Share

8. Talak

Ajeng memilih untuk pulang ke rumah, mengabaikan bos baru yang diam dengan keadaan yang membuatnya sulit untuk membela diri. Walau semua tumbuhan itu tidak benar.

Sampai di rumah mobil Dimas sudah terparkir di halaman, Ajeng menguatkan hati dan mentalnya untuk menghadapi keluarga Dimas yang menunggunya di dalam termasuk Wulan.

Dan benar saja saat kakinya melangkah di teras mereka menatap tajam Ajeng terlebih lagi Dimas kini berdiri dan menyeretnya dengan kasar.

Tanpa bertanya tangannya terkepal kuat, melayang di wajahnya.

"Katakan anak siapa yang kamu kandung hah? Apa pria yang menghantarkan kamu ke rumah sakit? Jadi selama ini kamu sudah berselingkuh di belakang aku, Ajeng? Katakan!" suara Dimas meninggi, begitu tinggi hingga tubuh Ajeng bergetar.

Belum hilang rasa sakit di wajahnya kini suara Dimas yang berhasil menggetarkan tubuhnya nyari. Ini adalah kali pertama Dimas marah dengan suara yang cukup keras, meskipun mereka kerap kali bertengkar, suara di Dimas tak setinggi sekarang.

"Kenapa diam?" ucap Dimas, menyentak tubuh Ajeng.

"Sumpah demi Allah mas, aku tidak selingkuh. Pria itu bos tempat aku kerja. Da mengantar aku ke rumah sakit untuk berobat karena aku sakit," lirih Ajeng. Menjelaskan pada Dimas yang sebenarnya.

"Bohong! Berani sekali kamu menipuku, Ajeng. Sepertinya kamu ingin ibumu cepet mati!" ucap Dimas penuh emosi.

Ajeng menggeleng kuat menolak tuduhan Dimas padanya. Faktanya memang begitu kalau Ajeng ke rumah sakit diantar oleh bos barunya namun, siapa yang akan percaya.

"Sudah Dim, kamu ceraikan saja Ajeng. Untuk apa kamu mempertahankan wanita seperti dia lagi pula kamu sudah memiliki istri yang jauh lebih cantik dan lebih segalanya dari istri kamu yang tidak berguna ini. Ibu setuju kalau kamu menceraikannya, sekarang jatuhkan talak kamu di depan kami," Bu Ida tidak hentinya mengompori Dimas.

"Yang dikatakan ibu benar, sebaiknya kamu ceraikan saja sekarang. Kamu sudah memiliki Wulan, mbak juga tidak suka terlalu lama bertemu dengan wanita benalu itu." sambar Tisna.

"Tuh denger mas! Keluarga kamu sudah menolak istri kamu itu, sebaiknya sekarang kamu caraikan saja aku sudah mengandung anak kamu seharusnya kamu mempertahankan aku. Apa bukti itu tidak kuat untuk kamu menceraikan Ajeng?" Wulan berdiri, wajahnya polosnya sedih melihat kondisi Ajeng.

Dimas meremas rambutnya pilihan yang sulit tapi, Ajeng adalah cinta pertamanya bahkan sampai detik ini pun dia masih sangat mencintainya. Meski cinta itu sudah berkurang. Entah apa yang terlintas dalam otaknya saat ini hatinya enggen untuk menjatuhkan talak pada Ajeng. Tapi bukti itu membangkitkan emosinya.

"Diajeng Sekar Ayu binti Herman Sanjaya mulai detik ini, kamu bukan lagi istriku. Aku haramkan, atas kamu." Ucap Dimas lantang.

"Astaghfirullah mas. Istighfar jaga ucapan kamu,"

"Pergilah Ajeng, kamu bukan lagi anggota keluarga ini. Bereskan semua baju kamu, aku akan mengantar kamu sampai di rumah ibu. Terlepas dari masalah mahar 10.000 itu aku ingin mengembalikan kamu dengan baik di depan ibumu." Ucap Dimas.

Tidak ada yang perlu untuk mempertahankan atau membela diri karena mereka memiliki argumen sendiri dan semua tidak ada yang salah karena kondisi dan posisi Ajeng mendorong opini lain dari fakta yang sebenarnya.

Ajeng membereskan semua barang miliknya memasukkan kembali ke dalam koper. Terlihat tidak ada baju baru selama menikah dengan Dimas, semua barang adalah miliknya saat masih bekerja dulu. Tetapi ada pemandangan yang membuatnya menggelengkan kepala di mana lemari pakaian yang telah berantakan.

Tahu siapa pelakunya Ajeng hanya tersenyum kecil, menyeret koper menuruni tangga. Mereka tertawa puas melihat kondisi Ajeng sekarang. Dimas berdiri tetapi Wulan menahannya saat akan menghampirinya.

"Mas, kamu tidak perlu mengantar Ajeng ke rumah. Biarkan saja dia pulang sendiri, lagi pula harga diri kamu tidak ada gunanya di mata Ajeng dan ibunya. Mereka orang miskin mana ngerti baiknya kamu."

Dimas setuju dengan kata istrinya, tidak perlu datang ke rumah Ajeng karena itu akan menjatuhkan harga dirinya. Perselingkuhan Ajeng yang sedang mengandung anak orang lain. Ada satu alasan yang membuat Dimas mengurungkan niatnya mengantar Ajeng. Biaya pernikahan yang seharusnya sudah dibayarkan sampai detik ini Dimas hanya menjanjikan tanpa berniat membayarnya.

"Udah sana pergi, ngapain kamu liatin terus? Minta uang? Minta sana sama selingkuhan kamu!" Tyas yang sejak tadi memilih diam kini bersuara.

"Terima kasih untuk semuanya, di sini aku belajar banyak. Apa artinya bertahan dan apa artinya sabar, mas sebelum aku pergi kembalikan ponselku. Itu barang yang aku miliki sebelum menikah dengan kamu." Pinta Ajeng.

"Eh, enak aja! Kamu pikir tinggal dini gratis? Anggap saja itu bayar makan dan tempat tinggal kamu selama satu tahun lebih. Kalau kamu kost di luar bisa-bisa lima puluh juta." Sergah Bu Ida.

"Ibu benar sekali, tidak ada yang gratis di dunia ini. Termasuk aku tinggal di sini, kalau begitu. Bayar selama aku bekerja di rumah sini, bayar juga hutang ibu pada ibuku. Satu lagi, kembalikan aku seperti dulu, nafkah untukku harus kamu kembalikan padaku juga mas. Seluruh gaji kamu selama satu tahun lebih, harus di bayar lunas sekarang. Juga kegadisan yang sudah di renggut kamu, mas! Itu tidak gratis." Ajeng menatap ibu Ida. Keberanian yang entah sejak kapan di miliki Ajeng.

"Perhitungan kamu? Dimas, kamu kasih uang secukupnya untuk biaya ongkos untuk pulang kampung. Setelah itu biarkan saja dia yang ngurus perceraian kalian, kamu tidak perlu keluar uang bikin rugi! Lagian itu sudah jadi gak Dimas, kamu istrinya wajar dong melayani Dimas!" Bu Ida balik menuding Ajeng.

"Ibu benar sekali, itu hak mas Dimas. Sekarang aku minta hak aku sebagai istri mas Dimas." Ucap Ajeng mengejutkan mereka.

Lelah menghadapi keluarga benalu yang selalu menyudutkan dirinya. Ajeng memutuskan pergi meninggalkan rumah yang ia tempati satu tahun lebih menjadi istri Dimas. Beberapa tetangga yang melihat dia keluar hanya menatapnya iba namun tidak sedikit yang mencibirnya.

Ajeng tak peduli hak itu yang penting sekarang dia bebas pergi dari keluarga Dimas. Hanya di sayangkan kenapa bukan Ajeng yang meminta cerai tetapi justru dirinya yang di talak oleh Dimas. Ponsel itu kembali harta berharga yang telah hilang karena di sita Bu Ida.

Bingung harus kemana, Ajeng menghubungi Aini meminta bantuan sahabatnya yang tinggal tidak jauh dari toko.

[Pergilah ke kost aku, jeng. Kamu akan aman di sana, kunci ada di bawah pot. Tempat itu aman kamu jangan khawatir.] Pesan dari Aini.

Aneh Ajeng bahkan belum berkirim pesan pada Aini. Bagaimana Aini tahu. Apa dia ada sekitar sini? Ajeng menelusuri tempatnya berdiri namun tak menemukan orang yang di kenalnya termasuk sahabatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status