Bab 9
Malam itu Sakinah tak bisa tidur, bagaimana tidak, sebab besok adalah hari yang sudah ditentukan oleh Nek Widia sebagai hari pernikahannya dengan Teguh.Meskipun pada awalnya Sakinah sangat menginginkan pernikahan ini, akan tetapi tetap saja masih ada yang mengganjal di dalam hatinya tentang siapa Teguh sebenarnya, dan dari mana Teguh bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat. Pertanyaan itu terus memenuhi benak Sakinah dan terus mengganggunya, tetapi Sakinah tak kunjung mendapatkan jawaban, yang Sakinah lakukan hanya menunggu besok, setelah acara selesai dan menanyakan hal itu pada Teguh secara langsung.Keesokan paginya, persiapan pernikahan berlangsung dengan cepat. Tante Nunik dan Tante Rara sibuk mempersiapkan pakaian dan riasan sederhana untuk Sakinah, meskipun Sakinah merasa semuanya terlalu mendadak. Bibi-bibinya terus membicarakan keuntungan yang akan mereka dapat dari pernikahan ini, seolah-olah Sakinah hanya sebuah komodBab 13Sakinah dan Teguh masih berjalan-jalan di pusat perbelanjaan, mengitari berbagai toko dan gerai. Meski sudah membeli beberapa barang untuk dirinya sendiri, Sakinah tak bisa menghilangkan satu pikiran yang mendesaknya. Ia mendadak teringat akan keluarga yang ditinggalkannya di rumah—Nek Widia, Tante Nunik, Tante Rara, dan sepupunya, Ratih. Sakinah tahu betul bahwa mereka sangat materialistis, dan hampir pasti akan mencibirnya habis-habisan jika ia pulang tanpa membawa apa pun untuk mereka.Mereka pasti mengira, mengingat status Teguh yang ternyata kaya, Sakinah akan datang membawa oleh-oleh yang tak biasa. Dan jika ia datang dengan tangan kosong, cemoohan sudah pasti akan ia terima.“Mas.” Sakinah memecah keheningan sambil menoleh ke arah Teguh. “Aku baru kepikiran, mungkin aku harus beli sesuatu untuk Nenek, tante-tante, dan Ratih. Kalau aku pulang besok tanpa bawa apa-apa, mereka pasti ngomel panjang lebar,” ucap Sakinah dengan wajah sedikit menunduk. Teguh menatapnya dengan
Bab 12“Sakinah,” potong Teguh dengan suara tegas namun lembut. “Malam ini, kita tidur saja dulu, ya? Nanti, kalau kita sudah benar-benar siap, kita bisa melakukannya. Aku mau kamu merasa nyaman, bukan karena kamu merasa harus melayani aku.” Teguh tetap berusaha menolak halus kemauan Sakinah meski wanita itu sudah menyatakan jika dirinya sudah siap untuk melakukannya malam ini juga. Sakinah hanya bisa mengangguk pelan, meski ada perasaan campur aduk di dalam hatinya. Di satu sisi, ia merasa Teguh begitu pengertian, tapi di sisi lain, ia tidak bisa menahan rasa penasaran dan kecanggungan sebagai istri baru. “Ya sudah, kalau gitu ... kita tidur aja dulu ya, Mas,” ucap Sakinah dengan suara yang sedikit gemetar. Teguh tersenyum, lalu menarik Sakinah dalam pelukannya. “Ayo kita istirahat, Sakinah. Kamu pasti capek.” Pria itu lebih memilih untuk menidurkan Sakinah di dada bidangnya saja saat ini. Sakinah pun memejamkan mata di dalam dekapan Teguh, merasakan hangatnya pelukan suaminya. M
Bab 11Malam tiba, dan pasangan pengantin baru itu tampak berbaring di ranjang hotel dengan pikiran masing-masing. Keduanya berbaring sambil menatap langit-langit kamar. Suasana begitu hening karena tidak ada obrolan intens yang berarti di antara mereka.“Mas ….”“Sakinah ….”Keduanya tiba-tiba mengeluTeguh suara secara bersamaan.“Eh, kamu aja duluan yang ngomong, Mas,” ucap Sakinah seraya memiringkan tubuh. Begitu juga dengan Teguh. Kini keduanya berbaring dengan posisi miring dan saling bertatapan.“Kamu aja dulu yang ngomong, Sakinah,” ucap Teguh tampak tenang.“Ehm, boleh ya?”“Iya, boleh dong, masa’ nggak, Sakinah. Ayo, ngomong aja apa yang mau kamu bicarakan,” ucap Teguh lagi.“Hmm, tadi … Mas bilang aku boleh nanya apa aja kan tentang Mas,” ucap Sakinah mengawali obrolannya.“Iya, bener. Kamu mau nanya apa? Aku pasti akan jawab, Sakinah.”Sakinah justru melamun sesaat sampai Teguh membuka suara untuk menyadTeguhnya.“Sakinah, katanya mau ngomong?” “Ehmm, Iy–iya, Mas. Jadi, ak
Bab 10Di sisi lain, Sakinah dan Teguh tiba di hotel. Setelah check-in, mereka masuk ke kamar yang begitu luas dan mewah. Sakinah yang belum terbiasa dengan kemewahan tampak sedikit kaku. Ia melirik ke sekeliling ruangan, merasakan nuansa yang berbeda dari rumah sederhananya.“Gimana kamarnya, Sakinah? Kamu suka nggak?” tanya Teguh sambil menatap Sakinah yang masih terlihat canggung.“Iya, Mas. Kamarnya bagus banget,” jawab Sakinah dengan suara pelan.Teguh tersenyum lembut. “Kita di sini untuk dua malam, jadi kalau kamu ada yang kurang nyaman, langsung bilang ke aku, ya.”Sakinah hanya mengangguk pelan. Meskipun Teguh sangat perhatian, perasaan bingung dan khawatir masih menyelimuti dirinya. Ia belum bisa sepenuhnya memahami perubahan hidup yang begitu cepat ini.“Kamu mau istirahat dulu, atau kita pesan makan malam?” Teguh mencoba mencairkan suasana.“Makan malam dulu aja, Mas. Aku belum makan dari siang tadi,” sahut Sakina
Bab 9Malam itu Sakinah tak bisa tidur, bagaimana tidak, sebab besok adalah hari yang sudah ditentukan oleh Nek Widia sebagai hari pernikahannya dengan Teguh. Meskipun pada awalnya Sakinah sangat menginginkan pernikahan ini, akan tetapi tetap saja masih ada yang mengganjal di dalam hatinya tentang siapa Teguh sebenarnya, dan dari mana Teguh bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat. Pertanyaan itu terus memenuhi benak Sakinah dan terus mengganggunya, tetapi Sakinah tak kunjung mendapatkan jawaban, yang Sakinah lakukan hanya menunggu besok, setelah acara selesai dan menanyakan hal itu pada Teguh secara langsung.Keesokan paginya, persiapan pernikahan berlangsung dengan cepat. Tante Nunik dan Tante Rara sibuk mempersiapkan pakaian dan riasan sederhana untuk Sakinah, meskipun Sakinah merasa semuanya terlalu mendadak. Bibi-bibinya terus membicarakan keuntungan yang akan mereka dapat dari pernikahan ini, seolah-olah Sakinah hanya sebuah komod
Bab 8Mobil mewah yang Teguh tumpangi sudah berhenti di sebuah garasi rumah mewah tiga lantai bergaya eropa klasik itu. Teguh dengan langkah tegapnya lantas turun dan melangkah dengan percaya diri memasuki rumah yang sudah cukup lama tak diinjaknya. Setidaknya hampir setahun, sebab selama setahun ke belakang Teguh sibuk mencari cinta sejatinya yang tidak memandang fisik serta hartanya.Kini pencarian Teguh sudah sampai pada ujungnya, sebab dia sudah menemukan sosok itu pada wanita sederhana bernama Sakinah.“Selamat datang tuan muda!” seru para pelayan yang jumlahnya sebanyak 10 orang dengan pakaian yang seragam bercorak hitam dan putih. Satu di antaranya merupakan kepala pelayan di rumah ini.Teguh hanya tersenyum tipis menanggapi sambutan dari para pelayan itu. “Teguh! Dari mana saja kamu, hah!” teriak seorang wanita paruh baya berdandanan modis di usianya yang nyaris menginjak kepala 5.“Ma, apa begini cara Mama nyambut anak Mama?” tanya Teguh seraya terkekeh kecil.“Kamu itu ya,