Aku melap hidungku yang berair dengan tissu.
"Kau flu." Kak Rio memperhatikanku kuatir.
Aku menggelengkan kepala. "Ah enggak kak. Palingan sebentar lagi sembuh."
Kak Rio tersenyum. "Jadi makin suka kamu deh."
Bibirku menjadi ternganga, aku menggelengkan sedikit kepala menyadarkan diri. Aku mengorek sedikit telingaku yang tak gatal. "A apa kak?"
Raut wajah kak Rio yang tersenyum berubah menjadi kaku. "Em. maksudnya. Aku suka semangat kamu belajar. Hehe."
Aku meng-oh ria dan kembali membahas soal yang ada di hadapanku.
Selang beberapa saat kak Rio mulai bicara membuatku menoleh ke arahnya. " Em, aku beli minum dulu ya. Minum aku udah habis."
Aku mengangguk setuju. Dia pun bangkit berdiri dan pergi.
Saat ketika aku kembali membahas soalnya kepalaku terasa sangat sakit, apakah ini faktor terlalu memporsir belajar? Ntahlah, tapi rasanya sangat berdenyut. Aku masih mencoba berfikir untuk menjawab soal, tapi rasa sakitnya semak
Aku berjalan dengan sedikit berlompat kecil riang. Ternyata Jessen peduli... HahahaTapi... Dari mana dia tau aku sakit?Langkahku pun melambat sambil memikirkannya.Apa dia memperhatikanku selama belajar?Pipiku memerah tersipu malu, jika benar iya, sepertinya memang Jessen semakin menyukaiku.Haha, masa iya?Tapi sebenarnya aku berharap begitu.***Aku melenggang masuk ke dalam rumah, dan kujumpai kak Rio sedang tertidur di sofa. Aku tega sekali meninggalkan orang yang jelas-jelas tadi sudah menolongku."Non, ndak usah di bangunin. Kasian." Bisik bibi.Aku mengangguk membalas bibi.Bibi pun pergi ke kamarnya dan meninggalkan aku yang berdiri memandangi kak Rio.Aku mengambil selimut untuk menutupi badan kak Rio dari hawa dingin malam. Kurentangkan selimut dan kuletakkan padanya, seketika tangan kak Rio menarikku yang membuatku terduduk di sebelahnya, dia memelukku erat. "Jadilah pacarku."Ak
Dia memberikan jarak antara aku dan dia sebelum dia mulai berbicara. "Kok pacaran sama dia sih?" Dia menatap ku kesal."Em." Aku bingung mau jawab apa. Ya kan memang aku selama ini berusaha ngerjai tugas untuk jadi pacar Jessen balik. "Maaf kak." Aku menggaruk tengkukku bingung. "A aku. Ke kelas dulu ya kak." Aku berpamitan Tanpa melihat wajahnya.Dia kembali meraih dan menggenggam tanganku. "Aku belum siap ngomong tau."Aduh... Gimana nih.Aku membalikkan badan kaku."Aku duluan yang ngajak pacaran. Kok dia yang di terima?" Dia melepaskan tangannya, melipat kedua tangan di dada dan memandang ke sembarang arah kemudian berdecak. "Kamu kok gitu sih."Aku jadi merasa bersalah. "Bu bukan gitu kak. Aku hanya.. hanya." Aku bergerak tak karuan. Apa coba mau aku bilang lagi. Seketika ada tangan yang merangkulku dari belakang. "Dia itu ngak suka samamu. Paham ngak?"Aku menoleh ke arah nya, itu Tessa.Fuhh, aku bersyukur ada dia.
"Hmm." Aku berdehem malas.Aku melayangkan pandanganku kedepan.Tunggu itu mama Jessen!Hah kok di sini?!Apa lagi cari si Jessen?Tapi kalau aku kasih tau Jessen, takutnya Jessen marah lagi..Aduh, apa ya?"Kau lihat apa?" Teguran Jessen membuatku melihat ke arahnya dengan cepat. Dia hendak melihat arah pandanganku tadi tapi kualihkan dengan memegang wajahnya dengan kedua tanganku, membuat wajahnya terarah padaku."Ngak, ngak ada." Aku bangkit berdiri dan menarik tangannya pergi menjauh dari kursi kami tadi.Dia terikut tarikan tanganku. "Eh, kenapa?"Sambil terus berjalan cepat aku menarik tangannya. "Udah ikutin aja."Setelah cukup jauhku rasa aku melepaskan tanganku, namun tangan Jessen kembali mengenggam tanganku. "Jangan lepas."Wait wait...Aku ragu kenormalan otak Jessen sekarang. "Kau sehat?""Sakit." Jawabnya. "Obatnya cium aku." Sambungnya datar.Aku terkekeh luar bias
Aku berjalan di taman yang lumayan jauh dari rumahku sepulang sekolah. Aku mencoba menjernihkan pikiranku dari berbagai masalah yang kuhadapi. Kumasukkan tanganku ke dalam saku rok sekolah, dan seperti ada sesuatu yang keras dan persegi. Kukeluarkan apa benda yang ada di kantongku. Buku mistis.Aku tak terlalu terkejut lagi melihat buku ini yang kadang nongol kadang ngilang, aku sudah terbiasa. Kubuka buku itu, masih tertata rapi kertas kecil pembatas buku berwarna emas yang terakhir kudapat karena menyelesaikan misi 4/15."Ini sebenarnya kertas untuk apa ya? Ngak mungkin iseng-iseng kan?"Krrrukk...Aku memegangi perutku. "Aku lapar. Mau bakso."Cling...Seketika aku berada di rumah makan bakso.Seorang pelayan datang menghampiriku dengan membawa mangkuk. "Silahkan di makan kak. Ini bakso spesial yang ada di tempat kami.""Loh eh. Saya ngak pesan kok pak.""Ini gratis kak, silahkan."Heh?...Sihir lagi?
Masih dengan dalam diam aku melihat Jessen tak percaya. Tangan wanita itu merangkulnya membuat wajah Jessen berpaling padanya.Aku membalikkan badan dan pergi menjauh sambil menahan rasa sesak di dada.***Aku cengo sendiri di dalam toilet berdiri di depan cermin. Apa yang terjadi tadi luar biasa di luar dugaan.Aku coba menelepon Jessen.Dia mengangkat panggilanku. "Hm.""Kau. Kau tunangan?!""Hm."Dia kok ngomong kayak ngak bersalah sih. "Kau kan pacarku!""Jadi?""Kau gila ya... Masa ngak ngerti sih?!"Terdengar hembusan berat darinya. "Ck. Dengar, sekalipun kita pacaran bukan berarti apapun bagiku. Tugasmu hanyalah berusaha menyelesaikan misi, bukan mencampuri urusan pribadi percintaanku. Kau paham."Apa-apaan sih dia!Aku mematikan telepon sepihak."Maksudnya apa coba? Dia mempermainkanku?" Aku memukul wastafel. "Ah."Tiba-tiba ada cahaya yang melingkupi ruangan ini sesaat,
Aku membaca buku sejarah yang pernah di berikan Jessen. Aku kembali menangis, aku mengelus buku itu. "Kenapa?" Aku melap air mataku, walau itu terus mengalir.Mataku kupalingkan ke arah buku mistis. "Misinya bertambah... Apa dia merasa bahagia?"Aku tersenyum lirih. "Sepertinya."Begitu kejamnya rasa bahagia Jessen yang nampar hatiku ini. Ini sangat sakit.Aku berjalan ke tempat tidurku dan membaringkan diriku.DrettPonselku bergetar, Jessen menelpon.Kuangkat panggilannya. "Hm.""Aku di luar. Keluarlah.""Kau pergi saja dengan wanitamu. Jangen dekati aku. Dasar berengsek!" Kumatikan ponselku. Aku tak ingin melihatnya lagi, hatiku terlalu sakit.Aku menutup wajahku dengan bantal tak peduli apapun yang terjadi.***"Val." Panggil Tessa."Hm."Tessa mengerucutkan bibirnya. "Kau jangan jutek-jutek terus dong. Jelek tau ngak."Aku memeluk Tessa. "Aku males Tes. Moodku buruk terus be
Dia berhenti di satu ruangan, ini gudang sekolah. Pintu ruangan ini terbuka, dia membawaku masuk kedalam ruangan gelap ini dan menutupnya dengan menendang pintu. Dia melepaskanku.Aku langsung menjauh dan mencari benda keras untuk menukulnya.Ctak.Lampu ruangan ini hidup menapakkan sosok lelaki yang kukenal. "Kak Rio?!"Aku memasang kuda-kuda dan memegang sapu yang kuambil tadi untuk memukulnya. "Kalau kau mendekat, aku akan memukulmu. Tak peduli kau akan mati atau tidak!" Aku mengancam Rio dengan keras."Val. Please dengerin aku dulu."Dia menghembuskan nafas berat. "Aku ngak tau mau ngomong apa lagi. Ataupun mau bicara denganmu gimana lagi. Aku ngak tau. Aku cinta sama kamu. Sangat cinta."Dia mengacak rambut prustasi. "Kamu salah pengertian. Aku ngak mungkin berlaku mesum dengan gadis itu. Sumpah!""Dia yang mengajakku ke belakang sekolah dan kemudian dia langsung mencium aku Val!""Dia sangat agresif menolak badanku
2 Tahun Kemudian...Aku berlari secepat kilat pergi ke kampus, aku melihat jam tanganku menunjukkan pukul 08:30. "Sial. Terlambat!" Aku terus berlari dan berlari.Aku berhenti di halte bis. Aku terus berdecak kesal sambil terus mengenhentak-hentakkan kaki. "Lama banget sih busnya... Ck."Ponselku bergetar. Aku mengangkatnya."Val.. Kau di mana?! Udah masuk!.. Kakak pembinaan udah mulai Acara MOS-nya.""Ish.. sabar dong Tess, aku lagi nunggu bis nih.""Hah?! Kau masih nunggu bis. Terserahmulah Val.." Tessa yang kesal lihat aku langsung mematikan sambungannya."Ah elah... Gitu aja marah."Bushh.Suara angin dari kenalpot bus pun menguap ketika berhenti di hadapanku. Aku langsung masuk."Geser-geser." Seseorang datang bersamaan dari pintu masuk menyosorku be