Share

Bab 2. Mereka Sudah di Meja Makan

Sore hari menjelang Magrib Mas Bendu sudah pulang. Selepas itu dia langsung mandi dan kami sholat Magrib berjamaah.

"Mas, ayuk makan pasti kamu udah laper banget ya!" usai kami merapikan sajadah. Mas Bendu mengangguk.

Dia menggandengku menuju meja makan, walaupun aku sebenarnya masih malu. Malu dilihat ibu mertua dan adik ipar jika lihat kemesraan ini sekalipun kami sudah halal.

Dan benar saja, di meja makan ibu dan Nini sudah duduk manis. Kulihat mata ibu menatap tak suka melihat tanganku digandeng anak lelaki satu-satunya itu. Aku pun menariknya seketika, refleks begitu saja.

"Sini duduk dekat ibu, Ben," usul ibu seraya menepuk-nepuk kursi yang ada di sebelahnya.

Mas Bendu manut saja sambil melempar senyum semringah pada wanita yang melahirkannya itu. Posisi Mas Bendu berada diantara dua wanita kesayangannya. Aku pun mengisi kursi yang letaknya diantara ibu dan Nini.

Meja makan berbentuk bulat berwarna coklat tua dan tersedia empat kursi, pas sesuai jumlah yang ada di rumah ini. Ayah mertuaku sudah lama meninggal. Kata Mas Bendu, Ayah meninggal ketika dia masih duduk dibangku kelas dua SMA, begitu cerita Mas Bendu.

Mas Bendu menatap hidangan dengan antusias dan senyumnya tak surut sejak tadi. "Wah, ada ayam kecap. Ini siapa yang masak?" Dia melempar pandangan ke kami bertiga. "Tadi bukannya kamu sudah masak ikan kering campur kentang balado Lio?" tanya Mas Bendu.

"Iya, Mas. A-a....." ucapanku terhenti saat mertua memotong pembicaraanku begitu saja.

"Yang masak ayam kecap ibu lah Ben. Siapa lagi?" jawab ibu yang sedang menaruh dua potong ayam kecap ke atas piring makannya.

"Hmm, pasti enak ni Bu. Sudah lama nggak makan ayam kecap ya, Bu," sahut Mas Bendu dengan wajah berseri.

Aku hanya manggut saja ketika ibu membulatkan matanya padaku. Ikan kering campur kentang balado tak disentuh sedikitpun oleh Mas Bendu, dia malahan terlihat lahap memakan ayam kecap yang ku masak tadi siang selepas membeli bubur ayam untuk ibu.

Begitu pun ibu dan Nini hanya makan ayam kecap saja tanpa menyentuh ikan kering yang ku masak Subuh tadi. Tak ingin membiarkan lauk-pauk yang aku masak tadi terbuang sia-sia, aku memilih untuk makan dengan ikan asin dan kentang balado saja.

"Bu, kok beda ya rasa ayam kecapnya dari yang biasa? Lebih enakan yang ini," tanya Mas Bendu.

"A-anu, i-itu ..." Mertuaku terlihat gugup menjawab. "Iya lah Nak, ibu udah nemu resep baru hasil liat-liat di youtobe," jawabnya ngasal. Walaupun ibu sudah berumur 58 tahun dia tidak ketinggalan zaman, alias mengerti dengan persoalan sosial media."

"Kamu nggak bantuin ibu masak tadi Lio?" Mas Bendu menatap agak lain padaku.

Lagi dan lagi, belum sempat aku menjawab, ibu sudah duluan menyahut. "Liodra sedang tidur pas ibu masak tadi Ben. Yaa, ibu kasian aja dia pasti capek makanya ibu suruh istirahat," jawab ibu dengan semua kata bohongnya.

Nini tak merespon apapun, dia terlihat begitu lahap menyantap ayam kecap buatanku.

"Bu, Mas, Kak, aku duluan ke kamar yah." ucap Nini sembari beranjak dari duduknya.

Tak lama kemudian ibu pun menyusul meninggalkan meja makan.

"Lio, Mas duluan ke kamar ya!" tanpa memperdulikan aku, Mas Bendu juga ikut berlalu dari pandangan dan dia masuk ke dalam kamar.

Aku? Aku membersihkan piring dan sekawannya seorang diri. Nini sedari aku tinggal di sini tidak pernah sekalipun ku lihat dia membereskan rumah atau sekedar menarok gelas bekas pakai minumnya sendiri ke dapur, dimana dia duduk pasti akan tertinggal barang bukti di situ.

Aku mencoba mengerti sikap ibu mertua ataupun adik iparku. Hal yang wajar, apalagi aku dan Mas Bendu belum lama menikah.

🌟🌟🌟

"Lio, sini duduk dekat Mas." panggilnya ketika aku baru masuk kamar. Kami pun duduk di bibir ranjang.

Ku tutup pintu kamar supaya ibu ataupun Nini tidak melihat dari luar kamar sekalipun tadi ketika aku berjalan dari dapur ke kamar tidak ada mereka di ruang tamu yang sekaligus ruang keluarga untuk menonton televisi atau hal yang lainnya. Mungkin mereka sedang berada di kamar masing-masing.

"Mas, hmm... Aku boleh kerja nggak?" tanyaku pada Mas Bendu ketika baru menghenyakkan pantat di bibir ranjang.

"Kerja, Dik?" ekspresinya agak kaget mendengar aku berkata demikian.

"Iya, Mas. Mumpung aku belum hamil biar aku ada kesibukan juga Mas." bujukku.

"Kamu bosan ya di rumah sama ibu."

"Aaa, tidak kok Mas. Aku hanya ingin mengisi waktu. Apalagi kamu pulangnya sering malam. Lagian mumpung 'ngisi' aku nya. Boleh ya, Mas." rengekku sambil merebah kepala pada bidang dadanya.

"Yasudah, boleh." jawab Mas Bendu dengan mengelus-elus kepalaku.

Aku memang sudah mulai merasa bosan di rumah ini. Apalagi melihat perlakuan mertua dan adik ipar membuat ku tidak nyaman. Hariku semakin terasa panjang hingga malam sebelum Mas Bendu pulang kerja.

Mas Bendu bekerja di sebuah pabrik makanan ringan, gajinya hanya UMR sesuai ketetapan pemerintah palingan jika Mas Bendu lembur ada beberapa tambahan yang masuk ke gajinya.

Sedangkan Nini baru diresingkan dari kerjaanya yang lama, katanya sih karena ada pengurangan karyawan tapi aku tidak tahu pasti akan kebenaran itu.

Ibu mertuaku adalah janda dari seorang PNS. Bapak Mas Bendu mengabdi di salah satu instansi pemerintah, tapi sayangnya beliau meninggal akibat kecelakaan. Jadi mertua ku menerima tunjangan bulanan dari suaminya.

Karena Mas Bendu sudah memberiku izin untuk bekerja lagi, ku ajak dia untuk 'bermain' di dalam peraduan. Selain menambah gelora cinta di hatinya untukku, ini juga salah satu tugasku menjadi istri supaya tabungan pahalaku semakin banyak.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status