Ara melirik Jean yang sudah tertidur pulas. Kedua mata Ara belum bisa diajak kerjasama. Badan Ara sudah sangat lelah, akan tetapi kedua mata Ara semakin lebar. Pastinya di dalam kepala Ara berkeliaran berbagai macam hal. Padahal jam sudah menunjukkan pukul satu malam.
"Fyuh, kenapa kecelakaan itu justru membuatku dilema? Dia sudah tidak ada hubungan apa-apa denganku, tapi kenapa aku masih belum ikhlas?" Bukan Ara tidak ikhlas akan hubungan Ryan dan Ellen, tapi Ara tidak ikhlas tentang hal lain. Ya, betul sekali. Ara tidak mengikhlaskan soal tempat tinggalnya. Susah payah Ara mengumpulkan uang dan bisa membeli sebuah rumah untuk melepas lelah, tapi rumah itu sekarang telah menjadi milik orang lain bahkan mungkin akan menjadi hak dari rentenir yang mengejar-ngejar Ara. Bahkan Ara juga belum menunjukkan rumah itu pada sang ibu. Hati dan pikiran Ara saat itu benar-benar berantakan. Rasanya dia ingin meluapkan semua emosinya, tapi kepada siapakah Ara akan meluapkan emosinya? Jawabannya tentu saja tidak ada, karena dua orang itu sudah berpindah alam. Banyak kenangan yang dilalui Ara dan Ryan, tapi kenapa Ellen harus menusuknya dari belakang? "Apakah aku kurang menarik?" ujar Ara lirih sambil matanya menatap langit-langit kamar dan akhirnya Ara terlelap dalam tidurnya. Pagi menyambut hangat. Saat Jean sudah bersiap untuk memulai aktivitasnya, gadis itu tidak melihat Ara. "Di mana dia?" Ternyata Ara sedang termenung. Jean mendekati Ara yang sedang berdiri di depan sebuah jendela kaca yang besar di salah satu sudut dapur. Ara terlihat melamun di sana, padahal masih jam kerja. Jean takut jika nanti ketahuan oleh Albertina atau Georgina, Ara akan kena tegur. Justru Jean khawatir jika Ara masih kepikiran soal berita kecelakaan kemarin siang. Jean menyentuh bahu Ara dan membuat gadis itu terkejut. "Kau baik-baik saja hari ini?" Ara menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku baik-baik saja kok. Pasti kau berpikiran jika aku sedih karena berita kecelakaan itu?" Ara menarik napas panjang kedua netranya menatap jauh ke seberang sana, lalu Ara membalikkan badannya dan berhadapan dengan Jean. "Semalaman aku tidak bisa tidur karena aku merenungkan diri. Aku berpikir untuk mencoba ikhlas akan semua yang aku alami, karena dengan ikhlas semua akan terasa ringan dan tidak ada beban. Aku pun mencoba untuk berdamai dengan diriku sendiri. *** Hari demi hari telah dilalui oleh Ara. Seminggu sudah Ara bekerja di rumah keluarga Chase dalam keadaan damai dan tentram. Hingga pada hari ke delapan sebuah pengumuman mengejutkan diumumkan oleh Georgina selalu asisten nyonya besar Marry. "Aku minta tiga orang di antara kalian mengantarkan makan malam ke kamar nyonya besar." Akhirnya terpilih Ara, Jean, dan satu orang maid lainnya untuk membawa makan malam ke kamar nyonya besar. Kesempatan itu tidak di sia-siakan oleh Ara yang sangat ingin menghirup udara segar. Ara ingin melihat suasana di luar dapur karena kehidupan dia sehari-hari hanya di sekitar dapur dan kamarnya saja. Ara terkesima dan dibuat takjub. Rumah tempat Ara bekerja seperti istana. Indah dan megah. Ara menatap langit-langit rumah dan setiap sudut rumah tersebut. Begitu sangat luas sehingga Ara lupa dari sudut pintu mana dia keluar. "Ara, percepat langkahmu," tegur Jean yang heran melihat Ara seperti orang kampung yang baru saja datang ke kota. Sampailah mereka di kamar Nyonya besar dan kembali Ara dibuat ternganga akan isi kamar nyonya besar yang super mewah. Ara sempat membandingkan kamar tersebut dengan rumah milik dirinya. 'Wah, luas kamar ini hampir sama persis dengan luar rumahku,' batin Ara. "Kalian letakkan saja makanan itu di meja dekat sofa," kata wanita tua yang duduk dengan kaki menyilang sambil tangannya memegang segelas anggur merah. Dengan cekatan ketiganya menaruh makanan itu di meja. Setelah menyelesaikan tugasnya dan memberi hormat segeralah ketiganya pamit. Namun, perasaan Ara masih dibuat kagum akan keindahan isi rumah keluarga Chase. Setelah keluar dari kamar nyonya besar, Ara dikejutkan dengan sebuah bola yang menggelinding dan menabrak sepatunya. Bola itu berasal dari kamar yang tidak jauh dari kamar nyonya besar, kamar yang hanya selisih satu kamar saja. Ara menunduk dan mengambil bola tersebut, lalu Ara menoleh dan mendapatkan seorang anak laki-laki sedang berdiri di ambang pintu sambil menatap bola yang dipegang Ara. "Bola ini milikmu?" Ara mengangkat tangan kanannya. Anak laki-laki itu mengangguk dan meminta bola itu. Ara mengulurkan tangannya dan anak laki-laki tersebut meraih bola itu lalu menutup pintu kamarnya. Celakanya Ara pada saat itu. Ara kehilangan jejak dari dua rekan kerjanya. Ara tampak bingung karena di sana ada banyak pintu. Ara tidak ingat pintu yang mana yang harus dia tuju. Ara berlari dan terus mencari, akan tetapi Ara tidak menemukannya. Gadis cantik itu terus berputar mencari pintu menuju ke dapur, tapi usaha Ara gagal hingga membuat Ara kebingungan dan kelelahan. Ara terlihat frustrasi karena Ara kembali berpijak di tempat di mana dia bertemu dengan anak laki-laki itu. "Apa aku tersesat? Aku bisa gila kalau begini." Ara mengacak-acak rambutnya. Ara kembali melangkahkan kakinya, akan tetapi tiba-tiba Ara menghentikan langkahnya karena telinga Ara dibuat penasaran oleh suara rintihan seorang perempuan. Ara melangkah beberapa langkah dan Ara tidak sengaja menoleh ke satu kamar yang pintunya terbuka lebar. Di waktu bersamaan kedua mata Ara beradu pandang dengan sepasang mata milik seorang pria tampan dan gagah tanpa busana yang tengah bercinta dengan sang istri. Ara terdiam mematung dengan mulut menganga. Ara tidak percaya dengan apa yang dia lihat detik itu juga. Ara melihat wanita itu dengan posisi duduk di atas pangkuan sang suami sedang melakukan penetrasi untuk memuaskan suaminya. Kedua mata pria tampan itu menatap tajam ke arah Ara tanpa sepengetahuan sang istri yang sedang sibuk bermain kuda. Hampir tiga puluh detik Ara tidak sadar, sebelum akhirnya tersadar dari lamunannya. Ara segera membalikkan badannya dan pergi dari tempat itu sebelum nona besar mengetahui jika dia mengintip. Hingga akhirnya hubungan suami istri itu selesai dan wanita itu sadar jika dia lupa menutup pintu kamarnya. "Maafkan aku sayang. Aku lupa menutup pintunya." Mengenakan piyama tidurnya sambil melangkah dan menutup pintu kamar. "Jacob sayang, apakah kau ingin aku puaskan sekali lagi," bujuk Mandy sambil meraba dada Jacob. "Tidak. Aku sudah tidak berselera," tolak Jacob sambil menikmati segelas Champagne. Sedangkan Mandy sibuk memberi rangsangan pada Jacob agar Jacob mau mengulangi aktivitas bercinta mereka. Ara dibuat panas dingin setelah menonton adegan panas tersebut. Wajahnya pucat ditambah lagi dia tersesat dan belum menemukan pintu untuk kembali ke dapur. "Ara!" Jean menepuk pundak Ara hingga membuat Ara terkejut dan hampir pingsan. Jantungnya serasa berhenti berdetak dan matanya sempat berkunang-kunang. Saat Ara ditanya oleh Jean, Ara hanya diam membisu. Ara masih terngiang-ngiang akan tajamnya sorot mata si pria tampan.Keadaan Ara begitu sangat mengenaskan. Perceraian yang dia alami membuatnya begitu sangat down. Semua memang salah dirinya sendiri hingga dia teringat bagaimana dulu dia bisa bertemu dengan Jacob.Flashback on.Ada pertemuan pasti akan ada perpisahan dan itu sudah pasti. Ara sangat sedih akan hal itu, tapi dia pun tidak mungkin berlama-lama tinggal di rumah Barnes. Namun, justru Barnes terlihat sedih. Laki-laki itu berpikiran jika dia tidak akan pernah bertemu dengan Ara lagi. Ara malah meledek Barnes hingga mereka berdua tertawa bersama.Ara benar-benar merasa terbantu, bahkan dia bisa melupakan kejadian yang telah menimpanya. Terlebih lagi dia bisa melupakan Ryan.Saat tiba di sebuah rumah yang elegan, Barnes berhenti. Barnes mengangkat kepalanya dan menatap rumah tersebut. Masih terlihat sepi, tapi di dalam sana pasti sudah disibukan dengan segala aktivitas."Apa kita sudah sampai?" kata Ara."Belum," balas Barnes."Lalu kenapa kita berhenti? Aku pikir kita sudah sampai tempat tuj
Mencari musuh memang sangat mudah dibandingkan mencari Damai. Banyak orang yang tidak sadar dengan kesalahan-kesalahan atau perlakuan buruk yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Apalagi musuh dalam selimut.Seperti halnya Joey yang memang selalu bermain sangat manis di depan Nyonya Merry, dia yang dulu begitu patuh dan nurut sekarang justru berbelot mengkhianati sang tuannya.Kini kembali Joey akan memainkan aktingnya. "Kau ingin membunuhnya?""Ya, benar. Aku ingin membunuhnya,""Begitu bencinya kau dengannya?" "Kau tidak perlu banyak bicara! Aku tidak suka dengan orang yang hanya omong kosong saja!""Aku tidak pernah bicara seperti itu. Bicara ku sesuatu fakta. Jika kau ingin bertemu dengannya, aku bisa mengatur jadwalnya," jelas Joey.Orang itu mengerutkan kedua alisnya seperti meragukan perkataan Joey. Kedua matanya tampak menatap Joey dari ujung rambut ke ujung kaki. "Meragukan!""Kenapa? Kau tidak mempercay
Wajah wanita paruh baya itu terlihat pucat. Dia berusaha menjauhi dari sana. Dari tempat arah pintu kayu tersebut tampak debu halus berjatuhan seperti di atas sana ada orang yang berjalan.Memang di atas sana ada dua orang yang sedang berjalan mondar-mandir seperti sedang mencari seseorang dan itupun terdengar dari bawah sana."Bagaimana? Ada?" "Tidak ada!""Tapi di sini ada jejak kaki. Mungkin dia pernah datang kemari, tapi setelah itu dia pergi,""Kita pergi dari sini. Kita bisa cari ke tempat lainnya."Setelah beberapa menit. Suasana kembali hening. Nyonya Merry dengan susah payah menenangkan kegalauan hatinya. "Siapa mereka? Apakah mereka anak buah Jacob? Ah——tidak mungkin. Anak buah Jacob tidak tahu tempat ini atau———" Nyonya Merry menggantungkan kalimatnya. Dia tidak percaya jika anak buahnya berkhianat. "Yang mengetahui tempat ini hanyalah dia, tapi dia pun tidak tahu jika di sini ada ruang rahasia."Nyonya Merry bangun dan melangkah pelan ke sebuah sofa. Rasa mabuknya mendad
Jacob dibuat terkejut dengan suara itu. Dia panik dan berlari keluar. Saat hendak membuka pintu, pintu itu sudah terbuka duluan dan para dokter masuk ke dalam."Dok, putraku kenapa?" tanya Jacob khawatir."Lebih baik Tuan Jacob menunggu di luar saja. Kami akan memeriksa pasien." Sang dokter meminta Jacob untuk keluar, tapi Jacob kekeh ingin tetap di sana. Terjadilah keributan di ruangan itu yang memancing Jaden untuk bergerak mendekati. Bocah tampan itu melangkah masuk melewati keributan antara dokter dengan ayahnya. Dia melangkah sambil memperhatikan ketika orang yang tengah sibuk menarik satu dengan yang lainnya. Ada beberapa perawat yang berdiri di samping kanan dan kiri sisi Harry serta seorang dokter yang menekan-nekan dadanya. Jaden melihat semua aktivitas mereka tanpa berkedip sedikit pun.Jaden terus melangkah mendekati ranjang yang di mana di sana tergeletak tubuh lemas dan dalam keadaan kritis. Tidak ada yang menghalangi Jaden untuk menuju ke arah sana. Dia terus melangkah
Bawahan Jacob yang merupakan tangan kanannya itu mengerahkan semua anak buahnya. Mereka semua menyebar ke seluruh pelosok kota Blackfort. Jacob meminta semuanya untuk menelitik setiap pojok kota. Saat dia kembali ke meja makannya untuk melihat semuanya makan, terutama asupan gizi sang putra. Jacob sendiri memesan burger untuk mengganjal perutnya.Mereka berempat masih berada di rumah sakit. Menunggu kabar baik.Kurang lebih 30 menit berlalu, mereka kembali ke ruang di mana Harry masih dalam penanganan serius. Saat mereka menunggu dengan hati gundah gelisah, tiba-tiba seorang dokter menghampiri Jacob."Tuan, bisa ikut saya sebentar. Ada hal penting yang ingin saya sampaikan," ajaknya.Jacob pun mengikuti dokter itu masuk ke dalam sebuah ruangan. Dia duduk di depan sang dokter."Bagaimana, dok?" tanya Jacob yang begitu penasaran."Tuan Jacob, setelah kami teliti ternyata racun itu adalah racun serangga," jelasnya."Racun serangga?" Jacob mengerutkan alisnya. Telinga Jacob seperti famil
Pria itu terlihat sedang menghubungi seseorang. Dia sibuk berbicara seperti sedang menjelaskan sesuatu. Beberapa menit setelah memasukkan ponselnya ke saku, Jacob keluar dari kamarnya dan melangkah mendekati Faye yang tengah menyapu lantai kamar Harry."Kau!" panggil Jacob. Faye menoleh dan menganggukkan kepalanya. Lantas segera berlari mendekati sang tuan."Iya, tuan," balasnya."Selesai membereskan kamar Harry, bereskan juga kamarku. Kau bisa ajak beberapa maid lagi untuk membantu," pinta Jacob. Faye menganggukkan kepala dan mundur beberapa langkah saat Jacob berlalu dari sana.Jacob menuruni anak tangga dan dia sudah melihat dua orang sedang menunggunya di ruang depan. Jacob menghampiri mereka berdua. Kedua orang itu tidak lain adalah pengawal kepercayaan Jacob spek Intel."Kalian pahan kan tugas kalian kali ini. Jika dia hidup, bawa langsung ke hadapanku, tapi jika dia mati konfirmasi padaku dan aku akan ke lokasi," perintah Jacob."Saya rasa itu mungkin akan sangat berbahaya, tu
Tiba-tiba Harry melotot dan kejang-kejang, lalu tubuhnya ambruk ke lantai disertai keluarnya busa dari dalam mulutnya. Jaden yang melihat hanya berdiri dan dipeluk oleh Faye agar tidak melihat kejadian itu. Namun, karena rasa penasaran dalam diri Jaden. Bocah itu tetap mencari celah untuk melihat apa yang tengah terjadi pada Harry.Liz dan Nat menjadi panik dan bingung serta berteriak keras. Beruntung siang itu saat kejadian Jacob sudah sampai di rumah. Saat keluar dari dalam mobil, Jacob yang mendengar teriakan histeris langsung berlari masuk ke dalam rumah.Kejang-kejang yang dialami oleh semakin hebat serta busa yang keluar dari mulutnya semakin banyak. Hal itu pun membuat Jaden menangis karena ketakutan. Terlebih lagi para maid yang berusaha untuk menolong Harry.Sampai di sana Jacob terperanjat melihat tragedi di dalam kamar itu. Dia pun tanpa basa-basi mendekati Harry dan menggendongnya.Tangisan Jaden, teriakan para maid yang memanggil tuan muda--tuan muda membuat gempar seisi
Jacob keluar dari kamarnya dan melihat pintu kamar Jaden terbuka. Lantas pria itu masuk ke dalam kamar Jaden dan mendapatkan dua bocah berada di sana. Saat Harry melihat Jacob masuk, bocah itu berlari dan memeluknya.Harry terlihat sangat manja pada Jacob. "Ayah, aku ingin ibu. Jaden bilang jika dia punya seorang ibu yang sangat baik dan perhatian," rengek Harry sambil menunjuk Jaden yang duduk bersila di atas ranjangnya. Jaden memasang muka datar pada Jacob saat Jacob menatap Jaden.Jacob membelai lembut rambut Harry dan memberinya sedikit pengertian. "Secepatnya kau akan mendapatkan ibu.""Benarkah, ayah?" sahut Harry antusias. Jacob pun menganggukkan kepalanya.Padahal Jacob sendiri masih bingung mencari cara untuk membawa Ara kembali ke rumah megah itu. Namun, Jacob tidak pernah berhasil. Di saat ada kesempatan untuk bersatu, tapi keduanya malah justru terlihat canggung dan renggang.Mendengar kabar baik itu, Harry terlihat bahagia dan dia sangat antusias serta terus merengek——mer
Nyonya Merry begitu sangat marah karena kerja kerasnya harus sia-sia. Dia tidak ada niat untuk mendekati dua bocah itu. Tentunya dia akan mencari cara lain lagi, karena bagi wanita itu kedua bocah itu adalah musuh yang harus dilenyapkan guna memuluskan rencana dari wanita iblis itu.Usut punya usut, ternyata minuman yang akan diminum oleh Jaden tadi telah diberi racun serangga oleh Nyonya Merry, tapi berkat aksi Harry membuat saudaranya itu bisa terselamat. Harry adalah malaikat tak bersayap yang selalu menolong Jaden selama di rumah itu. Jaden yang selalu menjadi target kemarahan atas ancaman yang selalu diberikan oleh Nyonya Merry. Cukup beruntung karena memiliki hari Sang Penyelamat dan penyelamat itu pula yang dulu dibawa oleh wanita iblis itu sendiri.Harry sebenarnya terlihat normal seperti biasa, tetapi kadang dia kesulitan menggerakkan tubuhnya yang terkadang tidak sinkron dengan perintah otaknya. Harry juga sangat manis, meski kadang cukup kesulitan berbicara dengan baik da