Share

Pesta

Daniel berdiri di samping pintu kamar Bella yang terbuka. Dia menyandarkan dirinya ke dinding sembari memperhatikan Bella berdandan. Lelaki itu menghela napasnya. Niatnya ke sini sebenarnya ingin membatalkan izinnya untuk membiarkan Bella pergi ke pesta temannya.

Melihat raut wajah antusias Bella membuat Daniel langsung menelan mentah-mentah niatnya. Gadis itu pasti senang sekali. Kapan lagi dia dapat pergi pada malam hari? Daniel tidak sampai hati untuk membuat senyum di bibir gadis itu luntur.

Tidak akan ada yang dapat membayangkan seorang Daniel Alterio, sang pemimpin Salvatrucha, akan bersikap lembut dan penyayang. Siapa yang tidak mengenal Daniel? Mendengar nama lelaki itu saja sudah cukup membuat orang-orang diliputi rasa takut. Lelaki itu dikenal tidak memiliki rasa takut. Dia berwibawa, penuh perhitungan, dan tidak segan untuk menembakkan pistolnya ke kepala seseorang yang membuatnya murka.

Daniel Alterio adalah simbol dari nama markas Salvatrucha, The Eagle. Dialah sang Elang yang dengan mata tajamnya dapat memburu musuhnya hingga ke penjuru dunia sekali pun. Daniel akan mencengkeram musuhnya agar mereka tidak dapat melepaskan diri darinya. Setelah mendapatkan mereka, Daniel akan mencabik-cabik seluruh hidup mereka hingga tidak ada lagi yang tersisa.

Sosok sang Elang tergantikan begitu saja menjadi sosok penyayang saat dia berurusan dengan Bella. Seumur hidupnya, Daniel selalu menginginkan seorang adik untuk dia jaga. Seorang adik yang dapat menjadi setitik cahaya di kehidupannya yang kelam.

“Selesai!” ucap Bella, kentara sekali rasa antusias dalam suaranya. Dia berputar di hadapan Daniel untuk memamerkan gaun berwarna abu-abu yang dia kenakan. “Bagaimana penampilanku?”

Bukannya menjawab, Daniel malah meraih sebuah mantel berwarna hitam yang menggantung di lemari milik Bella. Lelaki itu kemudian menyampirkan mantel tersebut di kedua bahu Bella. Daniel akhirnya menganggukkan kepala.

“Begitu lebih baik,” komentarnya.

Bella berdecak kesal. “Ada apa dengan gaunku?” tanya gadis itu.

“Bagian belakangnya terlalu terbuka,” jawab Daniel dengan enteng.

Gadis cantik itu memutar bola matanya. “Terkadang kau menyebalkan sekali, ya.”

“Kita tidak pernah tahu bagaimana pemikiran laki-laki jahat di luar sana,” kata Daniel membela dirinya.

“Ucap seorang pemimpin klan mafia terbesar di negeri ini,” sahut Bella dengan sarkastik. Gadis itu melepaskan mantel yang menutupi punggungnya. “Aku tidak mau mengenakan ini. Aku ingin menunjukkan punggung seksiku pada Austin.”

“Siapa yang mengajarimu begitu?” tanya Daniel dengan heran.

“Teman-temanku,” jawab Bella. “Mereka bilang jika aku ingin mendapat pacar, aku tidak boleh lagi mengenakan pakaian yang terlalu tertutup.”

Daniel memijat pelipisnya, merasa pusing secara tiba-tiba. Dia bingung harus apa dengan adiknya itu. Bella sering menelan mentah-mentah sesuatu yang diucapkan kepadanya tanpa disaring terlebih dahulu. Itulah mengapa Daniel takut melepaskan Bella ke dunia di luar sana. Dunia yang Daniel kenal terlalu buruk untuk Bella.

“Mereka bohong padamu,” ucap Daniel. “Kau tidak perlu memamerkan apa pun di depan orang lain. Jika Austin benar-benar menyukaimu, dia tidak akan keberatan dengan apa pun penampilanmu.”

Bella menatap Daniel, kemudian mengangguk karena merasa bahwa perkataan Daniel benar. Dia kembali memasang mantelnya. Daniel tersenyum kecil melihat sang adik yang rupanya tersentuh akan ucapannya.

“Kalau Austin tidak menyukaiku karena menggunakan mantel ini, akan kupukul kau setelah aku pulang,” ancam Bella.

“Kalau orang bernama Austin itu tidak menyukaimu, akan kubuat dia menyesal,” sahut Daniel.

Bella berhasil tersenyum sedikit. Dia mengambil tas kecilnya, lalu berjalan melewati Daniel. Lelaki itu mengikuti Bella ke ruang tamu. Harry dan Jackson telah bersiap untuk menjadi pengawal Bella malam itu.

“Jangan lupa untuk pulang sebelum jam sebelas malam,” pesan Daniel. “Aku tidak menerima toleransi jika kau terlambat pulang.”

Bella menampilkan wajah cemberut. “Kau bersikap seperti ayahku dulu.”

Raut wajah Daniel mengeras. “Harry, Jackson, pastikan kalian mengantarkan Bella pulang dengan tepat waktu.”

Daniel membalikkan badannya, kemudian melangkah menjauh dari sana. Bella mengernyitkan keningnya dengan heran. Gadis itu memutuskan untuk mengabaikan sikap Daniel. Dia memerintahkan kedua pengawalnya untuk segera mengantarkannya menuju pesta temannya.

Bella tidak pernah merasa sebahagia malam ini saat melihat kelap-kelip lampu di pesta temannya. Gadis itu turun dari mobilnya dengan senyum merekah. Beberapa teman Bella yang melihat gadis itu melambaikan tangan kepadanya. Bella berjalan dengan agak cepat untuk menghampiri teman-temannya.

“Lihatlah dirimu, cantik sekali!” puji Riley. “Kukira kau tidak bisa datang.”

“Aku tidak mungkin melewatkan pesta ulang tahun Jane,” sahut Bella sambil tersenyum.

Gadis itu mengedarkan pandangannya ke sekitar, kentara sekali sedang mencari seseorang. Megan menepuk bahu Bella secara tiba-tiba sambil menunjuk ke arah seorang laki-laki sedang berbincang dengan dua orang temannya. Senyum Bella kembali merekah melihatnya.

Nampaknya, laki-laki itu juga menyadari keberadaan Bella. Dia segera menyudahi pembicaraannya dengan kedua temannya. Laki-laki itu melangkahkan kakinya menuju ke arah Bella. Riley dan Megan saling bertatapan sambil tersenyum.

“Lihat, dia berjalan ke arahmu,” bisik Riley. “Cepat, lepaskan mantelmu itu.”

“Kakakku melarangnya,” balas Bella.

Riley mengembuskan napasnya, lalu menggelengkan kepala. Dia segera menarik Megan untuk pergi dari sana, meninggalkan Bella sendiri. Si laki-laki itu akhirnya tiba di hadapan Bella dengan sebuah senyuman manis.

“Bella,” sapanya.

“Austin,” balas Bella dengan senyum malu.

Harry dan Jackson memperhatikan hal tersebut dari kejauhan, berpura-pura sebagai tamu di sana. Mereka berdua harus menjaga Bella secara diam-diam agar tidak menimbulkan kecurigaan orang lain. Tidak boleh ada yang tahu bahwa Bella merupakan adik angkat dari seorang pemimpin Salvatrucha.

“Senang melihatmu di sini,” ucap Austin. “Kukira kakakmu melarangmu untuk datang.”

“Aku berhasil membujuknya,” sahut Bella. “Aku ingin menyapa Jane di dalam. Kau mau ikut?”

Austin mengulurkan tangannya kepada Bella sembari tersenyum. Gadis itu meraih tangan Austin dengan malu-malu. Bella harus menetralkan detak jantungnya yang tidak karuan akibat perlakuan Austin kepadanya. Tanpa banyak bicara, Bella mengikuti Austin masuk ke rumah Jane. Harry dan Jackson segera ikut masuk ke sana.

Suara musik yang nyaring menyapa indera pendengaran Bella, membuat gadis itu sedikit berjengit karena tidak terbiasa mendengar suara dengan volume sekeras ini. Kakinya masih melangkah mengikuti Austin yang membawanya menuju Jane yang sedang menyapa teman-teman lain. Begitu melihat Bella dan Austin, Jane melambaikan tangannya dengan antusias.

“Jane!” seru Bella. Gadis itu menyodorkan sebuah kado yang telah dia persiapkan untuk temannya itu. “Selamat ulang tahun!”

“Oh Bella, terima kasih,” ucap Jane. “Aku senang kau bisa hadir malam ini.”

Gadis itu menarik Bella ke dalam pelukannya. Segera saja Bella membalas pelukan temannya. Austin tersenyum kecil melihat interaksi manis tersebut.

“Sepertinya aku transparan, ya,” sindir Austin dengan nada bercanda.

Jane melepaskan pelukannya, kemudian menatap Austin dengan kesal. “Aku lebih suka dengan Bella dibandingkan denganmu, ya.”

Bella sukses tertawa akibat celetukan Jane. Austin memegang dadanya dan berpura-pura sakit hati mendengarnya. Jane akhirnya terkekeh, lalu memukul pelan bahu Austin.

“Kalian nikmati saja waktu berdua, ya,” kata Jane. “Aku ingin menyapa tamu yang lain. Jangan lupa acara potong kue dan tiup lilinnya dilakukan setengah jam lagi.”

Austin menganggukkan kepalanya. “Selamat ulang tahun, Jane,” ucap lelaki itu. Dia kemudian merangkul Bella dan membawa gadis itu menuju meja minuman. Jantung Bella kembali berdetak kencang setelah merasakan lengan berotot Austin melingkar di pundaknya.

Bella meraih gelas berisi bir, kemudian menyesapnya. Segala hal di pesta ini cukup asing bagi Bella. Saat kedua orang tuanya masih hidup, dia tidak pernah diperbolehkan untuk pergi ke pesta apa pun. Selama tujuh belas tahun hidupnya sebelum bertemu dengan Daniel, Bella juga jarang mendapatkan kebebasan. Setelah bertemu dengan Daniel, dia telah terbiasa dikekang.

“Kupikir aku akan kesepian di sini,” celetuk Austin.

“Mengapa?” tanya Bella. “Semua temanmu ada di sini.”

“Iya, tapi aku mengharapkanmu untuk hadir juga,” jawab Austin. Dia menolehkan kepalanya dan tersenyum kepada Bella. “Kau cantik sekali malam ini.”

Bella menundukkan kepalanya, berusaha menyembunyikan pipinya yang memerah. “Terima kasih,” sahut Bella dengan pelan.

Austin terkekeh melihat gadis itu tersipu malu. Dia mendekatkan dirinya kepada Bella, membuat gadis itu mendongakkan kepalanya untuk menatap Austin. Selama sesaat, Bella tidak dapat mengalihkan tatapannya. Austin menyampirkan beberapa helai rambut Bella ke belakang telinganya.

Bella mendapati dirinya terpaku di tempatnya berdiri. Perlahan-lahan, Austin menurunkan mantel Bella dari punggungnya. Lelaki itu memegang mantel Bella dengan sebelah tangannya, sementara satu tangannya lagi menarik Bella lebih dekat padanya. Entah apa yang membuat Bella membiarkan hal tersebut terjadi, dia juga tidak dapat menjelaskannya.

“Akhir-akhir ini aku tidak dapat berhenti memikirkanmu,” bisik Austin tepat di samping telinga Bella.

“Mengapa?” tanya Bella.

Austin menggelengkan kepalanya. “Entahlah. Tetapi, karena kau ada di sini, aku tidak ingin berpikir lagi.”

Lelaki itu mendekatkan wajahnya kepada Bella. Ketika kedua bibir mereka saling bersentuhan, dunia di sekitar Bella seakan-akan berputar. Bella mendapati dirinya terlarut dalam rengkuhan Austin. Gadis itu harus menahan erangan kecewa saat Austin melepaskan ciuman mereka.

Sesuatu tertangkap oleh mata Austin di belakang Bella. Lelaki itu segera menarik Bella menjauh dari sana menuju koridor yang cukup sepi. Bella menatap Austin dengan bingung.

“Sedari tadi aku melihat seseorang memperhatikan kita terus,” ucap Austin.

Itu pasti Harry atau Jackson, pikir Bella. Gadis itu mengelus lengan Austin dengan pelan. “Mungkin hanya perasaanmu saja.”

“Ah, iya, mungkin,” kata Austin. “Maaf aku menarikmu begitu saja.”

“Tidak apa-apa,” sahut Bella. “Tunggu di sini sebentar, ya.”

Tanpa menunggu persetujuan Austin, Bella segera melangkahkan kakinya untuk menemui Harry dan Jackson. Gadis itu berdecak kesal. Seharusnya mereka tidak bertingkah terlalu kentara. Dia menemukan Jackson terlebih dahulu, kemudian mendekati pengawalnya. Harry yang berada di dekat situ pun menghampiri Bella dan Jackson.

“Kalian ini benar-benar menyebalkan,” protes Bella. “Kalian memang menjagaku, tetapi cobalah untuk terlihat biasa saja.”

“Maaf, Nona,” sahut Jackson. “Jika kami tidak melakukan tugas ini dengan benar, Sir Daniel akan membunuh kami.”

“Aku akan baik-baik saja di sini,” ucap Bella. “Lebih baik kalian menjaga di luar saja.”

“Tapi, Nona--”

“Lakukan perintahku,” ucap gadis itu lagi. “Malam ini, bos kalian adalah aku.”

Jackson dan Harry tidak dapat berkutik sama sekali. Terpaksa mereka harus keluar dari rumah Jane dan berjaga di luar. Bella tersenyum puas. Gadis itu melangkahkan kakinya untuk menemui Austin lagi.

Setibanya di tempat tadi, Bella terkejut sekali ketika melihat Austin tergeletak di koridor tanpa seseorang pun di sana. Bella menutup mulut dengan tangannya. Pelan-pelan, gadis itu melangkah mendekati tubuh Austin yang terbaring tidak berdaya di lantai, dengan mantel gadis itu berada di tangannya.

“Austin,” lirih Bella.

Secara tiba-tiba, seseorang membekap mulut Bella menggunakan sapu tangan dari belakang. Bella memberontak, berusaha melepaskan diri dari seseorang itu. Kesadaran Bella perlahan-lahan mulai memudar. Penglihatannya semakin buram, seiring dengan tubuhnya yang semakin lemas. Setitik air matanya terjatuh saat memikirkan Daniel yang pasti menunggunya di rumah.

“Daniel …”

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status