Share

MJIC - 4

Author: senjaaaaaa
last update Huling Na-update: 2025-05-21 18:37:18

Aku cuma bisa ngakak palsu. “Bukan ... bukan gitu,” ujarku melambaikan tangan dengan takut. "Maksud gue, sopir pribadi ... bos, gitu. Ada jedanya dikit buat nyapa kalian," jelasku entah kemana.

Fina mengangguk dengan tawa menyedihkan, "Ohhh ... ngomong dong, gue pikir supirnya Pak Rayhan, yaudah, yuk. Ojol gue udah nunggu, nih," ajaknya yang membuatku bisa bernafas lega.

Aku berjalan dengan langkah yang tergesa. Tanganku sibuk mengacak isi tas untuk mengambil ponsel yang entah terselip di mana.

“Mana sih?” ujarku membolak-balik isi tas. “Ah, ini dia.”

Aku mencari kontak dengan nama ‘bunda’ dan menekan tombol pangggilan.

“Halo, Kek,” sapaku begitu telepon mulai tersambung.

“Ini, Bunda. Kamu nyari kakek, Nay?”

Aku mengerutkan kening sejenak, “Oh, Bunda,” jawabku ber-oh ria. “Aku nginep di tempat temenku, Bun. Biar ke kantornya lebih deket,” jelasku padanya.

“Iya, Kayla. Bunda dukung. Biar kamu nggak capek di perjalanan hati-hati, ya. Kamu yang baik sama temen kamu itu. Ya udah Bunda mau lanjut dulu.”

Tuuut. Telepon tertutup begitu saja.

Aku menatap layar yang kembali berwarna gelap, “Aneh,” ujarku menggelengkan kepala.

Langkahku berjalan ke basement dengan lunglai lalu masuk ke mobil hitam mengkilat—yang kayaknya mahal banget dengan lemas. Karena... ternyata bukan cuma Pak Jaja yang ada di dalam.

“Eh?! Kenapa kamu juga di sini?” bisikku panik, begitu melihat Rayhan duduk di jok belakang, lengkap dengan tablet di tangannya.

Dia menatapku sekilas. “Mobil saya, apartemen saya, sopir saya. Masa saya nggak boleh ikut?”

Aku cuma bisa bengong ngeliatnya, lalu cepat-cepat duduk di sebelahnya. “Hah?”

Sepuluh menit kemudian, mobil mulai meluncur keluar dari basement, membelah jalanan sore Jakarta yang macetnya nggak ada obat. Kami diem. Kaku. Canggung. Aku sibuk melamun, dia sibuk baca dokumen kerja. Aku ngelirik, dia nunduk serius banget, kayak nggak sadar aku di sebelahnya. Tapi tiba-tiba...

“Saya nggak gigit, kamu boleh napas kayak biasa,” katanya tanpa menoleh.

Aku langsung noleh cepat. “Saya napas kok!”

Dia melirik sekilas. “Keliatan dari tadi kamu nahan napas. Santai aja, saya nggak akan nyuruh kamu nyetrika kemeja atau masak buat makan.”

Aku mendengus pelan. “Bagus. Soalnya saya nggak bisa masak.”

Dia menyeringai kecil. “Bagus juga. Soalnya saya nggak suka makan di rumah.”

Aku nyaris tertawa. Baru nikah beberapa jam, tapi udah saling cocok karena sama-sama nggak niat hidup kayak pasangan beneran. Mungkin ini awal yang nggak buruk-buruk amat... Atau justru... awal dari kekacauan yang lebih besar? Sore itu, aku resmi pindah ke apartemen mewah yang katanya jadi ‘rumah tangga pura-pura’ kami.

“Haaah ... akhirnya bisa napas lega. Seharian pura-pura nggak ada apa-apa itu capek banget, sumpah.” Aku menjatuhkan tas ke sofa dan melepaskan blazer kantor. Sementara Rayhan yang dari tadi diam, akhirnya jalan santai ke dapur, ambil air mineral, dan menyeruputnya pelan. Masih dalam mode CEO cool dan misterius.

Tapi pas dia balik badan, ekspresinya berubah. Lebih... santai. Tapi juga... agak waspada?

“Kayla,” panggilnya pelan, tapi tegas.

Aku menoleh, masih sambil duduk selonjoran. “Ya?”

Dia mendekat dan berdiri di depanku, menatapku lurus-lurus. “Kita udah sah secara hukum, kan?” tanyanya, nadanya tenang tapi ada tekanan halus di ujung kata-katanya.

Aku menelan ludah, kasar. “I-iya ... tapi cuma kontrak ...”

Dia menyilangkan tangannya. “Tapi tetap aja, sah. Kamu istri sah saya. Kita tinggal serumah, dan nggak ada yang tahu kalau pernikahan ini cuma kontrak.”

Aku mengangguk pelan. “Terus ... maksudnya?”

Dia mendekat, lalu berjongkok di hadapanku, wajahnya cukup deket sampai aku bisa melihat detail bulu matanya yang lentik.

“Maksudnya ... kita juga boleh bersikap kayak suami istri beneran, dong?”

Jantungku langsung nari poco-poco. “Maksudnya ... bersikap gimana?” tanyaku dengan suara nyaris berbisik.

Dia menyeringai kecil, ekspresi setengah jail setengah serius. “Kayak ... misalnya saya manggil kamu sayang, kamu nggak nolak. Atau ... kita bisa nonton bareng sambil pelukan. Atau ... saya nyium kamu pas pamit kerja."

Aku refleks berdiri menjauhinya, mukaku terasa panas. “Lho?! Itu udah bukan pura-pura lagi, Pak—eh, Rayhan!”

Dia bangkit, ekspresi jailnya masih nempel di wajahnya. “Yah, katanya pura-pura jadi istri? Masa pura-puranya setengah-setengah?”

Aku membuka mulut, mau protes dengan pendapatnya ... tapi nggak ada kata yang keluar. Karena sekarang, dia berdiri cuma satu langkah dariku. Napasnya hangat. Tatapannya dalam.

“Ya udah lagian cuma bercanda,” pungkasnya meninggalkanku.

Aku masih terdiam. Jantungku keburu lari maraton. Tapi bodohnya ... bagian dari diriku malah penasaran, Kalau iya ... gimana rasanya diperlakukan kayak istri beneran? Tapi ... pas aku melangkah ke kamar, kasurnya cuma satu. King size, empuk, elegan, dan—YANG JELAS—nggak bisa dibelah dua.

“Ini … kasur?” tanyaku ragu, berharap itu cuma dekor.

“Nggak ada ranjang tingkat kalo itu yang kamu harapkan,” jawabnya santai sambil membuka kancing jasnya.

DEG.

Mampus. Kenapa dia ngelepas jasnya di depanku? Kenapa aku malah nunduk dan deg-degan kayak tokoh utama di drama Korea?

“Kamar lain?” ujarku melongok keluar dan melihat beberapa pintu yang tertutup.

“Ada. Tapi kosong,” jawabnya singkat. “Silahkan kalo mau tidur di lantai,” tambahnya yang semakin membuatku membulatkan mata.

“Hah?” ujarku tiba-tiba.

“Kamu ada gangguan pendengaran, ya?” tanyanya menatapku penuh selidik.

Aku mengerjap, seakan tersadar dengan tuduhannya. “Hah?”

Ia menunjukku dengan tangannya, “Tuh, kan. Hah hah terus.”

“Apa, sih. Enak aja, ya!” jawabku berdecak pinggang. “Gini-gini saya rajin ke THT! Mana mungkin saya budek!” ujarku menghentakkan kaki kesal. “Terus gimana caranya kita tidur?”

“Merem.”

“Hah?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Magang Jadi Istri CEO   Pelukan Perpisahan

    Tiba-tiba, Rayhan mendekatkan dirinya dan memangkas jarak di antara kami, kali ini ia berdiri tepat di hadapanku dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya dan tatapan menusuk. Perlahan, dia mengangkat satu tangannya dan dalam sedetik berhasil melingkar di pundakku. Aku refleks mundur dan mencoba melepaskannya, akan tetapi, tenaganya terlalu kuat ... tubuhku terlebih dulu dia tarik ke dalam pelukannya.“Cup. Cup,” ujarnya menepuk punggungku.Tubuhku membeku, nafasku terhenti, dan detak jantungku berubah lebih cepat. Aku ingin melepaskan diri dari dekapannya, tapi ... badanku menolak. Wajahku tepat berada di dadanya, menghirup parfum yang begitu menenangkan. Aku memejamkan mataku sejenak, menikmati momen yang ... tiba-tiba menjadi favoritku.“Rayhan,” bisikku ketika kesadaranku mulai kembali. “Lepas. Nanti di lihat orang.”“Tapi badan kamu nggak gerak,” bisiknya.Damn. Kali ini aku kalah lagi. Aku makin tenggelam dalam rasa malu yang menyerang, tangannya meraih tanganku yang

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC - Pisah Ranjang?

    Ia menatapku sekilas sebelum kembali fokus pada ponselnya, “Saya ada kunjungan ke Eropa seminggu ke depan,” ujarnya santai seperti tak ada maalah.Darahku langsung mendidih di ubun-ubun begitu mendengar alasannya, aku memejamkan mataku sejenak, dan menghela nafasnya panjang, “Kamu gila, ya? “ ujarku pada akhirnya. “Kenapa kamu nggak bilang dari semalem? Saya udah siap sepagi ini biar nggak telat lagi ... nggak dihukum lari keliling kantor ... nggak diajak inspeksi yang bikin kaki pegel. Terus kamu bilang mau ada kunjungan ke Eropa?” kesalku, menggelengkan kepala.“Latian disiplin.”“Bener-bener psikopat,” gumanku, nyaris tak terdengar.“Saya dengar umpatan kamu,” sindirnya membalas tatapanku. Lalu meninggalkanku begitu saja ke arah dapur.Langkahku mengikutinya dari belakang, masih tak terima dengan apa yang ia lakukan padaku pagi ini.“Saya ke Eropa sama dua kepala divisi. Tugas kamu selama saya pergi ... mengawasi kantor, dan anak magang,” titahnya dengan tangan yang sibuk menyeduh

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC - 12 Ibu CEO

    Tubuhku menegang, seketika. Oke, ini jebakan.“A-apa saya boleh ... lihat lebih detail, Pak?” tanyaku hati-hati.Ia mengangkat sebelah alisnya, “Dua menit,” ujarnya menyerahkan padaku.Aku menatapnya, ingin berontak. Dua menit? Hei. Apakah ini ujian? Aku mencoba memfokuskan mataku menelusuri deretan angka yang tertulis di dalamnya. Satu kali, dua kali, tiga kali, nggak ada yang aneh. Aku mengernyitkan keningku tak paham. Lalu, mataku kembali menelusuri angka di kolom rejected items dan gotcha! Ada satu bagian yang lonjakaknnya sedikit aneh.“Yang batch ke-1162 ... kenapa item yang kena reject mengalami lonjakan dua kali lipat dari pada batch sebelumnya dan setelahnya?” tanyaku menatap Pak Rayhan, bingung.Rayhan menatapku pelan, lalu menoleh ke arah Pak Anton. Dan membuat pria itu terlihat gugup, “I-itu, Pak ... kami sedang melakukan investigasi.”“Lain kali jangan tunggu perintah saya, jika ada sedikit kejanggalan, segera lakukan investigasi,” ujarnya dingin. “Saya minta laporan hasil

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC - 11 Hamil Duluan?

    Aku terdiam sejenak, merutuki kebodohanku sendiri. Kalimat ‘suami gue’ tadi keceplosan tanpa sempet difilter dulu. Aku menjatuhkan wajahku di atas meja.“Kayla?” panggil Fina lagi, kali ini terdengar lebih dekat. “Lo ngomong apa barusan? Suami? Lo udah punya suami, Kay?”Aku menoleh ke arahnya, lalu tersenyum. “Ya cowok yang tadi lo maksud pacar halu gue ... itu sekarang jadi suami gue. Masa gitu aja lo nggak paham sih?!” kilahku setengah putus aja.Dina mendorong bahuku, cukup keras, “Yaelah, lo bikin jantungan aja. Gue kira lo beneran udah nikah gitu ala ala intimate wedding tanpa ngundang siapa-siapa. Gus sempet mikir, jangan-jangan lo udah h—”“Jangan-jangan apa?” potongku panik. “Lo nggak punya pikiran kalo gue hamil duluan, kan?” tanyaku menatapnya, nyalang.Fina menyipitkan matanya, lalu terkikik pelan, “Ya, Kay, kali aja kan. Siapa suruh tiba-tiba lo bahas suami,” ujarnya membela diri. “Tapi, ya, Kay. Lo itu keliatan beda tau ... kayak yang udah deket aja sama Pak Rayhan. Maksu

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC - 10 Cinderella Perusahaan

    “Maaf, Pak. Tadi alarm saya—”“Basi. Anak magang harusnya datang sebelum CEO-nya hadir, bukan setelahnya. Alasan klasik seperti itu sudah tidak berlaku di perusahaan. Jangan kalian pikir karena kalian hanya magang di perusahaan saya, kalian bisa bertindak sesuka hati. Saya punya peraturan yang harus ditaati oleh semua pegawai di kantor ini, termasuk saya sendiri,” ujar Rayhan dengan nada menusuk.Aku semakin menunduk malu, tanganku mulai keringat dingin ketika mendengar para karyawan yang mulai menahan tawanya. Bahkan aku bisa lihat dari ekor mataku, beberapa di antaranya langsung mengambil ponselnya.“Mulai sekarang, setiap kamu telat, kamu harus lari keliling kantor satu putaran sambil bawa papan bertuliskan, ‘Saya bukan Cinderella, saya anak magang yang harus mematuhi aturan perusahaan.”Aku mendongak, dan menatap Rayhan yang kini tengah menyilangkan tangannya di depan dada, “Hah?! Serius?” ceplosku tak sadar.Rayhan menatapku datar, “Kurang jelas?” Ak

  • Magang Jadi Istri CEO   MJIC - 9 Sial

    “Rayhan?” panggilku dengan mata menyapu ruangan, memastikan tak ada orang yang menyelinap di kamar ini. "Rayhan kamu masih di kamar, kan?”“Aduhhh...”“Astaga ... kamu kenapa?!” tanyaku begitu mendengar erangannya.Aku buru-buru menyalakan lampu tidur yang berada di sampingku, lalu melongok dan menemukan Rayhan yang sudah tergeletak di lantai. Tapi, bukan karena ia terjatuh saat tidur melainkan, satu tangannya memegang bantal dari tumpukan benteng yang ... basah.Rayhan mendongak dan menatapku menyelidik, “Kayla,” panggilnya santai. “Kamu ngeludah, ya?”Aku terpaku dengan wajah yan memanas. Mataku menatap bantal itu dengan seksama, lalu beralih pada benteng suci yang kubangun beberapa menit yang lalu dan kini sudah runtuh setengahnya.“Astaga ... enggak kok! Nggak mungkin saya sejorok itu! Sa—saya nggak bakal ngiler!” bantahku spontan, lalu menyambar bantal itu dan menciumnya pelan, “Tuh nggak bau!” tunjukku padanya, “Mungkin karena embun dari AC kali!”Rayhan mengangkat sebelah alisny

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status