02. Mahluk Lain
Melati Terus Mengikutiku. Penulis : Lusia Sudarti Part 02 ** Huufffttt ...! Aku menarik nafas dan kuhempaskan nafas dengan sedikit kasar. 'Kenapa sih kamu keras k3pala?" ketusku dalam hati. Aku melihat Melati seolah mempunyai beban di semasa hidupnya. Biarlah itu menjadi urusannya. 'Baiklah Melati, akan kucari tau nanti," l1rihku. ✨✨✨✨✨✨ Suamiku, Ardian Prasetya, lelaki yang baru setahun lalu kukenal, lalu melamarku. Di hadapan kedua orang tuaku berjanji akan menyayangiku, melindungiku sampai akhir hayat. Dan sebulan kemudian kami resmi menjadi Suami Istri. Kini usia pernikahan kami pun genap setahun, namun belum juga di karuniai momongan. Kami pun tak mempermasalahkannya. Semua itu kehendak yang di atas. Dari dalam kafe kulihat suamiku, Mas Ardian kerepotan membawa dua buah cup teh hangat, dan dua buah pop mie yang telah diseduh. Senyum mengembang di bibirnya, saat kedua mata kami saling bertemu. "Hai yank, maaf lama menunggu!" ujarnya sambil tersenyum. "Enggak pa-pa kok, seharusnya aku yang beli itu," kedua mataku mengarah ke meja yang ada teh dan pop mie yang di taruh. Mas Ardian menatap kearah meja, lalu duduk di sebelahku, menyeruput teh hangatnya. "Minum yank. Selagi hangat, biar nggak terlalu dingin," titahnya. "Iya yank terima kasih." Perjalanan laut memakan waktu sekitar dua jam, jika laut tenang. Aku melirik jam tangan yang melingkar, waktu menunjukkan pukul 04;00. Berarti sekitar satu jam lagi. Tujuan kami ke Cirebon, karena pekerjaan suami disana. Dan mencari kontrakan yang tidak terlalu jauh dari tempat kerja. Kalau dirumah suami terlalu jauh, aku tidak mau di tinggal terlalu jauh, jadi ikut saja biar aman. Ini pertama kali aku merantau ke daerah Suami, tepatnya merantau jauh dari kampung halaman. Dari kejauhan terlihat kelap kelip cahaya lampu dari Dermaga Merak. Masih lumayan lama untuk sampai di Dermaga, waktu masih menunjukkan pukul 04:30. Yang artinya kurang dari 30 menit akan tiba di dermaga. Dan tak kulihat lagi sosok Melati, entahlah? Adzan terdengar dari Masjid yang berada tidak jauh dari dermaga. "Yank, ayo kita ke bus!" ksta suamiku sembari menggenggam tanganku. Berapa pasang mata menatap kearah kami. Kami tak peduli akan tatapan mereka. Akhirnya kami sampai di dalam bus, lalu aku hempaskan bobot tubuhku di kursi. "Huuh, lelah sekali tubuh ini," gumamku. "Istirahat lah yank," titah suamiku. "Iiya yank," jawabku. "Rasanya ngantuk berat nih." Tak menunggu terlalu lama, akhirnya aku terbuai dalam mimpi. "Vina ... kemanapun kamu pergi aku akan selalu ikut serta," pelan terdengar suara Melati. "Melati, apa yang kamu inginkan dariku?" jawabku dengan menatap tajam kearah sesosok bayangan bergaun putih yang melambai di tiup angin. "Vina aku tak tahu kenapa aku suka sekali kepadamu," jawabnya sembari menatapku. "Jangan membuat kesabaranku hilang Melati!!" kecamku. "Dunia kita berbeda, aku tak ingin suatu saat kau membuat ulah!" jelasku benar-benar tak mengerti apa kemauan mahluk itu mengikutiku. Sejauh ini Memang belum pernah Melati menunjukkan sesuatu yang membahayakan. Kejadian yang aku alami seolah nyata, bukan terjadi di alam mimpi. Untuk beberapa saat aku terjaga, dan teringat akan orang tuaku, tiba-tiba rasa rindu pun begitu terasa, selama hidupku tak pernah jauh dari kedua orang tuaku. Suasana desa yang sejuk, indah membuatku berat untuk meninggalkannya. Tetapi kini aku harus meninggalkan kenangan masa kecilku meninggalkan orang-orang terkasih dalam hidupku. Demi suami yang memberikan kebahagiaan untukku dan kedua orang tuaku. Malam sebelum aku pergi untuk mengikuti suami, kami berpamitan kepada mereka. "Pak, Bu. Besok Vina Mau pergi bersama Mas Ardian mungkin untuk waktu yang lama kami baru kembali, Vina harap Bapak dan Ibu memberikan restu untuk kami," ucapku berkata dengan mata ber kaca-kaca, sedih dan berat meninggalkan mereka. "Iya Pak, Bu, saya akan menjaga Vina dengan baik, saya sangat mencintainya sepenuh hati," sahut Mas Ardian suamiku sembari meraih tanganku, lalu di kecupnya lembut penuh cinta. "Bapak sama Ibu sudah nggak berhak mengatur hidup Vina, atau pun melarang. Karena tanggung jawab terhadap Vina sudah menjadi tanggung jawabmu sebagai Suami. Pesan Bapak sama Ibu, jangan kalian bertengkar, dan untukmu Vina, hormati Suamimu, karena ridho Allah, terletak pada ridho Suamimu, dan untuk Nak Ardian tolong bimbing dan jaga Istrimu, seperti engkau menjaga sholatmu, hanya itu pesan Bapak." Nasihat beliau untukku dan Mas Ardian. Kulihat di pelupuk mata Bapak, ada genangan air yang tertahan. Begitu juga dengan Ibu, yang terisak kecil, lalu kurengkuh mereka berdua dengan segenap kasih sayangku. Kini kami telah dalam perjalanan, dilepas dengan doa dan kasih mereka sepanjang masa. 'Beri mereka kesehatan dan keselamatan juga rejeki yang mengalir ya Allah, amiinn." Dalam hati kuucapkan doa untuk mereka. Di dalam bus, suasana terasa nyaman. Suamiku pun terlelap dalam mimpi. Mungkin karena lelah, dan juga dilanda rasa kantuk yang berat, karena hampir semalaman terjaga. Perjalanan kami telah memasuki jalan tol yang akan membawa kami ke daerah Bandung. "Yank kita langsung aja ke Bandung, enggak usah turun di Rawamangun, kejauhan soalnya yank." Suami menjelaskan kepadaku, sedangkan aku sendiri tak tau dengan nama daerah yang dikatakan olehnya. "Iiihh kan aku nggak tahu yank, dimana Rawamangun, di mana Bandung!" jawabku sedikit mencibir. "Kok sewot sih yank?" ledeknya. "Habisnya, kayak yang ngledek gitu." Aku semakin cemberut dan membuang tatapan keluar jendela. "Duuhh Istriku tambah cantik kalo ngambek." Mas Ardian masih tetap menggodaku, namun aku tak memberikan respon. "Aww, sakit hidungku yank!" teriakku sembari mengusap hidung yang menjadi sasaran cubitan Mas Ardian. "Upss maaf, soalnya kamu bikin aku gregetan yank, cup, cup cup!" ujarnya sembari mencivm kedua pipiku. Mas Ardian membujukku, supaya tak lagi merajuk. "Malu yank di dalam bus, bukan dirumah," jawabku ketus. "Biarin aja, dunia ini milik kita berdua, mereka hanya ngontrak," sambungnya sambil nyengir. Di rest Area 97 kami istirahat. Kami segera turun dan mencari toilet, untuk membersihkan tubuh yang terasa lengket. Setelah selesai kami menuju restoran untuk mengisi perut yang lumayan lapar. Mata kami mencari tempat yang strategis. Akhirnya kami menuju tempat duduk di dekat taman, yang sedikit terpisah dari yang lain. Si Mbak pelayan menghampiri kami. "Mau pesen apa Teh, A," tanyanya sambil menyodorkan daftar menu. "Bebek goreng, sop iga dua sama ayam goreng satu," jawabnya. "Hhmm teh manis dua." Si Mbak dengan cekatan mencatat seluruh pesanan kami. "Sebentar Teh, Aa ..." ucapnya sambil terus melirik Suami. Hhmmm! "Cantik ya pelayan tadi?" ketusku. "Cantikan Istriku." Mas Ardian meraih tanganku dan di kecup dengan mesra. "Gombaal," balasku sewot dan kualihkan pandanganku keluar restaurant. Tidak menunggu lama pesanan pun datang. Hhmmm ... Harum aroma ayam dan bebek membuat kami langsung menyantap tanpa sisa. "Alhamdulillah Ya Allah," ucap kami bersamaan. Di dekat taman yang ada pohon besar seukuran pelukan orang dewasa, ada seseorang yang duduk bersimpuh memeluk lutut, yang wajahnya tertutup rambut panjang tergerai. Bersambung05. Mahluk LainAda Ruang Tak Kasat Mata Di Kontrakan.Penulis:Lusia SudartiPart 05***Aku merubah posisi duduk menyamping dan membuang pandangan keluar. Agar tak melihat hal-hal yang membuat hatiku panas. Rupanya ia sadar akan perubahan sikapku. Lalu dengan sigap di rangkulnya pundakku. Aku menghindar dan kuturunkan tangannya. Suami pun terkejut melihat sikapku yang acuh bahkan menolak pelukannya.Akhirnya ia pun mengalah, lalu mengusap rambutku, namun aku tak peduli.Sedang wanita cantik yang duduk di depanku hanya tersenyum simpul.Suamiku Mas Ardian hanya diam tanpa bereaksi apapun.Sekitar beberapa menit kemudian elf memasuki daerah Cirebon, setelah melewati Plered, lalu sampailah kami di daerah Kedawung."Kiri Pak," kata suamiku saat sudah sampai di gang menuju kontrakan.Lalu sopir pun menghentikan elf di depan gang.Setelah membayar sejumlah ongkos, suami menggamit jemariku, melewati gang sempit yang hanya bisa dilalui kendaraan bermotor.Jalan gang begitu lengang, ada bangu
04. Mahluk LainTerdengar Suara Aneh Dari Bilik Sebelah.Penulis: Lusia SudartiPart 04***Akhirnya Mahluk si*l*n itu pun kabur, sambil tertawa melengking memekakkan gendang telinga."Alhamdulillah," ujarku sambil mengusap wajahku tiga kali.Aku pun merebahkan diri karena kelelahan. Dari bilik sebelah terdengar suara berisik dan samar-samar terdengar suara-suara aneh. Karena penasaran, aku pun mendekatkan telinga ke bilik yang terbuat dari bambu. Aahh huh, plok, plok, plok ...!Karena penasaran aku mempertajam pendengaranku, menempelkan kembali telingaku ke bilik bambu.Namun, aku masih tak mengerti dengan suara aneh di dalamnya."Duh suara itu kok aneh banget ya? Suara laki-laki dan perempuan. Tapi kok dingin-dingin begini suara orang pake kipas bambu! Aneh ...," gumamku, sambil menerka suara aneh tersebut."Ah masa bodoh lah!"Dari pada pusing mikir apa yang terjadi di bilik sebelah, aku pun kembali membaringkan tubuh yang serasa remuk."Vin, Vina!" Baru saja aku memejamkan kedua
03. Mahluk LainPenampakan Di Penginapan.Penulis: Lusia SudartiPart 03***Di dekat taman yang ada pohon besar seukuran pelukan orang dewasa, ada seseorang yang duduk bersimpuh, memeluk lutut dan wajahnya tertutup rambut panjang tergerai hingga menyentuh tanah.Karena waktu istirahat masih ada, aku gunakan untuk sekedar jalan-jalan di area taman, untuk merenggangkan otot kaki.Oleh terdorong rasa penasaran, kuhampiri perempuan yang duduk bersimpuh dibawah pohon tersebut."Mbak, Mbak kenapa? kok dari tadi saya lihat Mbak di sini ...?" tanyaku dengan ramah sembari menatapnya. Tetapi setelah beberapa kali aku bertanya, tetap tak ada jawaban dan tak berubah posisi duduknya.Hatiku mulai curiga! Seperti ada yang tidak beres, tiba-tiba bulu kudukku meremang.Aku pun bergegas pergi tanpa pamit.Setelah menjauh aku memberanikan untuk menoleh ke bawah pohon dimana wanita tersebut berada. Namun, alangkah terkejutnya aku disaat melihat kearah pohon tak ada siapapun. Aku mengedarkan pandangan
02. Mahluk LainMelati Terus Mengikutiku.Penulis : Lusia Sudarti Part 02**Huufffttt ...!Aku menarik nafas dan kuhempaskan nafas dengan sedikit kasar.'Kenapa sih kamu keras k3pala?" ketusku dalam hati.Aku melihat Melati seolah mempunyai beban di semasa hidupnya. Biarlah itu menjadi urusannya.'Baiklah Melati, akan kucari tau nanti," l1rihku.✨✨✨✨✨✨Suamiku, Ardian Prasetya, lelaki yang baru setahun lalu kukenal, lalu melamarku.Di hadapan kedua orang tuaku berjanji akan menyayangiku, melindungiku sampai akhir hayat.Dan sebulan kemudian kami resmi menjadi Suami Istri.Kini usia pernikahan kami pun genap setahun, namun belum juga di karuniai momongan.Kami pun tak mempermasalahkannya.Semua itu kehendak yang di atas.Dari dalam kafe kulihat suamiku, Mas Ardian kerepotan membawa dua buah cup teh hangat, dan dua buah pop mie yang telah diseduh.Senyum mengembang di bibirnya, saat kedua mata kami saling bertemu."Hai yank, maaf lama menunggu!" ujarnya sambil tersenyum. "Enggak pa-pa
01. Mahluk LainMerantau Penulis : Lusia Sudarti Part 01"Yank lama ya perjalanan dari Sumatera ke Jawa?" tanyaku penasaran. Karena aku tak pernah pergi jauh dari kampungku."Nggak kok yank, cuma dua hari satu malam," jawab suami sambil mengukir senyum."Aa-paa, cuma dua hari satu malam?" jawabku dengan rasa tak percaya.Suamiku hanya tersenyum mendengar kata 'tidak' percayaku."Cuma kok dua hari satu malam sih yank?" sungutku sambil cemberut."Uuhh jadi gemeees deh sama Istriku yang cantik ini," goda Suamiku, sembari mencivm keningku."Ihh malu tau, kan banyak penumpang," protesku seraya menoleh kiri dan belakang."Biarin aja, toh mereka juga enggak lihat," ucapnya.Seumur-umur memang aku baru pertama kalinya pergi jauh, bahkan sampai antar pulau seperti saat ini.Maklumlah, aku memang berasal dari keluarga yang kurang mampu.Jangankan untuk jalan-jalan atau sekedar beli pakaian, untuk makan pun pas-pasan.Aku dua bersaudara, satu lagi Kakak laki-lakiku yang kini telah berumah tang