Home / Romansa / Magang di hati CEO tampan / Bab 104 - perang Ego

Share

Bab 104 - perang Ego

Author: Dacep
last update Last Updated: 2025-08-20 18:40:49

​Di seberang telepon, di dalam kantornya yang mewah dan dingin di Jakarta, Arka terdiam sesaat, terkejut mendengar serangan verbal Alya yang tiba-tiba.

​“Uang?” ulang Arka, suaranya terdengar tulus dalam kebingungannya. “Oh, itu… Alya, tenang dulu. Jangan langsung marah. Aku tahu kamu pasti kaget. Tapi aku hanya berpikir praktis. Kamu di sana, aku di sini. Aku harus pastikan kalian aman.”

​Nada suaranya yang paternalistik dan seolah tahu yang terbaik, justru menyulut amarah Alya lebih besar lagi.

​“Aman?” balas Alya, suaranya bergetar. “Kamu pikir masalahku hanya soal uang? Kamu pikir rasa amanku bisa dibeli dengan seratus juta rupiah? Rasa amanku hilang saat kamu memilih pergi, Mas! Rasa amanku hilang saat kamu mulai berahasia lagi! Uang ini bukan solusi, ini hanya plester untuk menutupi rasa bersalahmu!”

​“Bukan begitu, Alya!” sanggah Arka, nada suaranya mulai terdengar frustrasi. &ldquo

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 112 - Syarat Dan Ketentuan

    ​Di seberang telepon, Arka terdiam sesaat setelah mendengar nada tegas Alya. Keheningan itu sarat dengan antisipasi. Ia akhirnya melepaskan napas yang sepertinya sudah ia tahan. Suaranya terdengar lega, tulus, dan penuh penyerahan.​“Tentu saja, Al. Apa pun. Apa pun caramu,” katanya cepat. “Katakan apa yang harus aku lakukan. Aku akan melakukan apa pun.”​Alya memejamkan mata sejenak, mengumpulkan semua kekuatan dan ketenangan yang ia miliki. Ini bukan lagi permohonan. Ini adalah negosiasi. Dan ia harus memenangkannya.​“Baik,” katanya, suaranya kini terdengar mantap dan jelas. “Ada tiga syarat. Jika salah satu saja tidak bisa kamu penuhi, maka aku dan Bara akan tetap di sini.”​“Sebutkan,” balas Arka tanpa ragu.​“Pertama, dan ini yang paling penting,” Alya memulai. “Kepindahan kami ke Jakarta ini hanya sementara. Aku memberimu waktu satu tahun. Satu tahun untukmu menyelesaikan semua kekacauan di perusahaanmu itu. Setelah satu tahun, atau setelah situasi di sini sudah aman dan Bara s

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 111- Keputusan Seorang Ibu

    ​Setelah panggilan telepon itu berakhir, Alya tidak bergerak. Ia hanya duduk di lantai yang dingin di samping ranjang Bara, mendengarkan keheningan yang ditinggalkan oleh suara Arka. Tawaran suaminya itu. Pulanglah, Al. Kumohon, pulanglah padaku, yang terus bergema di kepalanya.​Jakarta.​Kata itu terasa begitu berat di lidahnya, penuh dengan gema dari masa lalu yang kelam. Jakarta adalah apartemen mewah yang terasa seperti penjara. Jakarta adalah tatapan dingin Arka Arroihan. Jakarta adalah tempat di mana ia kehilangan kendali atas hidup dan tubuhnya sendiri. Selama lima tahun, Garut telah menjadi bentengnya, tempatnya menyembuhkan diri, tempatnya belajar bernapas lagi. Dan sekarang, Arka memintanya untuk kembali ke pusat traumanya.​Ia menatap putranya yang tertidur gelisah. Dahi Bara masih terasa hangat di punggung tangannya, dan sesekali igauan pelan lolos dari bibirnya. Hati Alya terasa seperti terkoyak. Sebagian dirinya ingin sekali lari ke Jakarta, ke pelukan Arka yang menjanj

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 110 - Gema Penyesalan Sang Kaisar

    ​Tuuut… tuut… tuut…​Suara nada panggil yang terputus terasa lebih memekakkan daripada teriakan mana pun. Arka masih memegang ponselnya yang kini terasa dingin di telinganya. Ia menatap kosong ke dinding kantornya yang dilapisi panel kayu mahoni. Keheningan yang ditinggalkan Alya terasa begitu absolut, begitu final.​Di dalam keheningan itu, suara tangisan istrinya dan pengakuan pilunya terus bergema di kepalanya.​“Aku gagal, Mas… Aku gagal melindungi anak kita…”“Mereka bilang Bara anak haram…”“Dia pikir dia anak nakal makanya kamu pergi…”​Setiap kalimat itu adalah sebuah cambukan. Sebuah vonis atas kegagalannya. Selama ini ia sibuk berperang di Jakarta, merasa seperti pahlawan yang berjuang demi masa depan keluarganya. Ia berpikir dengan mengirim uang, dengan menyelesaikan masalah perusahaan secepat mungkin, ia telah melakukan hal yang benar.​Betapa bodohnya dia.​Ia pikir ia sedang memadamkan api di Jakarta, padahal api sesungguhnya sedang memb

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 109 - Panggilan Telepon Yang Menghancurkan

    Di keheningan malam yang pekat, di dalam paviliun kecil yang terasa menyesakkan, nada sambung telepon itu menggema. Tuuut… Tuuut… Setiap jeda di antara nada itu terasa seperti satu abad, dipenuhi oleh suara rintihan Bara yang sedang mengigau dan detak jantung Alya yang berpacu tak karuan. Ia hampir saja membatalkan panggilannya, berpikir ini adalah sebuah kesalahan, saat sebuah suara serak dan terkejut menjawab dari seberang sana.“Alya?”Nama itu diucapkan dengan nada kaget, bercampur dengan kelelahan yang kentara. Mendengar suaranya, pertahanan terakhir Alya runtuh. Isak tangis yang sejak tadi ia tahan di kerongkongannya kini meledak menjadi sebuah tangisan yang pilu dan putus asa. Ia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun, hanya suara tangisannya yang tersedu-sedu yang sampai ke Jakarta.Suara Arka di seberang sana langsung berubah, kepanikan terdengar jelas. “Alya? Kamu kenapa? Ada apa? Jawab aku, Al! Apa terjadi sesuatu pada Bara?!”Pertanyaan terakhir itu, yan

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 108 - Puncak Luka Bara

    ​Beberapa hari setelah konfrontasi Alya dengan Ibu Tuti berlalu dalam ketenangan yang menipu. Di permukaan, tidak ada lagi perundungan verbal secara langsung. Namun, di bawahnya, sebuah perang dingin yang jauh lebih kejam telah dimulai. Dunia Alya dan Bara menyusut drastis. Paviliun kecil mereka dan rumah Bu Aminah kini menjadi satu-satunya wilayah aman mereka.​Bara, yang mengerti lebih dari yang Alya kira, tidak pernah lagi meminta untuk pergi ke taman bermain. Keceriaannya yang dulu meluap-luap kini meredup, digantikan oleh kewaspadaan yang seharusnya tidak dimiliki oleh anak seusianya. Ia menjadi lebih pendiam, lebih sering menempel pada ibunya, seolah mencari perlindungan dari ancaman yang tak kasat mata. Hati Alya terasa perih setiap kali melihat perubahan itu.​Ia mencoba menebusnya. Setiap siang, ia akan menciptakan petualangan baru untuk Bara di halaman belakang rumah ibunya. Mereka membangun benteng dari kardus, melukis dengan cat air, atau sekadar berbaring

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 107 - Dinding Es di Desa

    ​Pagi setelah konfrontasi dengan Ibu Tuti, Alya bangun dengan perasaan campur aduk. Ada kecemasan yang mengganjal, namun juga secercah harapan yang rapuh. Ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa tindakannya kemarin, meskipun sulit, adalah hal yang benar. Ia telah menarik garis batas. Orang dewasa, sekali dikonfrontasi, surely akan mengerti untuk tidak melibatkan anak-anak.​“Hari ini kita main ayunan yang tinggi di taman, ya?” kata Alya pada Bara dengan nada seceria mungkin saat sarapan. “Bunda janji akan dorong sampai Bara bisa menyentuh awan!”​Bara, yang masih sedikit murung sejak insiden perundungan pertama, tersenyum kecil. “Benar ya, Bunda?”​“Tentu saja,” jawab Alya, hatinya sedikit menghangat melihat senyum putranya kembali.​Dengan harapan baru di dalam hatinya, Alya menggandeng tangan putranya menuju taman bermain. Namun, harapan itu hancur berkeping-keping begitu mereka tiba.​Taman itu ramai s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status