Mendengar teriakan sang nyonya tua, Albertina dan Georgina berlari menghadap Nyonya Marry. Wanita tua itu terlihat sangat kesal. Mandy sempat melarang ibunya itu, akan tetapi Mandy adalah anak yang selalu disetir oleh ibunya. Mandy tidak bisa melarang kehendak sang ibu. Namun, malam itu Mandy berani memprotes ibunya.
"Ibu, sudahlah. Tidak perlu diperbesar. Tamu ku dari Korea, wajar saja jika aku meminta para chef untuk memasak masakan Korea," tutur Mandy. Mendengar penuturan Mandy, Marry memilih diam. Terlebih lagi saat para tamu mengomentari tentang menu makan malam pada saat itu. "Siapa yang memasak sup kuah ini? Rasanya sama persis seperti yang ada di negara Korea," puji salah satu tamu. Mandy langsung menyuruh Albertina dan Georgina untuk kembali ke tempatnya. Marry pun membalikkan badannya dan tersenyum pada tamu itu, begitu juga dengan Mandy. "Benarkah?" ujar Marry memastikan. Tamu itu menganggukkan kepalanya. "Kami memang punya chef yang sangat berpengalaman. Itupun kami dapat dari seleksi yang ketat." "Saya berharap kalian puas dengan jamuan kami," timpal Mandy. "Tentu saja kami sangat puas. Kami harap anda segera mungkin mengabari kami, Nyonya Mandy." "Hmm ... saya akan mendiskusikannya terlebih dahulu dengan suami saya. Nanti saya akan mengabari anda." Mandy berjabat tangan. Setelah para tamu pergi, beberapa maid mengambil piring-piring kotor dan merapikan meja makan. Kemudian Mandy menyuruh Georgina untuk menyiapkan menu makan malam kedua. Tentunya menu makan malam untuk Jacob dan Albert. "Suami mu pulang jam berapa?" tanya Nyonya Marry. "Mungkin Jacob akan pulang seperti biasanya," jawab Mandy. "Lalu buat apa kau menyuruh Georgina untuk memasak lagi. Bukankah seperti biasanya Jacob akan makan malam di luar dan membawa sesuatu untuk Albert," tekan Marry. "Sudahlah bu, aku sedang malas berdebat." Mandy berlalu dari hadapan Marry. Mandy menaiki anak tangga menuju kamarnya. Mandy sempat berhenti di kamar Albert saat mengetahui pintu kamar anak itu terbuka. Mandy hanya berdiri di depan pintu, wanita itu enggan masuk ke dalam kamar Albert. Tidak lama setelah itu dua orang maid keluar dari kamar Albert. "Selamat malam, nyonya muda," sapa maid itu. "Anak itu sudah makan malam?" tanya Mandy. "Sudah nyonya." "Baiklah. Kalian boleh kembali ke dapur." Kedua maid itu segera kembali ke dapur dan Mandy pun masuk ke dalam kamar. Wanita itu duduk di depan kaca rias sambil memperhatikan wajahnya sendiri. Kemudian Mandy berdiri dan pindah ke kaca cermin yang lebih besar. Dia berputar-putar di depan cermin dan memperhatikan tubuhnya sendiri dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Sempurna. Ehm ... adakah yang harus dirubah lagi?" ucapnya pada dirinya sendiri. Mandy terlihat bangga dengan bentuk tubuhnya. Mandy sungguh ingin terlihat sempurna di mata pria terutama suaminya, Jacob. Memang tidak salah jika Mandy menikahi Jacob karena pria kaya raya itu tidak pernah telat memberinya uang untuk kebutuhan pribadinya. Mandy dan ibunya sering berfoya-foya menghabiskan uang Jacob, akan tetapi Jacob tidak pernah protes ataupun marah setiap kali Mandy meminta uang padanya. Jacob adalah pewaris tunggal di keluarga Chase. Selama menikah dengan Mandy, Jacob belum dikaruniai seorang anak hingga Jacob mengadopsi Albert. Namun, kehadiran Albert sama sekali tidak disukai oleh Mandy dan Marry karena Jacob lebih memperhatikan Albert. *** Hari ketiga Ara kerja di rumah keluarga dan Ara sudah mendapat pujian atas masakan yang dihidangkan untuk tamu Nyonya Mandy. Ara pun mendapat kepercayaan untuk memasak masakan asing karena skill Ara dinilai bagus dalam memasak masakan dari negara lain. Ara pun menjadi buah bibir di kalangan maid senior dan juga maid pria. Hal itu tidak membuat Ara besar kepala, Ara tetaplah gadis polos dan lugu. "Hei ... kau sudah melihat berita terbaru yang sedang ramai?" Seorang maid mengeluarkan ponselnya di jam istirahat siang. "Lihatlah ada sebuah kecelakaan yang menewaskan sepasang kekasih," lanjutnya. "Mana coba, aku ingin melihatnya," kata Jean penasaran. Jean menerima uluran ponsel dari rekannya dan melihat berita kecelakaan tersebut. Ara ikut melihat dan Ara membulatkan matanya dengan sempurna. Ara sampai tersedak makanan yang sedang dia dikunyah. "Uhuk ... uhuk ...." Ara menepuk-nepuk dadanya sendiri. Jean segera menuangkan air ke dalam gelas lalu memberikannya pada Ara. Ara menegak air tersebut beberapa kali. Mata Ara merah berair akibat tersedak makanan itu. "Pelan-pelan dong makannya," celoteh Jean. Ara tersenyum nyengir. "Kau ini kenapa sampai bisa tersedak makanan?" "Tidak ada," sahut Ara singkat. Sebenarnya Ara masih ingin membaca berita itu, tapi karena Ara tidak membawa ponsel jadi Ara mengurungkan niatnya. Ara hanya ingin memastikan apakah benar itu adalah mereka. Sepanjang siang sampai malam Ara terus memikirkan tentang kecelakaan tersebut. Beruntung selama mengerjakan pekerjaannya Ara tidak pernah melakukan kesalahan. Ara masih bisa fokus sampai dia menyelesaikan pekerjaannya. Jam kerja telah usai. Tepat jam 9 malam seperti biasa para maid masuk ke kamar masing-masing. Ara mencuci tangannya dengan sabun lalu mengeringkan tangannya dengan kain lap yang ada di sisi keran. Setelah itu Ara melepaskan apron yang dia kenakan lalu menggantungnya di hanger. Ara dan Jean berjalan menuju kamarnya. Mereka berdua sempat berceloteh berebut untuk buru-buru mandi. Akhirnya Ara yang memenangkannya. "Aku mandi dulu, Jean." Ara keluar dari kamarnya dan segera mandi. Jean memilih untuk istirahat duduk terlebih dahulu sambil melipat jemuran. Sepuluh menit kemudian, Ara sudah selesai mandi. Dia masuk kamar sambil mengusap rambut basahnya. Giliran Jean yang mandi. Sambil menunggu Jean selesai mandi, Ara mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer. Setelah mengeringkan rambutnya Ara naik ke atas ranjang dan Jean masuk ke dalam kamar, berjalan sambil mengelap pipinya. Jean melirik Ara yang tengah sibuk dengan benda pipih nya. Jean duduk di sisi ranjang dan menatap Ara. "Berita kecelakaan yang tadi siang itu———" Ara menggantungkan kalimatnya. Dia terfokus pada sesuatu. Jean memiringkan kepalanya, penasaran dengan kalimat Ara. Ara menarik napas panjang saat menyadari memang benar itu adalah mereka. Seperti apapun rasa sakit hati yang dirasakan Ara pada Ryan dan juga Ellen, tapi saat mengetahui mereka lah korban kecelakaan tabrak lari, hati Ara mendadak ngilu. "Ra, kenapa? Ada yang salah dengan berita kecelakaan itu?" Jean berdiri dan duduk di ranjang Ara. Jean sempat melongok melihat ponsel yang sedang digenggam oleh Ara. "Mereka——mereka telah meninggal." Mata Ara berkaca-kaca. "Mereka siapa, Ra?" Ara menarik napas panjang, mencoba menetralkan rasa hati yang bercampur aduk jadi satu. Ara memang benci pada mereka berdua, tapi sekarang justru rasa benci itu berubah menjadi rasa kasian. Ara pun menceritakan semuanya pada Jean secara detail. Jean menenangkan hati Ara dengan mengusap punggung Ara dengan lembut. "Ara, hukum karma itu ada. Siapa yang menabur-nya, dia-lah yang akan menuai-nya."Tanpa mereka sadari. Kejadian nahas yang menimpa Ara disaksikan langsung oleh Jaden. Di mana Jacob memang sengaja mengajak Jaden untuk menjemput ibunya pagi itu. Namun, karena sesuatu yang tertinggal di mobil, dia harus kembali dan melihat pertengkaran yang terjadi diantara mereka. Jaden hanya diam dan tidak berekspresi, tidak menangis atau bahkan panik. Jaden hanya diam seakan tubuhnnya mati rasa dan tidak bisa lagi memperlihatkan ekspresi marahnya. Mungkin karena terlalu sakit yang dia rasa dan terlalu hancur hati kecil malaikat tampan itu melihat sang ibu kini tergeletak bersimbah darah di sisi jalan. "Ara!" Kaki Jacob serasa lemas tidak bertenaga. Sama halnya dengan Tobey, tetapi dia segera bergegas menerjang mobil yang berkeliaran lalu lalang di jalan raya. Dia segera menghampiri Ara. Ara terlihat terkulai lemas dengan ekspresi wajah tersenyum. Sulit untuk membayangkan melihat orang-orang yang kita cintai pergi dengan cepat. "Ara," ucap lirih Tobey dengan suara sendu. T
Hati Tobey sungguh hancur dan dia begitu terlihat sangat menyedihkan. Begitu pula dengan Ara. Namun, dia harus segera pergi dari sana untuk menuntaskan segala penderitaannya. Tobey segera membelakangi Ara dan berjalan cepat pergi meninggalkan wanita yang dia cintai sejak kecil. Ara menangis sejadi-jadinya. Tangannya tidak mampu lagi menghalangi kepergian Tobey yang telah jauh meninggalkannya. Sementara di luar sana, ada tangan hangat Jean yang segera membantu Tobey mengusap kepiluan hati yang selama ini dia sembunyikan. Saking hancurnya hati itu, bahkan Tobey terlihat begitu lemah di hadapan Jean. Pria itu segera menangis sekuat-kuatnya sambil memeluk tubuh Jean, mengingat setiap waktu yang dia buang sia-sia untuk mengambil cinta pada Ara. "Harusnya aku sadar sejak awal," ungkap Tobey lirih dengan suara bergetar dan bulir bening menetes di pipinya. "Kau pria baik, kau pria hebat," ungkap Jean yang juga tidak bisa menahan sedih. Dua orang yang dia kasihi harus berakhir tragis
Berita ditemukan sesosok mayat disekitar jurang membuat Harry dan Jaden terperanjat. Berita itu muncul di televisi dan sempat lupa disensor sehingga wajah korban terpampang jelas. Tentunya hal itu membuat Harry bertanya pada Jacob. Berhubung berita di televisi dengan gamblangnya menyebutkan bahwa itu adalah murni kecelakaan tunggal. Jacob tidak banyak bicara dalam menjelaskan pada sang putra, Harry. Terlebih lagi, Jaden sang putra kandungnya hanya cuek dan tidak bertanya hal yang aneh. Mungkin karena Jaden belum begitu mengenal sosok sang nenek. "Harry, kau sekarang bisa tenang, karena sudah tidak ada orang yang membuatku takut," jelas Jacob. "Ayah--bolehkan--hmm, kita menjenguknya untuk terakhir kali," celetuknya dengan kepala menunduk ke bawah dan jari jemarinya bermain di sana. Jacob menoleh menatap sang putra yang tertunduk. Pria itu begitu heran pada putra angkatnya. Padahal dia adalah termasuk korban yang hampir saja kehilangan nyawanya karena racun serangga yang sengaja dit
Akhir hidup yang mengenaskan. Wanita paruh baya itu jatuh menggelinding di jurang dan Jacob pun melaporkannya sebagai kecelakaan. Tak butuh menunggu lama di tempat kejadian, Jacob pun menyuruh TJ untuk segera pergi dari sana."Tuan, bagaimana dengan dokumen ini?" tanyanya sebelum pergi dari sana. Jacob melihat dokumen palsu itu berceceran di jalanan. "Bukankah dokumen itu ada nama anda? Jika semua dokumen itu tidak dibawa, maka anda bisa jadi tersangka utama," jelasnya.Jacob menarik napas panjang. "Tenang saja. Itu dokumen palsu. Tidak ada namaku di sana. Hanya ada nama Mandy," jelasnya.Setelah itu mobil pun bergegas pergi dari sana. Sebelum kembali ke rumah sakit, Jacob meminta TJ untuk tidak memakai mobil itu dalam jangka lama, karena pastinya polisi akan mengusut tuntas kasus kematian wanita tua itu.Satu persatu orang yang ada di belakang Nyonya Merry ditangkap termasuk Joey. Namun, tidak dengan TJ yang memang dia memakai identitas palsu.***Satu masalah sudah selesai. Tinggal
Memang tidak ada yang bisa disalahkan atas takdir yang terjadi, tapi peran utama-lah yang bisa disalahkan, karena dia tidak tegas dalam mengambil keputusan serta masih labil. Ara yang dari pertama sudah diberi nasihat oleh ibunya untuk tidak gegabah dengan seseorang, akan tetapi nasihat itu sirna saat Ara terperdaya oleh rayuan Jacob.Karma memang nyata. Entah itu datang lebih cepat atau lebih lambat, tapi itulah yang akan membuatmu merasa sangat berdosa pada diri sendiri."Semua memang salahku. Aku harus bagaimana jika bertemu dengan ibu?" ***Tawa keras membahana mengisi ruangan tersebut. Dia begitu sangat puas. Dia merasa jika hal itu begitu sangat gampang."Dasar wanita serakah. Begitu mudahnya kau masuk dalam perangkapku. Baiklah, aku harus bermain manis demi kelancaran kerjasama ini."Wanita paruh baya itu telah mengambil keputusan. Justru di sinilah semua orang berupaya berakting untuk saling menjebak. Semua orang sibuk mencari satu orang dan satu orang itu mendadak menjadi se
Keadaan Ara begitu sangat mengenaskan. Perceraian yang dia alami membuatnya begitu sangat down. Semua memang salah dirinya sendiri hingga dia teringat bagaimana dulu dia bisa bertemu dengan Jacob.Flashback on.Ada pertemuan pasti akan ada perpisahan dan itu sudah pasti. Ara sangat sedih akan hal itu, tapi dia pun tidak mungkin berlama-lama tinggal di rumah Barnes. Namun, justru Barnes terlihat sedih. Laki-laki itu berpikiran jika dia tidak akan pernah bertemu dengan Ara lagi. Ara malah meledek Barnes hingga mereka berdua tertawa bersama.Ara benar-benar merasa terbantu, bahkan dia bisa melupakan kejadian yang telah menimpanya. Terlebih lagi dia bisa melupakan Ryan.Saat tiba di sebuah rumah yang elegan, Barnes berhenti. Barnes mengangkat kepalanya dan menatap rumah tersebut. Masih terlihat sepi, tapi di dalam sana pasti sudah disibukan dengan segala aktivitas."Apa kita sudah sampai?" kata Ara."Belum," balas Barnes."Lalu kenapa kita berhenti? Aku pikir kita sudah sampai tempat tuj