pikiran wanita itu. Betapa mengharapnya hamil tanpa suami. Meski Dani sudah berjanji akan menikahinya ketika dia bisa hamil, tapi bukankah hal yang memalukan jika sampai hamil di luar nikah.

Mungkin, urat malunya sudah beneran putus. Sehingga dia akan dengan bangganya hamil dengan suami orang lain yang akhirnya akan melukai hatu wanita lain.

"Sebentar, Sayang. Aku lupa seharian ini tidak menghubungi Reni. Hape juga aku silent biar nggak berisik." Dani segera melepas pelukannya pada kekasihnya itu.

Benar saja, ada 30 panggilan tak terjawab dari istrinya. Dan ada sekitar 50 pesan yang dikirimkan Reni.

Tari nampak cemberut ketika perhatian Dani beralih pada benda pipih itu. Hatinya mendongkol, saat bersamanya kenapa Dani masih saja teringat dengan Reni, istrinya.

[ Maaf, Yank. Aku sampai rumah langsung tidur. Capek banget. Beberapa hari ini kerjaan lagi banyak. Kamu tahu sendiri 'kan, aku lembur terus belakangan ini?] Segera Dani menekan tombol sent setelah mengetikkan itu. Jika selama ini dia selalu minta video call jika sedang berjauhan dengan istrinya, tapi tidak untuk saat ini.

Dia hanya membalas istrinya agar istrinya itu tidak khawatir.

Beberapa saat dia menunggu jawaban istrinya itu, tapi tidak segera mendapat jawaban.

'Mungkin dia sudah tertidur?' batinnya mengingat saat ini sudah hampir jam sepuluh malam.

Dani segera meletakkan gawainya itu kembali ke atas nakas. Segera dia menghampiri kekasihnya itu lagi. Tak dihiraukannya lagi tentang Reni, seolah istrinya itu tidak pernah ada.

Setan mulai membisikkan lagi godaannya untuk menikmati tubuh yang haram baginya itu.

"Bagaimana kalau kita lanjutkan lagi, Sayang?" Sebuah kerlingan nakal ditampakkan Dani. Sayang, sudah nyewa hotel mahal-mahal, main cuma sekali. Seperti itu yang ada di pikiran lelaki kere tapi niat selingkuh itu.

"Apa sih yang enggak buat kamu, Sayang." Tari tersenyum girang. Segera dia menyambar b*bir lelaki yang masih berstatus suami orang itu. Mereka saling beradu, saling menciptakan permainan yang semakin lama semakin panas. 

Merasakan mafsu yang kian memuncak, b*birnya segera turun ke bawah. Tak ada satu pun bagian tubuh Tari yang lepas dari ciumannya. Tari pun nampak begitu terbakar karena permainan Dani.

Tanpa rasa takut kepada Sang Pencipta, dan juga tanpa rasa bersalah karena telah mengkhianati hati seseorang, keduanya telah larut lagi dalam peegumulan yang hanya didasari dengan nafsu itu.

Karena tidak ada satupun malaikat yang akan mendoakan keberkahan untuk keduanya. Hanya setan kini yang ada di antara mereka.

Yang pasti, Dani tak akan tahu jika saat ini Reni masih menangis seorang diri. Wanita itu telah mengaktifkan pengaturan agar centang birunya tidak akan terlihat.

Reni memang tidak berniat membalas pesan suaminya itu. Entahlah, bagaimana nantinya jika dia bertatap muka dengan pria itu. Yang pasti, perasaan jijik yang kini dia rasakan pada Dani.

Lama Reni menatap ke arah layar benda pipih itu. Ingin rasanya dia banting, tapi kok sayang, baru sebulan dia beli. Kecuali jika ada wajah Dani di hadapannya, kemungkinan besar akan dia lempar ke arahnya.

"Jangan nangis terus, Ren. Kamu nggak selemah itu. Cepat putuskan! Apa kamu masih bisa bersama pria yang menjijikkan itu?" Tangisnya kini telah benar-benar berhenti. Tak ingin lagi dia menangisi lelaki tak bermoral itu.

Tapi, untuk membuatnya membuka mulut, bukti yang Reni punya belumlah kuat. Biarlah Reni akan mengikuti sejauh mana mereka akan benar-benar menampakkan diri. Bagaimanapun bangkai keduanya, suatu saat akan tercium baunya.

Biarlah untuk sementara seperti ini dulu. Hingga tiba saatnya, suami dan selingkuhannya tidak bersama, dan dia sendiri akan pergi meninggalkannya.

Reni bukan wanita bodoh yang hanya akan diam saja ketika dicurangi. Dia akan diam-diam mencari cara agar Dani akhirnya tidak mendapatkan satu pun di antara mereka.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
W mah paling ndak suka pasangan yg seperti itu menutupi org lain yg bermasalah. Mereka akan besar kepala nuduh2 ndak berguna mendingan terus terang lbh baik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status