"Terus mau kamu apa,Mas?" Reni benar-benar kehabisan kesabaran menghadapi suaminya itu. Bagaimana dia menggunakan otaknya untuk berpikir. Dia saja tidak bisa menghargainya sebagai pasangan, masih saja menginginkan sebuah penghormatan.
Seorang suami sudah sewajarnya memberi contoh yang baik dalam keluarganya, bukan sebaliknya. Masih mengedepankan hawa nafsu dalam semua perbuatan.
"Aku mau kamu mengijinkanku menikahi Tari, Ren." Suara Dani sedikit melunak, dia sadar masih harus mengambil hati Reni.
Reni mengambil nafas panjang.Yang dipikiran Dani ternyata cuma itu. Bahkan dia tidak bertanya tentang kehamilannya.Tak sedikit pun raut cemas di wajah Dani akan kondisinya.
"Rupanya kamu sama saja, Mas." Reni benar-benar kecewa. Bagaimanapun dia mengandung anak sah dari lelaki di hadapannya itu. Bukan sekedar anak hasil perzinahan.
"Maksudmu?" Dani tidak mengerti dengan apa yang dimaksud
Dani terus bertanya dalam hati, dari mana kiranya Reni bisa tahu masalah itu. Apa Reni diam-diam telah menyuruh orang memata-matainya? Tapi, siapa?'Kemarin sepertinya Tari bilang kalau Tasya itu teman Reni. Apa mungkin dia?' Pikirannya mau tak mau mencari kambing hitam."Sayang ...." Kembali Dani mengguncang pelan bahu Reni. Dia sendiri tak tahu perasaaan apa yang dia miliki untuk Reni. Yang pasti dia masih mencintai istrinya itu.Reni hanya terus menangis. Mungkin segala emosi yang dia pendam beberapa hari ini b\ru meluap sekarang. Saat ia melihat suaminya."Aku tahu aku salah, Mas khilaf. Jika Mas tahu kamu lagi hamil, Mas nggak mungkin menggoda Tari, Ren," ucap Dani frustasi. Alasannya adalah anak hingga dia berani berselingkuh."Makanya Mas, kalau berbuat itu mikir dulu akibatnya. Kalau sudah gini, kamu mau apa?" Rasanya Reni benar-benar ingin membuang laki-laki itu ke laut, agar dimakan ikan hiu.Dani menunduk, dia merasa bers
"Kamu harus ceria, Ren." Reni tersenyum di depan cermin. Dia memoles wajahnya dengan bedak tipis, memberikan kesan alami pada wajah cantiknya.Setelah pertengkarannya semalam dengan Dani, Reni berjanji untuk tidak menangis lagi. Sayang air matanya jika harus keluar untuk lelaki brengsek macam Dani.Hari ini wanita hamil itu berencana bertemu dengan teman sekolahnya dulu. Reni berpikir jika di rumah terus-terusan, hanya akan menambah luka di hatinya.Dia harus bangkit dari keterpurukan yang Dani ciptakan. Demi dirinya sendiri dan janin yang dikandungnya."Mau ke mana, Ren?" Melihat putri sulungnya terlihat begitu rapi dan memakai riasan wajah. membuat Yanti bertanya-tanya. Tak biasanya putrinya itu tampil begitu cantik. Hatinya menjadi was-was akan perubahan sikap Reni dan juga pertengkaran dengan Dani semalam."Ketemu temen, Bu," jawab Reni dengan raut wajah berseri."Bukan laki-laki 'kan, Ren?" Yanti berharap kecurigaannya tidak benar
*PoV Dani*Aku sangat mencintai Reni, istriku. Tapi, gunjingan orang lain karena kami belum memiliki anak membuat telingaku merah. Darahku mendidih dan amarahku memuncak.Sudah tujuh tahun kami menanti, tapi belum ada tanda-tanda Reni tengah mengandung. Huft!"Pernah sekali ke dokter kandungan untuk mengecek siapa yang bermasalah, tapi hasilnya mengatakan spermaku mengalami kelainan,terratozoospermia. Entah apa artinya itu.Dokter waktu itu hanya mengatakan jika spermaku jalannya tidak lurus aliaszig-zag. Entahlah, pusing. Memang ada istilah seperti itu. Bukannya semua spera lelaki itu sehat?Aku kesal karena teman-temanku sering mengejekku. Mereka bilang aku tidak bisa membuahi. Tentu saja aku tidak terima dibilang seperti itu."Dan!" Joko, teman satu bagian denganku selalu saja menggangguku ketika bekerja. Aku nggak enak sama Pak Bayu kalau keseringan ngobrol saat kerja.Yang diomongin Joko juga n
"Kamu kenapa, Mas?" Kini Tari dan Dani telah berada di kantin. Mereka memang sudah tidak mempedulikan omongan orang lain. Dalam keyakinan keduanya, mereka telah menikah."Si Reni benar-benar keras kepala. Dia masih tidak memberi ijin kepada kita untuk menikah. Dia benar-benar egois," ucap Dani penuh amarah."Bener deh, Mas. Istri kamu keterlaluan banget. Mungkin dia bukan wanita. Kenapa hatinya nggak ada lembut-lembutnya, sih? Dia memang nggak punya rasa kasihan." Tari pun ikiut kesal mendengar istri sah Dani tidak memberi ijin untuk mereka menikah lagi.Beberapa karyawan sempat melirik mereka sesaat. Suara Tari terdengar begitu kencang, sehingga orang-orang yang berdekatan dengan mereka dapat mendengarnya.Saat menyadari kalau suaranya mampu memancing orang-orang untuk melihat ke arah mereka, Tari segera menunduk menahan malu. Ternyata wanita itu masih punya rasa malu."Kita nikah siri aja dulu, Mas?" Kini suaranya terdengar sangat pelan. Di
Setelah keduanya kelelahan karena aktifitas panas mereka, Dani dan Tari pun kini terkapar tak berdaya di atas ranjang penginapan.Dani begitu tenang dalam tidurnya, begitu pula Tari. Kegiatan tadi rupanya menjadi sebuah kesenangan bagi pasangan yang tidak terikat pernikahan itu.Tari terbangun dari tidur siangnya, wanita itu mengucek mata. Dia teringat akan rencananya datang ke pantai, yaitu untuk melihat sunset."Mas! Mas Dani!" Tari menggerak-gerakkan lengan Dani agar lelaki itu terbangun. Keduanya masih sama-sama tak berpakaian."Hm ...!" Dani hanya mengubah posisi tidurnya, miring ke kanan membelakangi Tari."Ish! Mas Dani gimana sih. Udah setengah lima sore ini. Cepetan bangun lalu mandi, biar nggak ketinggalansunset-nya!" Tari menjadi sewot karena rupanya Dani tidak menggubrisnya. Malah kembali bergelut dengan alam mimpinya."Apa sih, Ren!" Tentu saja Dani mengucapkannya tanpa sengaja. Ternyata di alam baw
"Ngapain Mas Dani sampai sini?" Penasaran, Reni pun menepikan motornya. Dia ikut memarkirkan motor ayahnya di tempat motor Dani berada, di sebuah rumah makan padang."Kok aku penasaran, ya?" Dengan pelan Reni berjalan menuju arah dalam rumah makan itu. Sungguh apa yang dilihatnya adalah hal yang sangat tak ingin dia lihat. Kali ini hatinya benar-benar terluka."Mas Dani!" Teriakan Reni yang tertahan di tenggorokan kala melihat Dani sedang menyuapi Tari dengan mesra.Meski sudah tahu, tapi melihat sendiri ternyata rasanya lebih sakit. Tidak mungkin kebersamaan yang telah terjalin begitu lama dapat terhapus saja."Re-Reni!" Tak kalah kaget dengan Reni, Dani segera berdiri dari duduknya. Dia begitu kaget melihat Reni ada di sini, apalagi dia sedang bersama Tari."Terusin aja, Mas. Anggap aja kita nggak pernah kenal." Reni melenggang masuk ke dalam resto padang itu. Dia ingin menguji, sudah seberapa tak tahu malunya mereka.Dengan emosi ya
Dani dan Tari keluar dari rumah makan padang itu dengan perasaan campur aduk. Kesal. marah, kecewa, sakit hati, dan berbagai perasaan lainnya. Kondisi keduanya pun tak sehangat dan semesra saat berangkat, bahkan Tari tak melingkarkan tangannya di pinggang Dani. Tari duduk agak ke belakang menjauhi Dani. Dia masih merasa cemburu karena Dani mencemburui Reni. Ah! Persoalan yang rumit. Begitu pula Dani, seolah lupa jika sedang bersama Tari, dia terus melajukan motornya kencang. Dia benar-benar tidak terima ada laki-laki lain yang memperhatikan Reni. Terlebih, laki-laki itu ternyata memiliki pekerjaan yang lebih bergengsi dari padanya. 'Kenapa juga tadi mesti makan di tempat itu?' batin Dani. Tempat itu memang dia lewati saat pulang dari pantai. Karena Tari merasa lapar, jadinya Dani memutuskan untuk berhenti di salah satu rumah makan padang di sepanjang jalan itu. 'Kenapa juga Reni bisa ada di sana? Siapa pula laki-laki itu? Tidak mungkin dia selingkuhan
"Terima kasih sekali lagi." Hanya itu yang bisa Reni ucapkan pada Bram, yang lagi-lagi telah menolongnya.Dan juga telah membuatnya tidak kehilangan muka di hadapan orang-orang. Reni melihat sekeliling, nampaknya mereka masih mencuri pandang ke arahnya. Tetu saja Reni sangat tahu alasannya.Tapi, dia memilih tidak peduli. Memikirkan Dani hanya akan membuatnya sakit kepala."Kamu, mau aku anterin," tawar Bram pada Reni. Reni kembali mendongak menatap pria itu sebari tersenyum."Nggak usah, Bram. Aku bawa motor sendiri." Reni bukan orang yang mudah baper dengan perhatian orang lain. Meski saat ini Bram begitu baik padanya, tak serta merta menjadikannya menyukai pria itu.Reni berpikir, semua orang pasti akan melakukan hal yang dilakukan Bram."Kamu masih simpan nomorku 'kan?" Reni mengangguk. Dia tentu saja ingat hal itu dan alasan menyimpan nomor Bram."Kalau butuh bantuan, kamu bisa langsung hubungi aku. Akan aku usahakan untuk bantui