Tiada terasa hari berganti, seolah waktu enggan berhenti. Sebagaimana mestinya perjalanan akan berputar mengikuti porosnya roda dunia. Dari hulu sampai ke hillir semua bergelombang bak riak menggapai dataran.
Hari ini, Dokter sanjaya seorang spesialis penyakit dalam sedang melakukan fisid pembuka pagi sebagai rutinitas setiap paramedis yang bertugas di rumah sakit Bakti Husada. Paruh baya tersenyum ramah dengan alat tetescop mengalungi lehernya. Beliau menyapa Aini dengan sedikit menggoda gadis bangsawan itu
"Selamat pagi? Aini.. saya harus kasih resep apa ini.. kayaknya obat-obatan saya sudah gak mempan,"
Aini tersipu terliat rona merah bercampur semu di pipinya.
"Resep dokter itu saya sempurnakan, biar lebih mujarab, dok." Timpal Victor berdiri membungkuk di kaki Aini. Tak dapat dipungkiri, rasa itu sulit ia lukiskan
"Paan, sih kamu?" Aini malu-malu,
"Jadi saya tidak perlu periksa lagi nih. Auto sembuh? padahal baru satu hari loh?""Aini.." panggil Sonya disela rebahan di atas ranjang Aini"Em.." saut Aini suaranya terbungkap karena posisi gadis itu sedang menelungkupkan tubuhnya di kasur"Lu yakin ... dengan keputusan lu?" seru gadis berdarah Batak-Jawa itu gelisah. Entah kenapa sejak Victor tergila-gila sama Aini, Sonya merasakan hawa kekhawatiran pada diri Victor. Mengingat Aini akan segera tamat, dan kembali ke kampung halamannya? maka malapetaka besar akan menimpa Victor. Aini mengerjab membenam separuh wajahnya di bantal. Ia sedang berfikir apa maksud Sonya, walaupun ia tau, namun makna yang tersirat membuatnya susah menjawab."Maksud lu apa? gua ngantuk Son.. lu tidur napa?" Kilah Aini menyeret topik. Jujur untuk saat ini Aini belum memiliki jawaban apa pun untuk status hubungannya dengan Victor"Lu cinta gak sih, ama Victor? aku heran, Son. Victor kok sampai tergila-gila kayak gitu ya sama ellu, padahal dia udah tau! lu bakalan pergi setelah kuliah selesai," ucapnya menatap
Aini menatap datar sosok asisten dosen yang terkenal dengan kepintaran dan ketampanan di atas rata-rata di kampusnya.Laki-laki itu duduk menyender tubuh pada dingding sofa di sebuah diskotik yang biasa dikunjunginya. Aini menaut kedua alis melihat sekeliling ruangan. Suasana terlihat sepi pengunjung namun lampu disco tidak berhenti berputar menyilaukan cahaya ke sudut-sudut ruangan. Beberapa orang pelayan sedang duduk bersantai di dekat meja bar sambil tubuhnya bergoyang mengikuti irama musik. Aini bergidik memperhatikan pakaian seorang pelayan wanita berambut kuning bergelombang. Busana ketat melekat di tubuh gadis itu sudah sangat jelas memancing gairah para lelaki. Pakaian yang tipis setipis urat malu itu mengekspos bagian dalam milik gadis berambut peran membuat Aini merinding disco."Vic. Ngapain kemari?? kamu gak salah membawaku ke tempat ini, Vic." Bisik Aini di samping Victor. Pria itu memutar bola mata seraya memeluk pinggang Aini. "Te
Sering gadis itu mempertanyakan setiap kali membayangkan ketika sedang bertapak pulang ke rumah sehabis dari kampusKira-kira, sosok laki-laki seperti apakah yang akan menjadi pendamping hidupnya kelak nanti? Apa laki-laki itu dari kaum bangsawan juga. Atau Victor? tapi Rafli melarangnya menikah dengan selain kaum itu. Mimpi setiap orang adalah, menikah dengan seorang aktor seksi favoritnya seperti di film yang ceritanya selalu bikin cewek-cewek histeris. Namun dia gak sampai separah itu. Mendambakan seorang laki-laki yang seenggaknya bukanlah seorang pemabuk. Minimal pria baik-baik. Atau, sosok laki-laki yang mungkin punya kriteria dan memenuhi sebagai calon suami.Aini sampai di rumah langsung membuka pintu kos-kosannya, lalu membanting tubuh di atas ranjang. Ia mengerjab mata menatap langit kamar. Dalam lamunan yang sama ditemani suara percakapan acara televisi—yang sebenarnya sudah menyala sejak tadi pagi—dia lupa mematikannyaBagaima
Jumat sore yang cerah dimana langit terlihat biru, matahari di ufuk barat berwarna keemasan serta beberapa kawanan awan putih transparan hilir mudik tertiup angin.Hiruk pikuk kota tiada berhenti meskipun masa pandemi terus digaungkan melalui PPKM. Proses belajar mengajar secara daring diterapkan dibeberapa daerah termasuk Medan sendiri. Namun khusus pasca S2 sedikit diberi kelonggaran.Aini berjalan keluar kelas psikologi karena jadwalqq kuliah telah habis. Jam menujukkan pukul tiga lebih dua puluh menit.“Aini.....” Sonya berteriak sambil melambaikan tangan kearahnyaAini tersenyum getir dan berjalan bergegas menghampirinya.“Son...”Sonya mendekat menggapai tangan Aini dan membawanya ke sebuah tempat yang tidak terlalu jauh dari gedung pasca sarjana. Setiap membayangkan Sonya, terkadang Aini iri, Sonya yang selalu periang dengan tubuh ramping bermata sipit, tinggi badannya sekitar seratus enam puluh cen
Arloji mewah di tangan Sonya menunjukkan angka 12 tepat. Mereka tiba di resto yang menjadi favorit Sonya akan lezatnya nasi goreng seafood. Mereka mengambil posisi tepat di tengah-tengah restoran dan itu sedikit risih dirasakan Aini. Namun sepertinya gadis itu lagi kurang mood untuk berkomplain."Gimana hubungan kalian, Ain.."basa-basi Sonya ketika ia melihat Aini lebih banyak diam dari biasanya. Aini menatap Sonya datar. Ia menghela nafas berat serasa sesak di dadanya."Aku gak tau, Son. Masih seperti biasa," tutur Aini menegakkan tubuhnya ke dingding kursi. Sonya meneliti raut Aini yang terlihat sedikit pucat. Sebagai sahabat mungkin ia bisa merasakan kegalauan Aini saat ini."Cobalah lebih tenang, Ain.. semua butuh proses," tandas Sonya lalu mengambil bolpain mencatat pesanan.Aini mengedar pandangannya menyaksikan kesibukan restoran oleh pelayan berlalu lalang melayani pengunjung. Dan, tak sengaja ia menangkap seseorang di sudut kiri
"Emangnya kamu kemari ada urusan apa? kerja.." Aini meneliti wajah pria berambut ceppak di hadapannya. Yang ditatap senyam senyum gak jelas membuat Aini mendengus kasar "Ga juga sih kak. Aku janjian ketemuan sama kawan aku yang baru balik dari Singapure," balasnya lempang. Aini mengkerut kening mamandang suami adiknya yang hampir satu jam lebih bertamu ke kosannya. "Jadi.. kamu bela-belain demi itu?" kesal Aini meradang. Gadis itu menghela nafas memalingkan wajahnya dari pria bernama Halim Kusuma pria pilihan Meylani keturunan terakhir dar Rafli Syahbandar. "Ya, sekalian aku jalan-jalan juga si kak, Kan udah lama aku gak ke Medan setelah dulu... " "Setelah dulu kamu ketangkap ketahuan bandar Narkoba, Gitu!"potong Aini bernada menekan. Ia mendesis kurang senang bila mengingat profesi Halim dulu. Dia juga gak yakin, kalau Halim sudah berhenti dari pekerjaan haramnya itu. Halim menaut alis memicing pada Aini. Batinnya mulai terpancing ketika meli
Aura malam kian sejuk memancarkan keindahan dan binar kebahagiaan di wajah Victor. Senyum senantiasa mengembang membuat Laki-laki itu terselimut rasa. Ia memeta wajah cantik ayu nan lembut di hadapannya, terus memuja dan takjub. Ainggaraini, gadis berdarah Aceh yang dilahirkan dari rahim bangsawan yang kini berhasil menjerat seorang Victor dalam pesonanya hingga malam ini keduanya terikrar dalam sebuah janji akan selalu bersama apapun rintangan yang membentang. Victor menegakkan tubuh tegapnya sambil merogoh saku jas mewahnya dengan menatap Aini tak berkedip. "Ain," panggilnya lembut. Aini menyungging senyum manis bahkan mengalahi rasa gula. Jantung Victor berdegub dua kali lebih cepat dari biasanya, Victor mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya, lalu bangkit memutar dan berlutut di depan Aini. Aini tertegun, mengangga tak percaya melihat keberanian Victor di depan khalayak ramai. "Aini," panggilnya lagi lalu meraih kedua tangan Aini dan mengecup
Aini menggeliat dalam selimut. Gadis itu merasakan himpitan tubuhnya terasa sesak. Ia mengerjab menyamarkan pencahayaan. Dan, dia tersentak kecil ketika melihat tangan kekar melingkar di perutnya. Nafasnya memburu menahan sesak. Hal yang tidak pernah terjadi membuat gadis itu gerah dipeluk erat seperti itu.Perlahan dia mengangkat dan memindah, dan berusaha bergeser dari dekapan pria yang telah melamarnya semalam. Namun, sepertinya Victor menyadari apa yang dilakukan Aini."Ain, aku mohon biarkan begini, aku kangen memelukmu," kata Victor berbisik di tekuk Aini. Gadis itu memejam mata merasakan seluruh tubuhnya meremang. Bersusah payah ia melawan gejolak rasa takut ketika Victor merapatkan tubuhnya dengan Aini. Aini menelan ludah, mengigit bibirnya untuk melawan rasukan birahi dalam dirinya.Remangan lampu di atas nakas sedikit memberi suasana romantis, meskipun Aini tidak menganggap itu. Victor telah melanggar janjinya untuk tidak menyentuhnya