"Bukan itu. Aku ingin minta maaf, aku juga tidak menyalahkan sepenuhnya ibuku. Meski ibu salah yang selalu ikut campur dalam rumah tangga aku dan Aisha, jika Aisha ingin memilih berpisah dariku. Aku terima, aku sadar kesalahan aku tidak bisa di maafkan, aku siap untuk meninggalkan Aisha dan keluar dari pabrik. Rumah itu akan aku jual hasilnya akan aku bagi dua. Tidak ada harta lain selain rumah itu yang kami miliki,""Saya permisi. Besok saya akan mengirim surat pengunduran diri di pabrik. Salam untuk kedua bunda dan ayah sampaikan permintaan maaf pada Aisha dan keluarga besar," sambung Ferdi sebelum pergi, ia pun menyodorkan amplop coklat di hadapan Arga."Apa ini?""Tolong berikan pada Aisha, itu uang tabungan yang selama ini aku simpan tanpa sepengetahuan ibuku. Katakan pada Aisha untuk membeli barang yang sejak lama ia impikan," Sejenak Arga terdiam mendengar semua penuturan Ferdi tetapi mengenai uang yang ada di hadapannya Arga terkejut. Tidak menyalahkan sepenuhnya pada Ferdi k
Ferdi tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh Aisha dan keluarga besarnya. Setelah pertemuan siang itu kini Ferdi kembali ke rumah bersama Aisha. Orang tuanya menyarankan jika Aisha dan Ferdi tinggal di rumah yang sudah disiapkan oleh mereka tetapi Ferdi menolak keras pemberian orang tua Aisha dengan alasan ia ingin mandiri dan membeli rumah dengan usahanya hal itu tentu disetujui keluarganya termasuk Aisha.Sikap Bu Winarti sedikit demi sedikit berubah walau tidak sepenuhnya karena ia tahu bahwa ibu mertuanya memiliki sifat yang sulit dimengerti sejak awal ia menikah dengan Ferdi sikapnya selalu berubah-ubah tidak sedikit bersikap baik, walau terkadang membuat Aisha bimbang karena ulahnya. Hal itu tidak menjadi halangan untuk Aisha yang menginginkan jalinan cintanya dengan Ferdi berjalan semestinya tak ingin kejadian yang hampir saja mengakhirinya di meja pengadilan.Hari berlalu begitu cepat meninggalkan kenangan yang penuh dengan linangan air mata. Beberapa bulan set
Suara Bu Wiranti yang menggelegar dan menyentak tangan salah satu pengunjung membuat Aisha terdiam. Sikap Bu Winarti benar-benar bar-bar."Ibu –" gumam Aisha.Aisha tidak percaya wanita yang tengah berdebat dengan salah satu waiters adalah Ibu mertuanya. Sungguh sikap yang jauh berbeda saat di hadapan Ferdi."Sayang, jangan ke sana. Kita lihat dari sini saja. Biarkan Bu Winarti melakukan apa yang menurutnya benar,""Tapi Bun, pengunjung restoran terusik suara ibu. Ibu sudah memancing kegaduhan yang nanti berakibat buruk pada penilaian restoran, bund,""Tidak sayang. Duduklah jangan khawatir, biarkan bunda menghubungi Arwan."Ajeng mengotak-atik ponselnya tak lama seseorang datang menemui Bu Wiranti."Ibu, mohon maaf. Tolong jangan membuat kekacauan di restoran kami. Jika ibu masih sulit untuk di nasehati maka saya sendiri akan melaporkan ibu ke pihak berwajib,""Kamu jangan sembarang mau lapor polisi ya. Kamu tahu siapa aku, hah? Aku ini besannya Bu Ajeng Sekar Ayu Sanjaya dan Aisha
Pertanyaan mengenai anak menjadi topik utama setiap hari di mana mereka selalu berkumpul. Tidak peduli bagaimana perasaan Aisha, betapa lelahnya setelah ia bekerja di luar rumah dan mengurus sendiri kebutuhan keluarganya terlebih menyiapkan makanan. Bu Wiranti selalu mendesak agar Aisha segera memiliki momongan hal itu membuat Aisha kembali bersedih. "Dek, abaikan apa yang dikatakan sama ibu. Apapun keadaanmu apapun yang terjadi nanti kamu tetaplah istriku. Istri kesayanganku. Adanya anak ataupun tidak bagiku, kamu adalah wanita yang istimewa. Kamu luar biasa aku sangat beruntung memiliki istri seperti kamu yang selalu merendah dan pemaaf sepertimu."Aisha terharu mendengar perkataan sang suami Ia pun hanyut dalam pelukan Ferdi yang memberinya ketenangan, entah kemana hilangnya kesedihan itu saat pria yang ia cintai pembelanya memberinya pengertian di saat ia butuhkan."Ya, mas. Lagi pula ibu sekarang sudah tidak lagi membahas masalah anak. Aku harap Ibu tidak lagi kecewa denganku.
"Apa kamu cemburu? Mereka itu sepupu, wajar jika dia melakukan hal seperti itu. Kamu jangan bersikap berlebihan seperti itu Aisha."Bu Wiranti membela sikap Ferdi dan Esti yang justru membuat Aisha merasa heran. Bagaimana seorang sepupu bisa bersikap berlebihan."Tapi–""Yang dikatakan ibu benar kamu tidak perlu cemburu seperti itu, kami hanyalah sepupu dan kedekatan kami itu adalah hal yang wajar karena di antara kami ada ikatan persaudaraan sama seperti kamu dengan Arga. Begitu pula hubunganku dengan Esti. Jangan lagi berdebat Aku tidak mau acara makan malam ini berakhir tidak mengenakan apalagi Esti baru sampai dia begitu lelah dan dia butuh istirahat."Aisha tercenung Ferdi membenarkan sikap ibunya dan Esti. Lalu siapa dirinya? Jika apa yang di katakannya salah.Mereka menikmati makanan lezat, namun satu hal yang berubah di meja makan yang selalu tenang kini riuh dengan celoteh Esti entah apa saja yang menjadi topik pembicaraan mereka. Sesekali Esti bercanda dengan Ferdi hal yang
"Es, siapa mas?""Kamu salah dengar sayang, maksud mas itu. Tidak ada sekertaris jadi aku akan sibuk dan banyak pekerjaan. Sengaja aku pakai minyak wangi berlebihan setidaknya biar tidak ada aroma acem. Ya, sudah aku ke bawah dulu.""M– mas,"Tubuh jangkung itu hilang dari balik pintu kamar yang tertutup rapat. Kebiasaan yang di lakukan Ferdi pada Aisha hilang seiring raut wajah bahagia dan siulan yang hampir tak pernah ia lihat dan dengar sebelumnya. Sungguh ironis hanya karena sepupunya tinggal di rumah yang sama membuatnya begitu bahagia.Pertanyaan yang ia berikan pada Ferdi tidak di jawab sebaliknya Ferdi memberikan jawaban yang tidak ia tanyakan dan kata mas dan aku kini semakin ia dengar bersamaan. Perubahan yang begitu besar dalam diri Ferdi, semua hal yang berurusan dengannya telah lupa.Sentuhan terakhir di bibir membuat wajahnya terlihat semakin cantik walau hanya memakai makeup tipis.Dari lantai atas Aisha jelas mendengar pembicaraan mereka di ruang makan. Langkahnya sema
Suara Ferdi terbata salah untuk kesekian kalinya memanggil. Sudah menjadi hal biasa bagi Aisha.Dengan tergesa Ferdi mendekati Aisha yang berdiri terpaku, tapi sorot mata Aisha jelas menatap wajah Esti yang terlihat tanpa bersalah."Aisha, eh, sayang," Ferdi meraih tangan Aisha yang seketika di tepis.Aisha tertawa sumbang, Ferdi mengulang lagi kesalahan saat menyebut namanya yang akhirnya diganti dengan kata sayang. "Kamu dari mana Mas? Ah, aku lupa kalau kalian habis belanja." Tatapan Alice kini pada paper bag yang lebih dari sepuluh di tangan Esti dan Bu Winarti. Bahkan beberapa tergeletak di lantai."S– sayang, kamu belum jawab pertanyaan aku, sejak kapan kamu pulang?""Apa harus aku laporan sama kamu kalau aku akan pulang jam berapa? Pada dasarnya kamu sudah tahu jam berapa aku pulang ke rumah. Selama ini apa aku pernah pulang larut malam? Apa aku pernah pulang lewat dari jam enam petang?""Bukan begitu hanya saja kamu membuatku terkejut. Kamu jangan salah paham aku mengajak Es
Ya, Tuhan, ujian apa ini. Apa yang mereka lakukan di dalam rumahku? Siapa mereka? Aisha berlari meninggalkan kamar Esti rasa lapar lenyap seketika. Tangisannya pecah di dalam kamar, kamar yang kini begitu dingin suara aneh yang dari kamar sepupu suaminya adalah suara merdu mereka berdua.Di kamar itu mereka saling berbagi peluh dan suara menjijikan itu membuat isi perutnya meronta ingin dikeluarkan. Sakit? Aisha kecolongan hubungan terlarang berbalut saudara sepupu. Lalu kenapa Bibi Siti diam saja?Langkah kaki mendekati kamar Aisha menyembunyikan tubuhnya di balik selimut. Sepintas Aisha melihat jam di atas nakas sudah jam dua, bodohnya menangisi pria yang tidak tahu diri itu.Pagi seperti biasa, Aisha menyiapkan makanan tapi kali ini untuk dirinya sendiri. Namun, ada hal yang terasa janggal Bibi Siti yang biasanya sudah bangun lebih dulu kini tidak terlihat batang hidungnya.Bu Winarti mencolek lengan Ferdi, bertanya tanpa suara mengenai sikap dingin Aisha. Berapa kali terlihat Ai