Share

Sampai di Nusa Penida

Author: Rinz sugianto
last update Last Updated: 2022-08-14 09:05:20

Masih di hari yang sama, perjalanan kami menuju Nusa Penida dimulai dari pelabuhan Sanur.

Tiga puluh menit kami menempuh perjalanan, ditemani oleh keindahan alam semesta yang terpampang di sekitar kami.

Ciptaan sang Maha Kuasa yang begitu indah.

Birunya awan mempesona mataku, dipadu dengan deburan ombak yang tampak saling mengejar, membuat keelokan di setiap mata yang memandang.

"Masya Allah, indah sekali ya Mas," ucapku takjub.

"Iya Dek, inilah salah satu bukti kebesaran Allah," ucap Mas Tama.

"Oh iya Mas, setelah dari Nusa Penida kita kemana lagi? Sepertinya aku masih ingin ke tinggal lebih lama disini," ucapku.

"Terserah kamu Dek, kamu pengen kita kemana Mas akan turutin kamu," ucap Suamiku.

Sungguh ucapan Mas Tama semakin memantapkan hatiku untuk menolak dimadu.

"Sepertinya aku masih ingin di Bali untuk beberapa saat sih Mas. Aku betah dengan suasana di Pulau ini," tandasku.

"Iya Dek nggak apa-apa, kita disini dulu aja sampai kamu puas," jawab Mas Tama.

"Oh iya Mas, aku
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Madu yang Kupilih untuk Suamiku   Memaksa Mas Tama

    Pernyataanku dan Raya tentu membuat mbak Rara merasa bingung. "Rina, apa kamu sudah mantap untuk berbagi hati dengan Raya? Sebentar lagi kamu kan mau berobat ke Penang. Jangan buru-buru menikahkan Tama. Siapa tahu setelah kanu berobat, kamu bisa hamil.""Kata dokter butuh waktu lama, Mbak. Aku nggak bisa nunggu lagi. Papa sudah mulai sakit-sakitan, begitu juga dengan umi. Aku mau lihat mereka tersenyum menyambut cucu yang mereka dambakan. Meskipun bukan dari rahimku.""Kalau itu udah jadi keputusanmu, mbak nggak bisa nglarang, Rin. Tapi mbak mohon pikirkan lagi. Pilihan kamu itu nantinya juga akan memberatkan diri kamu.""Aku pasrahkan sama Alloh, Mbak.""Apa Tama setuju?""Setuju nggak setuju, dia harus menikah lagi," tandasku. Aku memang terkesan egois, tak munafik aku pun merasa sakit, namun aku menyadari kekuranganku. Setelah itu, kami pun kembali ke rumah. Tak lupa aku mampir ke supermarket untuk membeli beberapa barang sebelum mengantarkan mbak Rara pulang. Hal itu aku lakukan

  • Madu yang Kupilih untuk Suamiku   Kabar yang Tak Terduga

    Mungkin apa yang aku ucapkan telah menyinggung perasaan Raya. "Mbak Rina, sebelumnya saya minta maaf. Lebih baik Mbak pergi dari sini. Saya memang belum menikah di usia yang cukup matang. Tapi bukan bearti saya mau dijadikan istri kedua.""Maaf jika kedatangan kami mengganggu kalian, dan maaf jika perkataan saya menyinggung kamu Ray. kami permisi dulu." Naira terlihat lega dengan penolakan Raya. "Ayo kita pergi dari sini," imbuh Naira sembari menarik tangan kananku. Aku pun terpaksa menuruti perintah Naira, sesekali ku arahkan pandanganku melihat Raya dan ibunya. Rasa iba dan bersalah, kian menggelayut di hatiku. 'Ya Alloh, seharusnya aku meminta maaf pada Raya atas kelancanganku ini,' sesalku dalam hati kian berkecamuk. ***Beberapa hari kemudian, sebuah pesan singkat yang tak pernah aku duga mendarat di ponselku. Raya : Mbak Rina, apakah kita bisa bertemu hari ini?Aku : Tentu saja, Ray. Aku akan datang ke rumah sakit tempat ayahmu di rawat. Sekalian aku mau jenguk beliau. Ray

  • Madu yang Kupilih untuk Suamiku   Naira Keberatan

    Tanpa mengindahkan permintaan Naira, Rina masuk ke halaman rumah Raya. Kebetulan pagi itu, pagar rumahnya tak terkunci. "Assalamu'alaikum,” ucapku. Tak ada jawaban dari sang pemilik rumah. Namun terdengar suara gaduh dari dalam rumah. "Ibu nggak apa-apa?""Ibu baik-baik saja, Ray. Hanya saja ibu nggak kuat nahan tubuh ayah kamu, makanya ibu ikut jatuh.""Astaghfirullah, kenapa ibu nggak panggil Raya tadi.""Sudahlah, ayo kita bantu ayah kamu naik ke kursi roda lagi."Di luar, Aku kembali mengucapkan salam. "Assalamu'alaikum."Kali ini aku mendapat jawaban dari sang pemilik rumah. "Waalaikumsalam." Suara telapak kaki Raya terdengar berjalan bergegas menuju ke arah pintu utama dan meraih handle pintu. "Mbak Rina?" Raya seolah terkejut dengan kedatangan ku. "Pagi, Ray. Kamu masih inget saya?" tanya ku. "Tentu saja, Mbak. Silahkan masuk," jawab Raya sembari mengumumkan senyum. Rina dan Naira memasuki rumah sederhana milik orang tua Raya. "Silahkan duduk, Mbak. Saya buatkan minum s

  • Madu yang Kupilih untuk Suamiku   Menemui Raya

    Setelah beberapa hari kami kembali ke Jogja, keadaan papa mulai membaik. Namun, beliau masih sangat lemah diatas kursi rodanya. Aku dan mas Tama memutuskan untuk tinggal bersama dengan orang tuaku. "Pah, Mah. Rina mau keluar sebentar, ya.""Mau kemana kamu, Rin?" tanya mamaku. "Rina mau ke Panti Asuhan, Ma.""Oh.. Panti Asuhan yang biasa kalian datangi itu?""Iya, Mah.""Yaudah, kamu hati-hati, ya."Aku sudah meminta izin kepada Mas Tama sebelumnya, dan ia mengizinkan aku untuk pergi. Beruntung sahabat baik ku Naira bersedia untuk menemaniku. Pagi itu, aku menjemputnya di rumahnya yang tak jauh dari kediaman orang tuaku. Rupanya Naira sudah menungguku di depan pagar rumahnya. Mobil yang aku tumpangi berhenti tepat dihadapannya. "Assalamu'alaiku.””Waalaikumsalam," jawab Naira sembari memasuki mobilku. Sesaat setelah ia duduk di sampingku, ia terlihat menarik nafas panjang. "Rin, apa kamu yakin akan melakukan ini?" Naira memegang pundak dan menatapku.Kedua netra kami berpandang

  • Madu yang Kupilih untuk Suamiku   Menjenguk Papa

    Rasa ingin tahuku mendadak muncul. 'Siapa pria yang sedang berkomunikasi dengan mbak Wulan?' tanyaku dalam hati. Namun dering handphone yang ada di dalam tasku membuat mbak Wulan menghentikan obrolannya dan mencari asal sumber suara itu. Dalam keadaan terpojok, aku pun menyapa iparku. "Mbak… aku sama yang lain mau ke rumah sakit dulu, ya." Aku berusaha menutup telinga dan membuang jauh-jauh kegugupanku. "Kamu sudah dari tadi disini, Rin?""Nggak kok, Mbak. Aku baru saja sampai di dapur. Aku tadi nyari Mbak Wulan ke kamar, tapi nggak ada," kilahku. "Oh gitu.""Sebentar ya, Mbak. Aku angkat telepon dari mas Tama.""Iya, Rin.""Assalamu'alaikum.""Waalaikumsalam, Dek. Kalau kamu kesini, tolong bawakan dompetku yang tertinggal diruang tamu, ya.""Baik, Mas."Aku mengakhiri obrolan dari suamiku. Kepanikan di wajah iparku itu seketika menghilang. Ia menghela nafas panjang dan mengelus dadanya. "Yaudah, Mbak. Kalau gitu, aku pergi ke rumah sakit dulu, ya.""Iya, Rin. Kalian hati-hati,

  • Madu yang Kupilih untuk Suamiku   Curiga

    Umi melihat kami bertiga secara bergantian. "Apa yang sedang kalian perdebatkan? Kenapa kalian mengobrol disini?" tanya umi dengan mata sayu. Beruntung ibu mertuaku tidak mendengar apa yang sedang kami perbincangkan. "Kami cuma ngobrol hal yang nggak penting aja, Mi. Kok, Umi tiba-tiba ada disini?" ucap Mbak Rara. "Umi mau ke kamar mandi, mau buang air kecil.""Yaudah, ayo Rina antar," ucapku. "Nggak usah, Rin. Biar Rara aja yang ngantar, kamu disini aja sama Wulan." umi menolaku dan mbak Wulan terlihat tersenyum sinis melihatku. Setelah ibu mertua dan kakak iparku meninggalkan kami, mbak Wulan mulai mengejekku. "Sepertinya umi udah mulai nggak respect sama kamu, Rin. Apa umi ngerasa kalau kamu akan menghianati keluarga dengan mencarikan menantu baru untuk istri kedua suamimu?" Sifat asli mbak Wulan perlahan-lahan mulai terlihat. Aku tahu itu hanya tipu muslihat mbak Wulan untuk mengecoh ku, supaya aku mengurungkan niatku untuk mencarikan istri untuk mas Tama. Tapi jujur, aku mer

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status