Sampai di kost Aini, Ajeng mencecar pertanyaan yang sejak tadi ia simpan berharap sang sahabat bersedia menjelaskan saat bertemu.
"Mana yang harus aku jawab dulu, Jeng? Banyak banget pertanyaannya," Aini tertawa, melihat tingkah sahabatnya."Duduk dulu, minum abis itu istirahat baru cerita. Kalau sekarang, aku juga laper. Makan dulu yu," Aini membuatkan teh hangat, ia tahu apa yang terjadi pada sahabatnya.Aini menunggu berapa saat Ajeng yang membersihkan diri dan shalat. Kini berdua duduk saling berhadapan tak ada yang mengeluarkan suara. Sebelum air matanya tumpah terlebih melihat wajah Ajeng yang merah akibat tamparan."Sekarang sudah tenang, Jeng?""Ya, Ai, sekarang kamu jawab pertanyaan aku. Siapa yang memberitahukan kamu tentang aku? Bagaimana kamu tahu kalau aku di usir?" tanya Ajeng.Aini menepuk tangan sahabatnya tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kalau bos mereka yang melihat dan memintanya untuk memberikan tawaran tinggal di kost."Kebetulan tadi ada tetangga kamu, yang kenal sama aku. Dia liat kamu bawa koper gede. Pas di selidiki kamu diusir suami, ya, udah dia hubungi aku." Ujar Aini. Menceritakan semua yang ia dengar tentang kejadian yang menimpa sahabatnya, tentu dengan sedikit kebohongan karena dia tidak mungkin mengatakan bahwa yang menceritakan kejadian tentang Ajeng yang diusir oleh suami dan keluarganya adalah bos mereka.Untuk lebih kuat Aini menyebut salah satu tetangga yang baik sama Ajeng."Yang kamu lakukan itu sudah benar Ajeng, itu artinya Allah tidak ingin kamu balas dendam pada mereka. Biarkan Allah yang membalas atas apa yang sudah mereka lakukan sama kamu, jeng. Yang terpenting sekarang kamu pikirkan untuk masa depan kamu dan juga ibumu, jika mereka tidak mau mengeluarkan uang untuk mengurus di pengadilan maka kamu harus melakukannya. Kamu sendiri akan mengurusnya kamu jangan khawatir ada aku di samping kamu dan aku siap untuk membantu kapanpun kamu butuhkan," sambung Aini, memeluk Ajeng yang semakin terisak."Apa yang harus aku lakukan sekarang, Ai? Aku tidak mungkin pulang ke rumah dengan keadaan seperti ini. Aku tidak ingin membuat Ibu merasa sedih. Tapi aku bingung harus gimana, Ai?" tangis Ajeng semakin deras, sakit teramat sakit jika harus mengingat perlakuan keluarga suaminya."Kamu istirahat dulu jeng, kamu juga bisa libur untuk berapa hari ke depan. Aku yakin bos kita memahami apa yang terjadi sama kamu," Ajeng hanya melakukan kepala.Saat ini Ajeng tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Untuk menceritakan pada orang tuanya pun dia tidak sanggup terlebih ibunya sakit jantung.Dua hari Ajeng tinggal di kost Aini, tak mau menjadi beban sahabatnya Ajeng pun memutuskan untuk kerja. Sejak awal Aini tidak Ajeng bekerja terlebih kondisinya yang belum stabil karena hatinya begitu rapuh dan wajahnya masih membiru."Jeng, terus terang aku kurang setuju kalau kamu bekerja hari ini. Kamu istirahat saja di rumah ya," bujuk Aini."Ai, sikap kamu berlebihan sekali. Aku baik-baik saja, bukankah kehidupan harus tetap berjalan dan aku harus mengumpulkan uang yang banyak untuk ibuku, bukan? Aku pernah mengatakannya padamu tentang hal ini, kan?" Ajeng tersenyum, walau tidak dipungkiri kalau hatinya merasakan tidak nyaman terlebih saat mereka sampai di toko kue.Pelanggan berdatangan dan kesibukan begitu terlihat jelas di toko kue. Di saat Ajeng Tengah fokus dengan beberapa pelanggan tiba-tiba kegaduhan di mana seorang wanita mengalihkan pelanggan yang sedang mengantri di kasir."Hei, lihatlah wanita itu. Dia berselingkuh bahkan sampai hamil anak orang lain, tapi entah kenapa dia masih bisa bekerja di tempat ini sudah dipecat, aja!" seru suara dari pintu toko.Alhasil mereka saling pandang perempuan itu menatap jijik ke arah Ajeng. Sehingga pengunjung lain melakukan hal yang sama pada Ajeng."Ih! Ogah beli kue di sini. Aneh ya, punya karyawan penggoda masih di pertahankan!" celetuk berapa orang yang kini enggan membeli kue tempatnya bekerja. Kue yang sudah dipilih yang berada di keranjang pun ditinggalkan begitu saja, bahkan tidak sedikit yang melemparkan ke arah Ajeng"Apa mau kamu?""Mau, aku? Apa lagi, kalau tidak membuat kamu dipecat dari tempat ini dan jadi gelandangan di luar sana." sahut Wulan dan Trisna.Kegaduhan terjadi sehingga Ajeng memutuskan untuk pergi. Merasa tak enak hati karena toko kue yang terkenal begitu enak dan memiliki berapa cabang harus tutup karena dirinya."Untuk apa kamu mengundurkan diri? Jika itu bukanlah kesalahan dari kamu. Mereka akan tahu kalau kamu tidak bersalah, mungkin hanya membutuhkan waktu supaya kamu bisa tenang dan saya izinkan kamu untuk mengambil cuti beberapa hari ke depan. Atau bahkan satu bulan asal kamu bisa kembali bekerja di sini lagi. Kami sangat membutuhkan karyawan seperti kamu." Bu Widya menyalurkan energi positif untuk Ajeng agar kuat untuk menghadapi ujian rumah tangganya. Dan kini harus bermasalah dengan beberapa pelanggan di toko kue hanya karena fitnah orang yang tidak menyukainya.Ajeng bersiap, hari ini memutuskan untuk pulang ke kampung halaman. Menata hidupnya bersama ibunya. Aini tidak bisa lagi mencegah kepergian Ajeng, sebagai teman Aini ingin yang terbaik untuk sahabatnya."Aku akan mengantarmu, ke rumah Jeng. Aku tidak bisa tenang kalau tidak lihat sendiri!" serunya, masuk ke kamar mengambil tas kecilnya.Taksi online yang di pesan Ajeng telah tiba, dua teman sejati meninggalkan hiruk-pikuk keramaian. Namun, tidak dengan Ajeng yang merasakan hatinya tak tenang.Halaman rumah terlihat hatinya semakin gusar saat melihat mobil yang terparkir di depan rumahnya."Astaghfirullahaladzim, Ai, itu–" Ajeng gegas keluar dari mobil, berlari saat suara yang amat di kenalinya terdengar begitu lantang."Assalamualaikum, ibu!" Ajeng menghambur ke dalam pelukan Sekar. Wanita paruh baya itu meneteskan air matanya."Nah! Ini dia, anak kamu yang tidak tahu diri. Lihat bagaimana dia sekarang! Sudah di beri tempat tinggal yang nyaman, makanan yang enak taunya selingkuh. Anak kamu itu mengandung anak laki-laki lain! Aku mau ganti rugi!" Bu Ida, menunjuk jarinya tepat di hadapan Bu Sekar dan Ajeng."Ganti rugi? Ganti rugi untuk apa?" tanya Bu Sekar.Menahan sakit saat melihat tubuh putrinya pulang dalam keadaan kurus, wajahnya yang pucat dan pipinya terlebih lembab."Ya, ganti rugi uang yang sudah dikeluarkan oleh anakku saat memiliki kehidupan Ajeng saat menjadi istrinya Dimas. Aku nggak mau rugi karena ulah anakmu itu kami harus menanggung malu!" sentak, Bu Ida. Tidak terima jika Ajeng pergi begitu saja tanpa memberikan uang padanya."Anda lihat sendiri, bagaimana putri saya pulang ke rumah ini? Lihat tubuh dan wajahnya. Apa ini tidak cukup jelas dan bukti kalau kalian sudah melakukan sesuatu pada putriku!" Bu Sekar tidak terima begitu saja meski dia tidak tahu cerita yang sebenarnya namun seseorang sudah memberikan kejelasan mengenai kejadian yang yang menimpa putrinya."Itu tidak sebanding dengan kamu yang menerima cintaku, Aisha. Aku berjanji akan membuatmu bahagia selamanya. Tidak ada lagi mahar Sepuluh Ribu atau pun nafkah sepuluh ribu padamu. Ingatkan aku jika lalai dalam memberimu nafkah," ucap Khandra lembut."Kamu adalah segalanya untukku. Dan padamu aku berlabuh, menyerahkan segalanya, cintai aku jika aku layak untuk kamu cintai. Sebaliknya jika aku tak layak maka –" Khandra terdiam. Tatapan Aisha tak biasa."Kamu bicara apa, sih, Dra? Ngelantur aja. Aku suka cincin ini, akan aku pakai.""Alhamdulillah, ayok. Kita pulang, jadi mau ke rumah Wina? Apa bunda tadi, ya?""Mas anterin aku ke pabrik aja ya. Tadi ada telpon katanya ada masalah di sana.""Oke. Jangan lupa sebentar lagi kita akan tunangan. Aku tidak mau kamu lelah.""Ya. Kamu jangan khawatir."Wina yang menikmati hari-harinya sebagai istri dari Arga putra bungsu dari keluarga Rayyan. Tidak ada hari terlewat untuk saling berbagi cerita. Seperti siang ini setelah menyelesaikan pekerjaa
Jawaban Aisha membuat semua yang ada di ruang keluarga pun bersorak bahagia sebab penantian panjang Khandra berakhir dengan manis. Aisha wanita yang ia cintai sejak lama menerima cintanya tanpa syarat. Tidak ingin menunggu lagi Khandra pun meminta pada kedua orang tua Aisha untuk mempercepat pernikahan mereka tentu saja hal itu disambut bahagia oleh kedua orang tua Aisha dan keluarga besarnya. Mengingat mereka sangat mengenal siapa Khandra yang sebenarnya namun sayang dibalik kabar bahagia itu ada rasa rindu dan sedih Khandra tidak bisa memberitahukan kabar bahagia itu pada sang Ibu sebab wanita yang sangat mendukung hubungannya dengan Aisha telah pergi untuk selamanya tepat Aisha pergi ke luar negeri. Mereka sudah sepakat jika seminggu lagi mereka akan bertunangan keluarga ingin mereka segera menikah namun Aisha menginginkan mereka tunangan untuk sementara waktu sampai tiga bulan. Bukan tidak mungkin Aisha hanya menyiapkan semua bukan hanya hatinya tapi juga kesiapan lahirnya.
Suara Aisha kembali terdengar setelah menyelesaikan lantunan ayat suci. Kini wanita bergamis jingga berdiri menghampiri keluarganya yang terdiam di sana menatap tak percaya jika di hadapan mereka adalah Aisha. Keterkejutan dan kesedihan di wajah mereka berubah menjadi air mata bahagia mendapati sosok yang kini tengah berjalan ke arah mereka.Satu tahun mereka menahan rindu, meski mereka mampu untuk datang menemui Aisha namun mereka mengurungkannya mengingat sang putri menolak untuk di temui. Tidak bermaksud untuk membuat kedua orang tuanya tersinggung akan penolakannya tetapi Aisha memiliki alasan sendiri mengapa ia tidak ingin ditemui sebab jika sudah bertemu dengan keluarganya tentu membuat Aisha ingin segera kembali ke rumah. "Sayang kenapa kamu tidak memberi kabar jika pulang?""Kalau aku memberitahu Bunda namanya bukan kejutan. Apa kabar bunda, ayah dan kamu Arga, ah, lupa adik Iparku yang cantik. Bagaimana dengan kalian semua aku merindukan kalian semua.""Kabar kami baik, kak.
Perjalanan hidup seseorang tidak ada yang tahu bagaimana kedepannya. Seperti yang dialami oleh Aisha setelah pernikahan adiknya dengan sang sahabat dia pun memutuskan untuk pergi ke luar negeri untuk menyembuhkan luka hatinya akibat pengkhianatan dilakukan oleh suaminya. Walau hal itu terjadi sudah cukup lama namun luka itu sangat membekas di hatinya sehingga ia memilih untuk menenangkan diri. Lamaran dari sahabat kecilnya pun dia abaikan bukan berarti tidak ada perasaan apapun ia hanya ingin menyelami perasaannya apakah ia benar-benar sudah melupakan Ferdi mantan suaminya, apakah hanya rasa iba yang kelak akan menjadi permasalahan baru jika dia menerima cinta Khandra. Satu tahun berlalu setelah dia pergi ke negeri orang bukan untuk menghindari akan tetapi ia ingin mengobati lukanya sendiri. Senyumnya mengembang melihat seseorang yang sudah menunggunya. "Apa aku terlambat datang?" "Tidak. Justru sebaliknya sepertinya kamu terlalu cepat sehingga kamu harus menunggu aku datan
Kesibukan terlihat di salah satu hotel ternama di ibukota bukan hanya pengantinnya saja tetapi pihak keluarga dari pembelai pria pun sangat sibuk bukan karena tidak percaya dengan orang lain, tetapi mereka ingin memberikan kesan tersendiri untuk salah satu keluarga mereka yang tidak lain adalah Arga yang akan menikah dengan Wina. Pernikahan berlangsung dengan hikmah pagi tadi dan malam nanti dimulainya pesta yang tentu dengan meriah dan mewah. Mengingat Wina hidup sebatang kara sebab sang Bibi yang dulu mengurusnya telah meninggal beberapa tahun yang lalu sehingga semua disiapkan oleh keluarga Ajeng. Aisha orang yang menyatukan hubungan mereka justru kini ia disibukkan dengan segala kerempongan yang dilakukan adik iparnya yang begitu cemas mengingat mereka akan menghabiskan malam untuk pertama kalinya dengan seorang pria. Berulang kali Aisha menjelaskan bahwa hal itu lumrah terjadi karena ia pun pernah merasakan hal yang sama yang kini dirasakan oleh Wina sebab saat itu Aisha begit
Hari berlalu begitu cepat minggu berganti bulan dan kini setahun sudah setelah kejadian di mana keluarga mantan suaminya datang ke rumah bersama ibu dan istrinya. Aisha sudah memutuskan untuk menjalani kehidupan tanpa ada rasa dendam dalam hati.Kabar hukuman tiga puluh tahun sampai di telinganya, namun Aisha yang diam-diam meminta pihak berwajib untuk mengurangi hukuman jika terbukti Wulan telah sadar dan bertaubat. Semua ia lakukan mengingat wanita yang berusaha untuk menyingkirkan dirinya seusia Ibunya, mana mungkin Aisha tega melakukan hal itu. Menghabiskan waktu lama di dalam penjara hal yang sangat ia takutkan."Kamu yakin nak?""Ya, bund, kasihan. Bund tahu kan Tante Wulan itu sudah cukup umur. Melihat Tante Wulan, aku ingat Bunda,"Ajeng tersenyum begitu beruntung memiliki anak seperti Aisha dan Arga yang selalu memikirkan perasaan orang lain meski hatinya terluka. "Apa Bunda tidak setuju, dengan keputusan yang aku ambil ini?""Tentu tidak sayang. Justru sebaliknya Bunda sang