Share

Mahar 700 juta dari Tuan Satya
Mahar 700 juta dari Tuan Satya
Penulis: BintangFajar

Bab 1 : Tidak menjual cerita sedih

"Haarggghhh ... !" Qinan acak-acak rambutnya frustasi. Penampilannya saat ini hampir tak layak. Wajah pucat, kantung mata menghitam, wajah penuh peluh dan rambut yang baru saja ia buat berantakan.

Dipikir sampai gila pun jawabannya akan tetap sama. Tak ketemu! Tak ada! Tak akan dapat! Bagaimana pula dalam waktu yang hanya tersisa tujuh jam ia akan menemukan malaikat yang akan memberinya uang sebesar tujuh ratus juta.

Salahnya memang diberi waktu 3 hari dari pihak Rumah Sakit tapi tak ia gunakan dengan baik. Dengan percaya diri Qinan mengira akan mendapatkan uang itu dengan cara yang benar dan elegan. Bekerja atau meminjam di bank bank misalnya. Hasilnya? Sudah jelas sekarang bahwa semuanya adalah NIHIL! NOL BESAR yang ia dapat, tanpa angka tujuh sebagai pembuka.

"Apa aku terima saja tawaran dari Tante Esma?"

Sebuah ide gila muncul dengan silaunya di otak Qinan yang sudah mulai keruh, sangat keruh. Ia tak menemukan cara lain yang lebih mustajab dibanding ide gila itu. Qinan yakin sekarang, itu adalah satu-satunya cara agar ia bisa mendapat nominal sebesar itu dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Qinan buang semua berkas lamaran dalam amplop coklat juga brosur-brosur pinjaman bank. Semua itu tak ada gunanya, sampah! Andai ia diterima kerja pun tak akan ada majikan yang mau memberinya gaji dimuka sebesar tujuh ratus juta itu. Begitupun pinjaman bank ataupun pinjol, mana percaya memberi pinjam sejumlah itu untuk kapasitas Qinan yang tak punya apapun, bahkan sebatas BPKB motor pun sudah tak ada. Musnah sudah semua dijual untuk biaya berobat ayahnya yang lalu-lalu.

"Tapi bagaimana masa depanku nanti kalau sampai aku terjerat dengan Tante Esma?" Langkah Qinan terhenti sejenak diterpa kegamangan yang menambah kemelut pikirannya.

"Ah, apa pantas aku memikirkan masa depanku sendiri? Sementara jika aku diam saja nyawa ayah yang jadi taruhannya?!"

Putus sudah pemikirannya, dengan yakin Qinan kembali langkahkan kakinya yang entah mengapa justru terasa begitu berat, begitu lambat. Kenapa semuanya tak bersahabat begini? Padahal ia sedang berburu dengan waktu.

Csssst

Bugh!

"Akh ... Ssh." Qinan meringis sambil memegangi lututnya yang terasa ngilu. Ia lihat ke samping, rupanya mobil hitam mengkilap itu pelakunya, mencium lututnya secara brutal hingga Qinan terhempas ke jalanan.

"Ma-Maaf saya tadi tidak hati-hati karena terburu-buru. Apa kamu baik-baik saja?" Tanya seorang pria yang langsung keluar dari mobilnya dengan raut cemas. Dia adalah Satya Aditama, seorang CEO dari perusahaan yang tengah berkembang pesat akhir-akhir ini, MaC.Group.

Qinan tak menjawabnya, justru mengulum bibirnya semakin ke dalam. Yang tentu saja membuat pria bertubuh tegap itu semakin merasa bersalah. Pikirannya sedang carut marut tadi, itu sebabnya ia tak fokus saat menyetir dan berakhir menabrak Qinan.

"Hiks ... Hiks ... Hiks ...."

Perkataan Satya justru membuat Qinan terisak. Bukan karena sakit, melainkan teringat tujuan awalnya yang kemungkinan akan mengalami kegagalan lagi karena kakinya sekarang justru sangat susah Qinan gerakan.

"Jangan khawatir, saya pasti akan bertanggungjawab. Saya akan membawamu ke Rumah Sakit."

"Rumah Sakit?" Qinan ulang perkataan Sakti dalam hati.

Tangis Qinan kian menjadi mendengar Rumah Sakit. Ia rasa ia benar-benar akan menjadi anak yang payah untuk ayahnya. Sementara sang pria jadi bertanya-tanya sendiri, dengan Qinan yang tak meresponnya justru sibuk histeris sendiri.

"Saya mohon tenang. Saya akan tanggungjawab, kita periksakan kondisimu ke Rumah Sakit. Akan saya biayai, sampai sembuh dan tak ada luka yang tertinggal sedikitpun. Saya janji, jadi jangan begini dan membuat orang-orang curiga." ujar Satya lagi. Ia sendiri sedang ruwet pikirannya, bisa meledak otaknya jika harus bertemu keruwetan baru lagi.

"Tidak perlu bawa saya ke Rumah Sakit. Saya tidak butuh Rumah Sakit. Beri saja saya uang tujuh ratus juta," ucap Qinan dengan gamblang. Ia sudah hapus airmatanya, ia lihat baik-baik penampilan pria di depannya juga mobil mewah yang beruntung sekali menubruknya tadi. Dari penampilannya, Qinan yakin dia pria kaya. Setidaknya ia akan menguji keberuntungannya sendiri, siapa tau kali ini Tuhan sedang berbaik hati padanya dengan mengirimkan malaikat penolong lewat musibah kecil itu. Lewat lelaki itu.

"Astaga, ternyata kamu begal? Mau memeras saya? Ck ... nekad sekali kamu beraksi siang bolong di tengah keramaian seperti ini. Heh, hampir saja saya tertipu." Luntur sudah iba juga sesalnya pada gadis yang ia tabrak tadi. Akhirnya, dengan kecewa Satya kembali melangkah menuju mobil.

"Saya janji akan mengembalikannya ke Anda Tuan. Dengan apapun yang Tuan mau, uang berbunga? Waktu? Harga diri atau sisa hidup saya sekalipun. Saya butuh uang itu segera Tuan. Saya mohon," ucap Qinan lagi tanpa rasa malu sedikitpun. Besar harapannya pria tadi akan percaya padanya, walau balasannya nanti jelas tak mudah. Tapi sepertinya semuanya sia-sia, pria tadi menoleh pun tidak. Ia sudah masuk ke mobilnya lagi, dan duduk di kursi kemudi.

Qinan tak menyerah, dengan sisa tenaganya ia berjalan tertatih ke arah pintu mobil. Ia ketuk ketuk sambil berteriak sebisanya.

"Tolong saya Tuan, saya tidak bohong. Saya butuh uang itu segera."

Satya tak merespon apapun, tapi juga tak melajukan mobilnya. Ia hanya diam menunggu penjelasan selanjutnya dari gadis di depannya yang sepertinya gila.

"Kalau Tuan tidak berkenan, biarkan saya ikut sampai pertigaan depan. Ke wisma milik Tante Esma. Bagaimanapun juga Tuan harus bertanggungjawab karena menabrak saya dan membuat kaki saya luka-luka sampai kesusahan berjalan." Pungkas Qinan pada akhirnya, ia memang tak bakat mengiba penuh. Jiwanya pantang untuk itu. Tapi seperti itu saja sudah cukup, Satya buka kaca mobilnya. Melirik sekilas pada Qinan.

"Masuk!"

°°°

"Tunggu!"

Gerakan tangan Qinan yang hendak membuka pintu mobil terhenti kala Satya mencegahnya dengan mencekal lengannya. Qinan tatap sekilas wajah Satya dengan dahi berkerut.

"Kamu yakin ini tempatnya? Apa yang akan kamu lakukan di dalam?"

Satya bukannya tak tau, tempat itu adalah tempat penampungan wanita malam dengan berkedok panti jompo. Qinan tersenyum kecil mendengarnya.

"Sudah kubilang kan Om. Saya butuh uang tujuh ratus juta segera. Malam ini juga! Om tidak bisa memberi saya kan? Jadi satu-satunya jalan adalah saya akan minta ke Tante Esma."

"Apa kamu segila itu sampai mau menyerahkan diri ke rumah laknat itu. Apa masalahmu terlalu besar sampai nggak ada jalan keluar lain? Jangan bodoh! Jangan gadaikan masa depanmu, kamu ini masih terlalu muda."

Lagi-lagi Qinan tersenyum mendengarnya. Tapi kali ini senyumnya terlihat kecut, lalu ia membuang nafas kasar.

"Om tidak perlu mengasihani saya. Lagipula bagaimana nanti masa depan saya itu sepenuhnya urusan saya, tanggungjawab saya. Jadi Om tidak perlu pikirkan itu."

"Apa sebenarnya masalahmu?!"

Satya tidak berniat sok baik, tapi Satya sangat tak suka pada wanita yang mudah sekali menjerumuskan diri dalam lembah hitam yang akan menghancurkan diri mereka sendiri.

"Kalau saya ceritakan semuanya apa Om percaya sama saya? Apa Om akan memberi saya uang sebanyak yang saya katakan tadi?!"

"Setidaknya saya bisa mendengarkan dulu."

"Kalau begitu lupakan saja. Saya tidak sedang menjual cerita sedih. Sekarang biarkan saya keluar Om. Dan saya ucapkan terimakasih banyak atas tumpangannya. Ini sudah lebih dari cukup untuk bentuk pertanggungjawaban Om. Lagipula tadi tidak sepenuhnya salah Om, saya juga ceroboh karena tak fokus menatap jalan," Qinan ulas senyum di akhir kalimatnya. Lalu melepaskan cekalan Satya di lengannya.

Satya turuti kemauan Qinan, dibiarkannya gadis itu turun dari mobil dengan tertatih. Lama ia tatap, Qinan tak juga menyentuh gerbang Wisma tersebut. Bahkan Qinan sempat terjatuh saat menaiki trotoar. Satya akhirnya keluar sebelum Qinan berhasil menyentuh gerbang.

"Tujuh ratus juta untukmu! Bekerja dengan saya, saya akan jelaskan jobnya di mobil."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status