Hari-hari setelah akhir pekan yang penuh kehangatan itu berlalu dengan ketenangan yang nyaris sempurna. Aliansi antara Alya dan Arka kini telah berubah menjadi kemitraan yang nyaman. Pagi hari diisi dengan rutinitas manis—Arka yang tidak akan berangkat kerja sebelum mendapatkan ciuman dari Alya dan pelukan dari Bara. Malam hari diisi dengan percakapan, berbagi cerita tentang hari mereka seolah mereka telah melakukan itu seumur hidup.
Alya bahkan mulai merasa nyaman di sekolah. Kemenangannya dalam rapat komite membuatnya disegani. Para ibu yang dulu menatapnya dengan dingin kini menyapanya dengan ramah. Liana dan kroni-kroninya menghindarinya, yang mana itu adalah sebuah bonus. Alya aktif terlibat dalam perencanaan program bimbingan membaca, dan ide-idenya diterima dengan baik. Ia bahkan mulai bertukar pesan singkat dengan Seraphina sesekali, murni membahas soal logistik program. Semuanya terasa profesional dan terkendali.
Suatu sore, Alya sedang membantu Bara
Hari-hari setelah akhir pekan yang penuh kehangatan itu berlalu dengan ketenangan yang nyaris sempurna. Aliansi antara Alya dan Arka kini telah berubah menjadi kemitraan yang nyaman. Pagi hari diisi dengan rutinitas manis—Arka yang tidak akan berangkat kerja sebelum mendapatkan ciuman dari Alya dan pelukan dari Bara. Malam hari diisi dengan percakapan, berbagi cerita tentang hari mereka seolah mereka telah melakukan itu seumur hidup.Alya bahkan mulai merasa nyaman di sekolah. Kemenangannya dalam rapat komite membuatnya disegani. Para ibu yang dulu menatapnya dengan dingin kini menyapanya dengan ramah. Liana dan kroni-kroninya menghindarinya, yang mana itu adalah sebuah bonus. Alya aktif terlibat dalam perencanaan program bimbingan membaca, dan ide-idenya diterima dengan baik. Ia bahkan mulai bertukar pesan singkat dengan Seraphina sesekali, murni membahas soal logistik program. Semuanya terasa profesional dan terkendali.Suatu sore, Alya sedang membantu Bara
Beberapa hari setelah serangan balasan Arka, suasana di sekitar Alya berubah drastis. Keheningan yang ia dapatkan bukan lagi keheningan yang mengancam, melainkan keheningan yang lahir dari rasa segan, dan mungkin sedikit, rasa takut dari orang lain. Saat mengantar Bara ke sekolah pada hari Senin, pemandangannya luar biasa berbeda. Para ibu yang tadinya menatapnya dengan dingin, kini serempak menghindari tatapan matanya atau memberikan senyum kaku yang dipaksakan. Liana dan kroni-kroninya sama sekali tidak terlihat batang hidungnya. Portal gosip favorit mereka telah lenyap dari internet, dan kepala sekolah telah mengirimkan email ke seluruh orang tua, mengecam keras segala bentuk perundungan dan penyebaran rumor, dengan penekanan pada pentingnya lingkungan sekolah yang inklusif dan saling menghormati. Alya tidak merasakan kemenangan yang sombong. Ia hanya merasakan kelegaan yang luar biasa. Ia berjalan melewati lobi sekolah dengan kepala tegak, menggandeng tangan Bara, dan untuk per
Alya menghabiskan sisa siang itu dalam kecemasan yang tertahan. Ia mencoba fokus menemani Bara bermain, namun sebagian pikirannya terus bertanya-tanya apa yang sedang Arka lakukan di luar sana. Ia tahu suaminya sedang berperang demi mereka, tapi ia tidak tahu seperti apa medan perang itu atau senjata apa yang Arka gunakan.Arka pulang tepat seperti janjinya, sebelum jam pulang sekolah Bara. Saat ia melangkah masuk ke dalam rumah, Alya langsung bisa merasakan perubahan. Aura dingin dan berbahaya yang tadi pagi menyelimutinya telah hilang, digantikan oleh kelelahan yang mendalam, namun juga sebuah ketenangan yang final.Ia tidak langsung bicara. Hal pertama yang ia lakukan adalah menghampiri Alya, mengecup keningnya lama, seolah sedang mengisi kembali energinya. Lalu ia berjalan ke kamar Bara, yang sedang asyik bermain, dan memeluk putranya itu erat-erat. Bagi Arka, ini adalah ritualnya: kembali ke pusat dunianya, ke alasan di balik semua pertarungannya.Setela
Setelah meninggalkan Alya di rumah—dengan janji bahwa ia akan berada di sana sebelum Bara pulang sekolah—Arka tidak kembali ke Arroihan Tower. Ia meminta sopirnya untuk menuju ke sebuah gedung perkantoran butik di kawasan bisnis Kuningan. Alamat yang ia dapatkan dari Vira semalam. Alamat kantor redaksi portal gosip ‘Jakarta Socialite Scene’.Di dalam mobil, ia melakukan beberapa panggilan telepon lagi, suaranya dingin dan efisien.“Vira, bagaimana hasilnya?”“Sudah siap, Pak,” jawab Vira dari seberang telepon. “Penulis artikel itu bernama Desi Puspita. Jurnalis lepas. Kami sudah melacak aliran dananya. Ada dua transferan besar masuk ke rekeningnya tiga hari yang lalu dari sebuah rekening atas nama perusahaan cangkang. Dan setelah digali lebih dalam, perusahaan cangkang itu ternyata dimiliki oleh asisten pribadi Ibu Liana.”Arka tersenyum tipis. “Bagus. Kirimkan semua buktinya ke emailk
Malam itu, tidur terasa seperti sebuah kemewahan yang mustahil. Alya terus-menerus membolak-balikkan badannya, setiap kali ia memejamkan mata, kalimat-kalimat berbisa dari artikel itu kembali terngiang di kepalanya. Di sampingnya, Arka juga tidak tidur. Ia tidak menyentuh Alya, memberinya ruang, namun Alya bisa merasakan kehadiran suaminya yang waspada, seperti seekor singa yang sedang berjaga di mulut gua.Pagi harinya, saat Alya bercermin, ia melihat bayangan wanita yang tampak lelah dengan mata yang sedikit bengkak. Ia merasa rapuh, terekspos, dan sama sekali tidak ingin meninggalkan rumah. Ia ingin bersembunyi di bawah selimut bersama Bara dan tidak pernah keluar lagi.Tepat saat itu, Arka masuk ke kamar, sudah rapi dengan setelan kerjanya yang tajam. Ia membawa secangkir teh hangat untuk Alya.“Aku tahu ini sulit, Sayang,” katanya lembut, seolah bisa membaca pikiran Alya. “Aku tahu kamu ingin sekali bersembunyi. Tapi hari ini, kita tida
Pelukan Arka terasa seperti satu-satunya hal yang nyata di dunia yang tiba-tiba terasa begitu rapuh. Alya menyandarkan kepalanya di dada suaminya, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berpacu kencang. Gema teriakan Sandra dari telepon tadi seolah masih tertinggal di udara, meracuni kedamaian akhir pekan mereka.“Dia tidak akan berhenti, kan?” bisik Alya.Arka mengelus punggung istrinya dengan lembut. “Tidak,” jawabnya jujur, suaranya terdengar berat. “Tapi kita juga tidak akan berhenti melawannya. Aku tidak akan membiarkannya menang, Al. Tidak lagi.”Malam itu, mereka menghabiskan waktu dengan lebih banyak diam. Bukan keheningan yang canggung, melainkan keheningan dua prajurit yang sedang mengumpulkan kekuatan setelah pertempuran pertama. Mereka tahu perang sesungguhnya baru saja dimulai.Keesokan harinya, hari Minggu, Arka bersikeras untuk membuat hari itu senormal mungkin demi Bara. Ia mengajak mereka ke seb