Share

MJIC - 5

Author: senjaaaaaa
last update Last Updated: 2025-05-21 19:05:50

 “Tidur, kan? Ya merem. Emang selama ini kamu tidurnya gimana?”

Aku membulatkan mata, lalu berjalan dan duduk di kasur yang super empuk. “Kita tidur berdua di sini?” tanyaku menepuk kasur, memastikan.

“Saya bisa tidur di sofa kalo kamu nggak nyaman,” ucapnya sambil menyimpan jasnya di hanger. “Atau kita gantian. Nanti malam kamu, besok saya.”

Aku mengangguk cepat. Oke. Oke. Aman. Aman. Ini masih profesional.

“Gampang banget panik. Lucu juga sih,” gumannya yang masih bisa kudengar 

Gila. Itu senyum dia barusan… barusan muncul? CEO es batu ini bisa senyum? 

Aku berdehem, ingin mengatakan sesuatu tapi sedikit sungkan, “Dapur di mana, ya?” ujarku menatap punggung kekarnya.

“Lurus. Belok kanan, ada pintu, masuk,” jelasnya dengan singkat.

Aku mengangguk walaupun sedikit tak paham, lalu melangkahkan kaki dengan mengamati apartemen ini yang seperti ... hotel bintang lima! Ah bahkan lebih! Duit darimana ya kok bisa punya apartemen semewah ini di usia yang muda?

Aku membuka kulkas empat pintu yang menjulang tinggi. “Wahhh,” ujarku menatap takjub dengan isi kulkas yang sangat lengkap. “Gila! Ini gratis kan ya kalo gue makan? Enak juga ya kalo tiap hari hidup gue kayak gini,” ujarku mengambil dua bungkus snack dan satu kaleng softdrink, lalu menentengnya kembali ke sofa.

“Pak! Eh, Rayhan! Saya ambil ini, boleh?” ujarku menunjukkan makanan, meminta izin.

Rayhan yang tengah bermain ponselnya, menoleh singkat. “Ambil aja.”

Aku mengangguk, “Makasi.” Lalu duduk di sofa tak jauh darinya, membuka tablet dan ... me time dimulai! “Saya mau nonton dulu,” ujarku menatap Rayhan ketika ia akan menutup pintu ruang kerjanya.

“Udah jam tujuh malem. Tante Nara udah di jalan,” kata Rayhan dari balik ruang kerja, suaranya datar tapi tetap mengejutkanku.

“Hah? Sekarang banget?” ujarku setelah menekan tombol pause. “Gue pake baju apa lagi nih?”

“Ada dress di lemari, coba aja mana yang cocok,” ujar Rayhan seolah mengerti kegelisahanku.

Aku bergegas membuang bungkus snack dan berlalu menuju kamar, menelusuri satu per satu dress yang harganya nggak keliatan murah, “Ini sih lebih dari dress,” ujarku menggelengkan kepala.

“Ini?” ujarku menenteng sebuah dress dan membawanya pada Rayhan.

“Boleh,” ujarnya mengangguk. “Jangan sampai gagal, bisa gagal juga warisan saya.”

Oke. Nggak boleh gagal, katanya. Dinner ini kayak ujian nasional—bedanya yang dipertaruhkan bukan ijazah, tapi status jadi istri CEO. Aku berdiri di depan cermin besar di kamar, memakai dress pastel lembut yang jatuh pas di badan. Makeup-ku ringan—BB cream, sedikit blush on, alis dirapihin, dan lip tint warna peach. Natural, tapi cukup buat kelihatan ‘istri CEO yang anggun dan nggak norak’.

“Kayla?” suara Rayhan terdengar dari luar. “Udah siap?”

Aku menelan ludah dengan susah payah, “Bentar. Lagi ngumpulin keberanian di detik-detik terakhir.”

Satu menit kemudian, aku keluar dari kamar dan menemukan Rayhan udah berdiri di ruang tengah. Dia memakai setelan jas berwarna gelap dengan dalaman abu-abu muda, rambut ditata rapi, dan aroma parfum mahal begitu terasa menenangkan.

Dia melirik ke arahku—naik turun—dari ujung kepala sampai ujung kaki. “Cukup cantik untuk menyelamatkan rencana warisan keluarga,” komentarnya singkat.

Aku mencibir ucapannya. “Dan cukup sopan buat nggak dikira lagi nyari sugar daddy.”

Dia tertawa sekali, hanya sekali. “Yuk, sebelum kamu kebanyakan punchline.”

Aku mengikuti langkahnya dari belakang, sesekali meremas tali tas untuk meredakan debaran di dada yang begitu terasa. Bayangkan ... di bawa cowok buat ketemu sama keluarganya, tiba-tiba? Dengan status ‘isteri’? Sementara selama hidup, jangankan di bawa ke rumah, deket sama cowok aja jarang banget. Paling banter cuma jadi HTS, kalo nggak ya ... second choice, ujungnya sama-sama asing, lagi. Eh ini, sekalinya dibawa malah udah jadi isteri, walaupun kontrak, tapi kan tetep aja isteri.

Di dalam mobil, aku duduk dengan kaki yang rasanya mau kabur sendiri, tapi Rayhan keliatan tenang banget dari balik kemudi, seolah-olah ini cuma makan malam biasa. Padahal, di kepalaku, ini dinner diplomatik yang mempertaruhkan dua hubungan manusia.

“Tenang, Kay. Tante Nara baik, kok. Cuma kadang random aja.”

Aku menoleh padanya, “Kayak lagi wawancara beasiswa?”

“Kayak interview tapi diawasi sama CCTV.”

Detik berikutnya, keheningan melanda di dalam mobil. Hanya suara mesin dan klakson yang beberapa kali berbunyi, menemani perjalanan kita. Tak butuh waktu yang lama, mobil milik Rayhan sampai di sebuah mall mewah yang menyatu dengan hotel dan terletak di jantung Kota Jakarta.

“Ayo,” ajaknya begitu selesai memarkirman mobil.

Aku mengangguk, lalu melangkah tepat di sampngnya, tanpa bergantengan, tentunya. Begitu sampai di tempat yang dituju, aku langsung terpukau dengan lampu lampu kristal yang bergelantungan di atas kepala. Seorang pegawai mengarahkan kami menuju ruangan privat yang sudah dibooking khusus oleh Rayhan.

Aku duduk tepat di samping Rayhan seraya mengatur napas, “Masih lama?” tanyaku sedikit gugup.

“Sudah di bawah,” jawab Rayhan tanpa mlepaskan pandangannya dari ponsel.

Aku mengangguk paham, lalu memperhatikan pelayan yang mulai menyajikan hidangan pembuka satu per satu, “Terima kasih,” ucapku padanya.

Tak lama kemudian, Tante Nara datang dengan aura sosialita sejati—anggun, wangi, dan heels yang menjulan tinggi. Begitu mendudukan badannya, matanya langsung menatapku lekat-lekat.

“Tante,” sapaku menganggukan kepala, sekali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Magang Jadi Istri CEO   Pelukan Perpisahan

    Tiba-tiba, Rayhan mendekatkan dirinya dan memangkas jarak di antara kami, kali ini ia berdiri tepat di hadapanku dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya dan tatapan menusuk. Perlahan, dia mengangkat satu tangannya dan dalam sedetik berhasil melingkar di pundakku. Aku refleks mundur dan mencoba melepaskannya, akan tetapi, tenaganya terlalu kuat ... tubuhku terlebih dulu dia tarik ke dalam pelukannya.“Cup. Cup,” ujarnya menepuk punggungku.Tubuhku membeku, nafasku terhenti, dan detak jantungku berubah lebih cepat. Aku ingin melepaskan diri dari dekapannya, tapi ... badanku menolak. Wajahku tepat berada di dadanya, menghirup parfum yang begitu menenangkan. Aku memejamkan mataku sejenak, menikmati momen yang ... tiba-tiba menjadi favoritku.“Rayhan,” bisikku ketika kesadaranku mulai kembali. “Lepas. Nanti di lihat orang.”“Tapi badan kamu nggak gerak,” bisiknya.Damn. Kali ini aku kalah lagi. Aku makin tenggelam dalam rasa malu yang menyerang, tangannya meraih tanganku yang

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC - Pisah Ranjang?

    Ia menatapku sekilas sebelum kembali fokus pada ponselnya, “Saya ada kunjungan ke Eropa seminggu ke depan,” ujarnya santai seperti tak ada maalah.Darahku langsung mendidih di ubun-ubun begitu mendengar alasannya, aku memejamkan mataku sejenak, dan menghela nafasnya panjang, “Kamu gila, ya? “ ujarku pada akhirnya. “Kenapa kamu nggak bilang dari semalem? Saya udah siap sepagi ini biar nggak telat lagi ... nggak dihukum lari keliling kantor ... nggak diajak inspeksi yang bikin kaki pegel. Terus kamu bilang mau ada kunjungan ke Eropa?” kesalku, menggelengkan kepala.“Latian disiplin.”“Bener-bener psikopat,” gumanku, nyaris tak terdengar.“Saya dengar umpatan kamu,” sindirnya membalas tatapanku. Lalu meninggalkanku begitu saja ke arah dapur.Langkahku mengikutinya dari belakang, masih tak terima dengan apa yang ia lakukan padaku pagi ini.“Saya ke Eropa sama dua kepala divisi. Tugas kamu selama saya pergi ... mengawasi kantor, dan anak magang,” titahnya dengan tangan yang sibuk menyeduh

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC - 12 Ibu CEO

    Tubuhku menegang, seketika. Oke, ini jebakan.“A-apa saya boleh ... lihat lebih detail, Pak?” tanyaku hati-hati.Ia mengangkat sebelah alisnya, “Dua menit,” ujarnya menyerahkan padaku.Aku menatapnya, ingin berontak. Dua menit? Hei. Apakah ini ujian? Aku mencoba memfokuskan mataku menelusuri deretan angka yang tertulis di dalamnya. Satu kali, dua kali, tiga kali, nggak ada yang aneh. Aku mengernyitkan keningku tak paham. Lalu, mataku kembali menelusuri angka di kolom rejected items dan gotcha! Ada satu bagian yang lonjakaknnya sedikit aneh.“Yang batch ke-1162 ... kenapa item yang kena reject mengalami lonjakan dua kali lipat dari pada batch sebelumnya dan setelahnya?” tanyaku menatap Pak Rayhan, bingung.Rayhan menatapku pelan, lalu menoleh ke arah Pak Anton. Dan membuat pria itu terlihat gugup, “I-itu, Pak ... kami sedang melakukan investigasi.”“Lain kali jangan tunggu peritah saya, jika ada sedikit kejanggalan, segera lakukan investigasi,” ujarnya dingin. “Saya minta laporan hasil

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC - 11 Hamil Duluan?

    Aku terdiam sejenak, merutuki kebodohanku sendiri. Kalimat ‘suami gue’ tadi keceplosan tanpa sempet difilter dulu. Aku menjatuhkan wajahku di atas meja.“Kayla?” panggil Fina lagi, kali ini terdengar lebih dekat. “Lo ngomong apa barusan? Suami? Lo udah punya suami, Kay?”Aku menoleh ke arahnya, lalu tersenyum. “Ya cowok yang tadi lu maksud pacar halu gue ... itu sekarang jadi suami gue. Masa gitu aja lo nggak paham sih?!” kilahku setengah putus aja.Dina mendorong bahuku, cukup keras, “Yaelah, lo bikin jantungan aja. Gue kira lo beneran udah nikah gitu ala ala intimate wedding tanpa ngundang siapa-siapa. Gus sempet mikir, jangan-jangan lo udah h—”“Jangan-jangan apa?” potongku panik. “Lo nggak punya pikiran kalo gue hamil duluan, kan?” tanyaku menatapnya, nyalang.Fina menyipitkan matanya, lalu terkikik pelan, “Ya, Kay, kali aja kan. Siapa suruh tiba-tiba lo bahas suami,” ujarnya membela diri. “Tapi, ya, Kay. Lo itu keliatan beda tau ... kayak yang udah deket aja sama Pak Rayhan. Maks

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC - 10 Cinderella Perusahaan

    “Maaf, Pak. Tadi alarm saya—”“Basi. Anak magang harusnya datang sebelum CEO-nya hadir, bukan setelahnya. Alasan klasik seperti itu sudah tidak berlaku di perusahaan. Jangan kalian pikir karena kalian hanya magang di perusahaan saya, kalian bisa bertindak sesuka hati. Saya punya peraturan yang harus ditaati oleh semua pegawai di kantor ini, termasuk saya sendiri,” ujar Rayhan dengan nada menusuk.Aku semakin menunduk malu, tanganku mulai keringat dingin ketika mendengar para karyawan yang mulai menahan tawanya. Bahkan aku bisa lihat dari ekor mataku, beberapa di antaranya langsung mengambil ponselnya.“Mulai sekarang, setiap kamu telat, kamu harus lari keliling kantor satu putaran sambil bawa papan bertuliskan, ‘Saya bukan Cinderella, saya anak magang yang harus mematuhi aturan perusahaan.”Aku mendongak, dan menatap Rayhan yang kini tengah menyilangkan tangannya di depan dada, “Hah?! Serius?” ceplosku tak sadar.Rayhan menatapku datar, “Kurang jelas?” A

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC - 9 Sial

    “Rayhan?” panggilku dengan mata menyapu ruangan, memastikan tak ada orang yang menyelinap di kamar ini. :Rayhan kamu masih di kamar, kan?”“Aduhhh...”“Astaga ... kamu kenapa?!” tanyaku begitu mendengar erangannya.Aku buru-buru menyalakan lampu tidur yang berada di sampingku, lalu melongok dan menemukan Rayhan yang sudah tergeletak di lantai. Tapi, bukan karena ia terjatuh saat tidur melainkan, satu tangannya memegang bantal dari tumpukan benteng yang ... basah.Rayhan mendongak dan menatapku menyelidik, “Kayla,” panggilnya santai. “Kamu ngeludah, ya?”Aku terpaku dengan wajah yan memanas. Mataku menatap bantal itu dengan seksama, lalu beralih pada benteng suci yang kubangun beberapa menit yang lalu dan kini sudah runtuh setengahnya.“Astaga ... enggak kok! Nggak mungkin aku sejorok itu! Sa—saya nggak bakal ngiler!” bantahku spontan, lalu menyambar bantal itu dan menciumnya pelan, “Tuh nggak bau!” tunjukku padanya, “Mungkin karena embun dari AC kali!”Rayhan mengangkat sebelah alisny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status