Beranda / Romansa / Magang Jadi Istri CEO / MJIC - 23 Siapa RA?

Share

MJIC - 23 Siapa RA?

Penulis: senjaaaaaa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-18 16:49:35

Aku melongok seraya menjinjitkan kakiku lebih tinggi, tetapi tak juga bisa melihat apa yang wanita itu lakuin di bawah sana. “Apa sih, mbak?” bisikku penasaran.

“Bentar, Mbak Kay,” jawabnya singkat. “Aduh berat lagi.”

Aku mengerutkan keningku, lalu mencoba berjinjit lebih tinggi, tapi tetap juga tak bisa melihat sampai akhirnya aku menyerah. Lalu, menghembuskan napas lelah dan menangkupkan kedua pipiku di atas meja, menunggu apa barang yang diambil sekretaris itu.

Sekitar sepuluh detik kemudian, suara hentakan pelan terdenga dari atas meja dan membuatku sedikit terkejut.

Thump.

Aku mengangkat kepalaku pelan, dan mataku langsung membelalak melihat barang di depan mataku. “Mbak?” panggilku tak sadar, sementara mulutku melongo begitu saja.

“Untung nggak rusak, Mbak,” ujarnya sambil menyodorkan ke arahku.

Sebuah bucket bunga besar—sangat besar— yang berisi rangkaian dari kombinasi bunga mawar putih, bunga peony merah muda, dan baby breath yang ditata begitu rapi dan membentuk simbol love,
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC 170 - Pingsan

    Aku nggak tahu sudah berapa lama aku meninggalkan apartemen. Yang aku tahu cuma satu, kakiku terus melangkah tanpa tujuan, sementara pikiranku makin penuh, makin berat, makin berisik. Udara pagi yang harusnya sejuk malah terasa nyelekit di kulitku. Rasanya kayak semua orang punya tempat pulang … kecuali aku. Tadinya aku cuma pengen keluar sebentar biar bisa menghirup udara segar. Tapi makin jauh aku melangkah, makin sesak dada ini. Overthinking itu kayak gelombang, makin aku coba abaikan, makin kencang dia datang. Bayangan foto itu—aku dan Rayhan dari belakang, di depan dokter. Komentar-komentar grup kantor yang membuatku semakin terpojok. Bisik-bisik yang seakan mengambil kesimpulan sendiri. Semua itu muter menerus berputar di kepala. “Aku … harusnya … nggak kayak gini,” gumamku lirih, menggeleng. Langkahku mulai sedikit gontai. Aku berhenti di sebuah taman kecil yang berada tak jauh dari komplek apartemen. Anginnya sepoi menerbangkan dedaunan, tapi dunia rasanya berputar t

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC 169 - Kabur

    Komentar mulai masuk satu per satu. Seakan foto itu menjadi hal yang menarik bagi mereka. Aku menutup mulutku menggunakan tangan, menatap foto itu tak percaya.Reno: “Nah ini nih yang gue bilang! Liat kan??!”Shinta: “ASTAGA. Ini KAYAK APAAN TAU NGGAK SIH?? BENERAN BERDUAAN DONG SAMA PAK RAYHAN??”Tania: “Omg ... ini jelas-jelas bukan hubungan profesional antara CEO sama ANAK MAGANG. Kayla megang perut. Pak Rauhan liat Kayla. Plis.”Lina – Admin HR: “Guys stop dulu ... pembahasan ini udah nggak enak. Tapi ... iya sih ... ini lebih dari mencurigakan dari apapun yang ada di pikiran kita.”Darahku berdesir. Aku menggigit jari telunjukku kencang, sampai aku hampir nggak merasakan sakit apa-apa.Air mataku jatuh lagi. Hatiku kacau. Jantungku berdetak kencang. Rasa sedih dan mual yang kurasakan, menghilang entah kemana.Takut.Malu.Dan ... terpojok.Aku menggeleng kencang. “Aku nggak ... aku nggak ngapa-ngapain ... Rayhan ... cuma nganterin ... cuma nganter doang ...,” suaraku pecah, padah

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC 168 - Kok Bisa Kayak Gini

    “Aduh ...,” desisku menekan perut dan dada, ketika rasa pahit naik mulai ke tenggorokan, membuat lidahku kelu.Aku menutup mulutku dan buru-buru bangkit dari tempat tidur. Kakiku goyah, langkahku terseret menuju kamar mandi. Begitu sampai, aku berpegang pada wastafel, mencoba menarik napas ... tapi rasa mual itu kembali menyerang.“A—ah ...,” aku memuntahkan isi perutku yang sebenarnya baru terisi sedikit. Mualnya semakin terasa, sampai mataku pedih dan air mata mengalir di peluuk mataku, bercampur dengan rasa perih di tenggorokan.Kumuntahkan semua yang ada diperut, meskipun hanya tersisa cairan bening. Tanganku gemetar, tubuhku dingin. Napasku tersendat, dadaku naik turun tak karuan.“Kenapa ... mual terus,” gumamku lirih, membasuh wajah dengan air dingin, sedikit menyegarkan. Aku engusap perutku lembut, “Baby, jangan mual terus, ya. Mama capek,” bisikku.Tanganku bergerak menyentuh pipi yang masih basah—campuran antara air mata, keringat dingin dan air.“Lemes banget,” lirihku, ber

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC 167 - Ray, Pulanglah

    Aku masih meringkuk di sofa, dengan selimut menutupi setengah tubuhku. Napasku masih tersengal, dada terasa ketarik tiap kali aku mencoba mengatur napas. Mata sudah memanas, tapi masih ada sisa air yang jatuh tanpa izin.Apartemen ini ... senyap.Terlalu senyap, sampai aku bisa mendengar detak jam dinding yang berdenting pelan tapi nyaris menusuk telinga.Dan semakin lama aku terdiam, semakin keras kesunyian itu menampar diriku.Aku akhirnya bangun, berdiri dengan langkah yang goyah. Entah kenapa kakiku membawaku kembali ke dapur—ke meja makan—ke tempat ia ninggalin sarapan tadi.Sticky note kecil itu masih di sana.Tulisan Rayhan yang rapi itu menatapku balik.Love, Rayhan.Aku mendesah pelan, suaraku retak.“Love ...,” ulangku lirih, pahit banget rasanya.Tanganku menyentuh catatan itu, tapi aku cepat-cepat menariknya lagi, takut tambah nangis.“Kenapa kamu ninggalin aku gini, Ray ...?” Suara itu keluar begitu saja. Getir, pecah, tak terhankan.Aku mengambil bubur itu lagi, mencoba

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC 166 - Aku Nggak Papa

    “Oh ... yaudah. Aku matiin ya, Sayang.”Aku membuka mulut, ingin menahannya lebih lama—“Tapi nanti aku telepon lagi, ya,” ujar Rayhan tergesa, terdengar suara kursi yang sedikit bbergeser.“Oh ... ya,” sahutku lirih. “Aku—”Klik.Telepon terputus.Tubuhku kaku, jantungku mulai berdebar tak karuan, keringat dingin mulai merasuki badanku. Aku mendekatkan ponsel ke telinga, seolah barangkali tadi cuma salah pencet dan telepon masih tersambung.“... Ray?” bisikku memastikan. Aku menekan telepon lebih dalam, mempertajam pendengaranku.Sunyi.Aku menelan ludah kasar, menekan tombol layar lagi, memastikan nama Rayhan masih tertera di sana.Panggilan sudah berakhir. Nggak ada suaranya yang menenangkan. Nggak ada tarikan napasnya yang terdengar lelah. Nggak ada panggilan “Sayang?” yang biasanya selalu muncul tiap aku terdiam sebentar.“Ray ...?” panggilku sekali lagi, kali ini semakin pelan.Tetap hening, tanpa suara sedikitpun.Dadaku semakin sesak. Tanganku yang memegang ponsel, kini berge

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC 165 - Nangis

    Aku terbangun ketika matahari pagi menembus tirai kamar dari sela-sela gorden. Aku mengerjap pelan, rasanya keplaku sedikit berat. Tanganku meraba sisi ranjang di sebelahku.Kosong.Aku menoleh perlahan, mengerutkan dahi sembari mengembalikan kesadaran. “Rayhan,” lirihku setengah sadar. “Kamu dimana?” lanjutku sedikit berteriak.Aku segara bangun dan bersandar, merapikan rambutku yang masih berantakan. Jam di dinding menunjukkan pukul 7 lebih sedikit. Aku kembali mengedarkan pandangan menyapu seluruh penjuru kamar sembari menajamkan pendengaranku, berharap Rayhan hanya keluar kamar. Tapi, nihil. Tas kerja yang biasa ia bawa, sudah hilang, lengkap dengan jam tangan terbarunya.Rayhan ... udah berangkat?“Rayhan?” teriakku lagi. Aku menyibakkan selimut dan mencoba mengingat kejadian semalam. Aku mengingat lagi—saat aku terbangun di tengah malam, lampu kamar masih menyala. Sepertinya dia masih kerja ... atau masih kepikiran sesuatu.Aku melangkah cepat ke kamar mandi, membersihka wajahku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status