Share

Bab 8 : Alasan

"Sean sudah mau pulang Om?" tanya Qinan kini sambil memakan jatah makan malamnya. Tentu makan sendiri, Satya mana mau menyuapi. Mau menemani Qinan di Rumah Sakit saja sudah untung. Walau sebenarnya Qinan bertanya-tanya, kok mau orang itu menyelakan waktunya untuk menunggui Qinan?

"Sudah," jawab Satya acuh. Dia kemudian duduk di kursi tunggu sambil menyandarkan punggungnya. Persis seperti yang dilakukan Sean siang tadi, mata Satya juga memejam setelahnya.

"Jangan lupa makan Om. Om beli aja keluar, aku nggak apa-apa kok ditinggal."

"Iya. Buruan dimakan obatnya, habis itu tidur. Jangan berisik, kupingku capek dengerin kamu ngomong dari tadi," jawab Satya jujur. Pasalnya memang betul, Qinan hari ini banyak sekali bicara.

"Oh, jadi Om dengerin aku ngomong dari tadi? Kirain enggak, abisnya Om diem aja,"

Satya hanya melirik Qinan sekilas, lalu kembali memejamkan matanya. Sementara itu Qinan menuruti titah Satya dengan segera meminum obatnya, tapi karena letaknya agak jauh Qinan jadi susah menggapainya.

"Om," panggil Qinan dibuat selembut mungkin.

"Apa si Qinan?! Nggak bisa banget ya kamu liat saya istirahat?"

"Hehe ... Bisa kok Om. Setelah ini yak, abis itu aku nggak akan gangguin Om lagi deh," jawab Qinan sambil cengengesan. Yang semakin membuat Satya bertambah kesal.

"Apa?!"

"Minta tolong itu Om, ambilin obatnya. Tangan Qinan nggak nyampe soalnya." Qinan menunjuk pada tabung kecil berisi obat yang memang letaknya agak jauh dari Qinan, di ujung nakas.

"Huh!" Satya mendengus kesal. Tapi kakinya tetap melangkah menuju nkas. "Nih, awas aja abis ini masih panggil-panggil lagi." Satya memperingatkan sekaligus mengancam kecil. Pasalnya Satya itu bossy jika degan Qinan, saat posisinya dibalik seperti sekarang ini. Tentu aneh sekali baginya, jiwa bossynya itu tadi merasa tak terima.

Setelah selesai, Satya kembali ke bangku tunggu dan memejam di sana. Sedangkan Qinan? Bodohnya memang ia tak sekalian minta air putih, dikiranya masih ada sisa setelah makan tadi. Tapi ternyata sudah habis. Akhirnya mau tak mau Qinan beranjak bangun karena tak mungkin meminta bantuan Satya lagi. Qinan pantang ingkar janji.

Dengan tertatih ia berjalan menuju galon yang ada di sebelah nakas, tapi memang lututnya itu seperti copot persendiannya. Susah sekali dipakai jalannya, meringis Qinan menahan sakit dan susahnya berjalan mendorong tiang infus dan satu gelas kosong di tangannya.

Krumpyang!

"Astaga! Apalagi si Qinaaaan?!" keluh Satya saking kesalnya. Belum juga jadi terlelap, Qinan sudah mengganggunya lagi. Merepotkan saja!

"Maaf Om," ucap Qinan penuh penyesalan. Sungguh, dia tak berniat mengganggu Satya sama sekali. Ditemani saja Qinan sudah sangat bersyukur, walau jujur saja ia menginginkan lebih.

Pertama, Qinan punguti pecahan gelas yang berserak kemana-mana. Awalnya Satya hanya melihatnya dengan ujung matanya, tapi lama-lama kakinya bergerak mendekat juga. Lalu tangannya aktif memungut sisa pecahan gelas lainnya.

"Awas, aku nggak akan ngobatin kalau sampai luka!" Satya menyingkirkan tangan Qinan dari sisa pecahan gelas yang terakhir. Qinan pun menurut, ia hanya memperhatikan Satya menyelesaikan semuanya. Sampai bersih tak tersisa.

"Om bisa kok nggak usah tolongin Qinan. Nanti Qinan usahakan hati-hati," ucap Qinan saat Satya sedang memapahnya kembali ke brankar.

"Mau ambil apa tadi? Minum?" tanya Satya. Ia mengabaikan ucapan Qinan. Tapi belum juga Qinan menjawab Satya sudah bergerak mengambil gelas baru dan mengisinya dengan air.

"Makasih Om." Qinan ucap dengan tulus kata itu. Qinan berusaha telisik arti wajah Satya yang tanpa ekspresi itu. Tapi gagal, karena Satya bergerak lagi mengambilkan obat untuknya, Memberikannya pada Qinan satu persatu dengan begitu telaten.

Tolong, kalau begini terus-terusan. Bagaimana mungkin Qinan tak baper?

"Oh jadi ini alesannya kamu matiin telpon tiba-tiba, terus nggak bisa dihubungi sampai sekarang?!" suara nyaring tiba-tiba muncul dari arah pintu. Asal masuk tanpa permisi, mengundang atensi Satya dan Qinan.

"Sof?" Satya syock bukan main melihat kehadiran Sofiana, apalagi posisinya yang sedang memberi obat pada Qinan pasti aka menimbulkan salah paham bagi Sofiana.

"Katanya mau ngajak ketemu bertiga sama Sean, malah sendirinya asyik berduaan di sini, bagus ya?!" Sofiana layangkan tatapan sengitnya pada Satya dan Qinan secara bergantian.

"Sayang, aku bisa jelasin semuanya. Ini semua nggak seperti yang kamu pikirin," ujar Satya yang langsung panik.

"Apalagi yang mau kamu jelasin? Semuanya udah jelas sekarang. Mana mungkin selama 4 bulan tinggal bersama kamu nggak ada perasaan apa-apa sama perempuan ini?! Terbukti sekarang kan? Kamu bahkan lupa sama janjimu sendiri karena sibuk menemani dia,"

"Jangan asal bicara Sof. Aku nggak mung-"

"Aku nggak mau denger penjelasan apapun dari kamu, Satya! Kamu udah berubah sekarang. Aku kecewa sama kamu!" Sofiana melangkah pergi keluar ruangan dengan mata berkaca-kaca.

Sementara Satya langsung kelimpungan dan mengejar Sofiana yang pergi dengan salah paham. Satya benar-benar lupa akan janjinya karena sejak tadi mengabaikan ponselnya. Ia tak tau kalau sedari tadi Sofiana berusaha menghubunginya. Satya benar-benar merasa bersalah dan takut. "Sofiana, tunggu Sof!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status