Waktu terus berlalu dengan cepat dan Jaden mendapat beasiswa dari sebuah sekolah elite di Blackfort. Tempat itu akan melatih khusus kemampuan daya pikir Jaden yang luar biasa."Apakah anda setuju?" tanya seorang wali kelas Jaden yang memberikan tawaran kesempatan emas itu."Apakah semuanya tidak bisa dilakukan di Kota Daeson?""Nyonya, kemampuan yang dimiliki Jaden harus diasah. Dia akan menjadi kebanggaan negara dan akan mendapatkan penghormatan atas kemampuan yang dia miliknya. Itulah kenapa kami menyarankan akan lebih baik jika Jaden berada di Blackfort." Ara terlihat sangat bimbang. Dia tidak bisa menerima itu dengan baik. Namun, dia teringat cita-cita sang putra yang ingin jadi profesor dan itu membuat Ara kesulitan untuk memutuskan iya atau tidak."Tolong, beri aku waktu untuk memikirkan ini. Aku juga ingin berdiskusi dulu dengan suamiku."Wali kelas Jaden menghela napas, "Nyonya, Jaden adalah anak yang sangat langka. Dia adalah anak yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata.
Singkat cerita Yosep telah berhasil menemukan alamat tempat tinggal Jacob Chase dan juga pastinya Nyonya Merry yang ditulis oleh Mandy pada surat terakhir yang dia titipkan pada Yosep.Mandy sendiri sengaja mencantumkan alamat yang salah di surat itu untuk menghambat langkah Yosep memberikan surat tersebut agar supaya dia lebih dulu yang meninggal dunia ketika surat itu sampai pada orang-orang yang dituju.Kedua surat itu akhirnya dia sampaikan pada orang-orang yang tepat enam bulan setelah kematian Mandy.Yosep menaiki sepeda motornya mengelilingi kota Blackfort hanya untuk mencari sebuah alamat. Yosep sempat putus asa karena alamat yang tercantum tidak jelas. Kadang Yosep kesasar ke tempat pemakaman.Kedua tangannya meraup ke mukanya sendiri. Pria itu sedikit menggerutu karena kesal."Mandy ... kau sungguh merepotkan," keluhnya kesal.***Saat Yosep menerima berkas yang ditinggalkan ke dia dari Mandy, kedua tangannya bergetar saat membukanya. Yosep mengeluarkan sebuah dokumen yang
Tugas Yosep belum selesai. Masih ada satu surat yang belum disampaikan ke penerimanya. Ya, surat milik Ara. Surat itu masih dipegang oleh Yosep karena dia belum bertemu dengan Ara. Kemarin saat di rumah Jacob, salah satu pekerja mengatakan bahwa Ara sudah tidak bekerja di rumah itu. Yosep menghela napas panjang. "Aku harus mencarinya ke mana lagi?" Pria itu menatap lekat sebuah surat yang tengah dia pegang. "Atau aku buang saja?" Dia berpikir sesaat. "Jika kubuang surat ini maka aku yang berdosa pada Mandy, tapi jika tidak kubuang——ah, sudahlah. Pasti nanti akan ada jalan keluarnya. Aku yakin, aku akan bisa menemukan si penerima surat ini." Yosep kembali memasukkan surat itu ke dalam tasnya. Walaupun Yosep secara jujur menaruh hati pada Mandy dan dari lubuk hatinya juga Yosep ada rencana untuk menghalalkan wanita itu, tapi semuanya tidak sesuai dengan harapan Yosep. Sebelum meninggal justru Mandy sudah terang-terangan menolaknya bahkan wanita itu tidak ingin dibawa ke rumah sakit
Ara terperanjat kaget dengan mulut menganga saat mengetahui sosok pria yang menghentikan langkahnya. "Kita bertemu lagi setelah sekian lama!" "Tuan Jacob?" Ara benda-benda tidak percaya dengan apa yang telah dia lihat. Pandangan Jacob langsung teralih pada perut Ara yang membuncit. Dia terdiam sesaat terlihat tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat itu. "Bagaimana kabarmu?" tanya Jacob sambil berjalan mendekati Ara. "Aku baik-baik saja dengan kehidupanku!" "Bahagia? Aku tidak percaya dengan semua bualanmu itu." Ara yang mendengus dan mengalihkan pandangannya dari Jacob. Wanita itu mencoba melanjutkan perjalanan mengakhiri pembicaraan dengan Jacob, tapi sepertinya itu semua belum ingin diakhiri oleh Jacob. Pria itu pun menarik tangan arah untuk mencegahnya pergi. "Di mana anakku?" "Anak siapa yang kau maksud? Lupakan itu dan tolong jangan usik hidupku!" ujar Ara ketus menepis tangan Jacob yang menggenggam erat lengannya. "Aku benar-benar menyesalinya. Aku pun baru mengeta
Jacob tersenyum sengit saat dia sudah mendapatkan rekaman CCTV tersebut. Tentunya dia bisa membungkam kebusukan orang itu.Namun, sepertinya Jacob punya rencana lain untuk orang tersebut. Dia enggan bertindak langsung dalam waktu dekat. Dia ingin memberi pelajaran dulu pada orang tersebut.Setelah selesai dengan urusannya di Cafe tersebut, Jacob langsung kembali ke rumah sakit dan ternyata Ara pun belum siuman.Harap-harap cemas itulah yang dirasakan oleh Jacob saat menunggu Ara sadar. Ara memang sudah ditangani oleh dokter yang berpengalaman, tapi Jacob juga harus bersiap menerima konsekwensinya. Ketika Ara sadar, pastilah Jacob juga akan menjadi sasaran amukan pada diri Ara."Apapun yang terjadi aku tetap akan bertanggung jawab karena dari pertama dokter bilang untuk mencari suaminya dan aku lah yang menawarkan untuk memegang tanggung jawab pada diri Ara." Semua Jacob lakukan karena dia masih sangat mencintai Ara.Jacob masih punya keinginan untuk bersatu dengan Ara setelah kejadian
Sebuah suara keluar dari benda yang sedang dipegang oleh Jacob dan pastinya wanita paruh baya itu mengenali suara tersebut. Ya, Nyonya Merry merasakan seluruh badannya bergetar hebat. Darahnya berdesir hingga terasa nyeri. Kedua kakinya tidak mampu lagi untuk menopang badannya."Ibu mengenali suara siapa?" tanya Jacob menatap tajam pada mertuanya. Seolah tatapan itulah yang mencerca Nyonya Merry. Kenapa ibu diam?""I-ibu ti-dak mengenali suara itu. Memangnya itu suara siapa?" sangkalnya.Jacob tersenyum smirk. Dia tahu jika mertuanya itu sebenarnya ketakutan. Sudah bisa dilihat dari wajah wanita paruh baya itu."Oh, jadi ibu tidak mengenali suara itu?""I-iya. Tentu saja!" Mendadak suara gugup itu meninggi.Suasana hening sebenar. Jacob masih terus memperhatikan mertuanya dan sang mertua berusaha untuk menutupi kegugupannya."Bagaimana jika begini?" Jacob menunjukan sesuatu pada Nyonya Merry. Pria itu menunjukkan senyum sengitnya pada wanita paruh baya yang berdiri tidak jauh dari tem
Nyonya Merry masih bisa berkeliaran bebas dan keluar masuk ke dalam rumah Jacob, tapi si empunya rumah pun sudah punya taktik tersendiri untuk mengawasi si musuh dalam selimut. Jacob pun tidak membiarkan seseorang yang berhati iblis tinggal di rumahnya lebih lama lagi. Terlebih lagi status dia bukan lagi mertuanya, tapi anehnya si wanita paruh baya itu belum juga menyadarinya.Dia masih bisa menemui bawahannya atau mungkin sedang berusaha merencanakan sesuatu."Nyonya, apa kita harus tetap mencarinya?" ujarnya memberanikan diri untuk bertanya karena sebelumnya dia merasa takut karena wajahnya sudah tidak bersahabat.Nyonya Merry mengangkat kepalanya. "Apa penjelasanku kurang jelas! Kalian dibayar untuk melakukan tugas ini. Aku membayar kalian semua dengan nominal yang cukup besar. Aku tidak mau tahu, kalian harus selesaikan tugas itu dan kalian harus bisa mendapatkan apa yang ku maksud. Paham!" Wanita tua itu menggebrak meja dan begitu saja pergi dari sana.Empat orang bawahannya yang
Yosep berdiri terkejut saat membukakan pintu untuk sang tamunya. Tamu yang memang tidak asing lagi bagi Yosep karena beberapa hari sebelumya dia sudah pernah bertemu dengannya. Yosep mempersilakan Jacob untuk masuk ke dalam rumahnya. Jacob pun masuk ke dalam rumah dan duduk setelah tuan rumah mempersilahkan dia untuk duduk. Jacob menyebarkan pandangannya ke seluruh rumah tersebut. Awal mulanya Jacob agak sedikit risih dengan keadaan rumah Yosep, karena rumah tersebut lumayan cukup berantakan. Tuan rumah pun bergegas merapikan sedikit barang-barang yang berserakan di ruang tamu, dia membersihkan ruang tamu dengan tersenyum dan agak sedikit malu. "Maaf, rumahku agak berantakan. Ya, memang begini-lah keadaannya." Yosep menatap Jacob yang tidak berekspresi sama sekali. "Kau mau minum apa? Aku hanya punya air mineral dingin," lanjut Yosep menawarkan minuman untuk sang tamu. Jacob memperhatikan Yosep dengan seksama, lalu dia tersenyum, "Boleh." Yosep pun mengambil dua botol air mineral
Wajah wanita paruh baya itu terlihat pucat. Dia berusaha menjauhi dari sana. Dari tempat arah pintu kayu tersebut tampak debu halus berjatuhan seperti di atas sana ada orang yang berjalan.Memang di atas sana ada dua orang yang sedang berjalan mondar-mandir seperti sedang mencari seseorang dan itupun terdengar dari bawah sana."Bagaimana? Ada?" "Tidak ada!""Tapi di sini ada jejak kaki. Mungkin dia pernah datang kemari, tapi setelah itu dia pergi,""Kita pergi dari sini. Kita bisa cari ke tempat lainnya."Setelah beberapa menit. Suasana kembali hening. Nyonya Merry dengan susah payah menenangkan kegalauan hatinya. "Siapa mereka? Apakah mereka anak buah Jacob? Ah——tidak mungkin. Anak buah Jacob tidak tahu tempat ini atau———" Nyonya Merry menggantungkan kalimatnya. Dia tidak percaya jika anak buahnya berkhianat. "Yang mengetahui tempat ini hanyalah dia, tapi dia pun tidak tahu jika di sini ada ruang rahasia."Nyonya Merry bangun dan melangkah pelan ke sebuah sofa. Rasa mabuknya mendad
Jacob dibuat terkejut dengan suara itu. Dia panik dan berlari keluar. Saat hendak membuka pintu, pintu itu sudah terbuka duluan dan para dokter masuk ke dalam."Dok, putraku kenapa?" tanya Jacob khawatir."Lebih baik Tuan Jacob menunggu di luar saja. Kami akan memeriksa pasien." Sang dokter meminta Jacob untuk keluar, tapi Jacob kekeh ingin tetap di sana. Terjadilah keributan di ruangan itu yang memancing Jaden untuk bergerak mendekati. Bocah tampan itu melangkah masuk melewati keributan antara dokter dengan ayahnya. Dia melangkah sambil memperhatikan ketika orang yang tengah sibuk menarik satu dengan yang lainnya. Ada beberapa perawat yang berdiri di samping kanan dan kiri sisi Harry serta seorang dokter yang menekan-nekan dadanya. Jaden melihat semua aktivitas mereka tanpa berkedip sedikit pun.Jaden terus melangkah mendekati ranjang yang di mana di sana tergeletak tubuh lemas dan dalam keadaan kritis. Tidak ada yang menghalangi Jaden untuk menuju ke arah sana. Dia terus melangkah
Bawahan Jacob yang merupakan tangan kanannya itu mengerahkan semua anak buahnya. Mereka semua menyebar ke seluruh pelosok kota Blackfort. Jacob meminta semuanya untuk menelitik setiap pojok kota. Saat dia kembali ke meja makannya untuk melihat semuanya makan, terutama asupan gizi sang putra. Jacob sendiri memesan burger untuk mengganjal perutnya.Mereka berempat masih berada di rumah sakit. Menunggu kabar baik.Kurang lebih 30 menit berlalu, mereka kembali ke ruang di mana Harry masih dalam penanganan serius. Saat mereka menunggu dengan hati gundah gelisah, tiba-tiba seorang dokter menghampiri Jacob."Tuan, bisa ikut saya sebentar. Ada hal penting yang ingin saya sampaikan," ajaknya.Jacob pun mengikuti dokter itu masuk ke dalam sebuah ruangan. Dia duduk di depan sang dokter."Bagaimana, dok?" tanya Jacob yang begitu penasaran."Tuan Jacob, setelah kami teliti ternyata racun itu adalah racun serangga," jelasnya."Racun serangga?" Jacob mengerutkan alisnya. Telinga Jacob seperti famil
Pria itu terlihat sedang menghubungi seseorang. Dia sibuk berbicara seperti sedang menjelaskan sesuatu. Beberapa menit setelah memasukkan ponselnya ke saku, Jacob keluar dari kamarnya dan melangkah mendekati Faye yang tengah menyapu lantai kamar Harry."Kau!" panggil Jacob. Faye menoleh dan menganggukkan kepalanya. Lantas segera berlari mendekati sang tuan."Iya, tuan," balasnya."Selesai membereskan kamar Harry, bereskan juga kamarku. Kau bisa ajak beberapa maid lagi untuk membantu," pinta Jacob. Faye menganggukkan kepala dan mundur beberapa langkah saat Jacob berlalu dari sana.Jacob menuruni anak tangga dan dia sudah melihat dua orang sedang menunggunya di ruang depan. Jacob menghampiri mereka berdua. Kedua orang itu tidak lain adalah pengawal kepercayaan Jacob spek Intel."Kalian pahan kan tugas kalian kali ini. Jika dia hidup, bawa langsung ke hadapanku, tapi jika dia mati konfirmasi padaku dan aku akan ke lokasi," perintah Jacob."Saya rasa itu mungkin akan sangat berbahaya, tu
Tiba-tiba Harry melotot dan kejang-kejang, lalu tubuhnya ambruk ke lantai disertai keluarnya busa dari dalam mulutnya. Jaden yang melihat hanya berdiri dan dipeluk oleh Faye agar tidak melihat kejadian itu. Namun, karena rasa penasaran dalam diri Jaden. Bocah itu tetap mencari celah untuk melihat apa yang tengah terjadi pada Harry.Liz dan Nat menjadi panik dan bingung serta berteriak keras. Beruntung siang itu saat kejadian Jacob sudah sampai di rumah. Saat keluar dari dalam mobil, Jacob yang mendengar teriakan histeris langsung berlari masuk ke dalam rumah.Kejang-kejang yang dialami oleh semakin hebat serta busa yang keluar dari mulutnya semakin banyak. Hal itu pun membuat Jaden menangis karena ketakutan. Terlebih lagi para maid yang berusaha untuk menolong Harry.Sampai di sana Jacob terperanjat melihat tragedi di dalam kamar itu. Dia pun tanpa basa-basi mendekati Harry dan menggendongnya.Tangisan Jaden, teriakan para maid yang memanggil tuan muda--tuan muda membuat gempar seisi
Jacob keluar dari kamarnya dan melihat pintu kamar Jaden terbuka. Lantas pria itu masuk ke dalam kamar Jaden dan mendapatkan dua bocah berada di sana. Saat Harry melihat Jacob masuk, bocah itu berlari dan memeluknya.Harry terlihat sangat manja pada Jacob. "Ayah, aku ingin ibu. Jaden bilang jika dia punya seorang ibu yang sangat baik dan perhatian," rengek Harry sambil menunjuk Jaden yang duduk bersila di atas ranjangnya. Jaden memasang muka datar pada Jacob saat Jacob menatap Jaden.Jacob membelai lembut rambut Harry dan memberinya sedikit pengertian. "Secepatnya kau akan mendapatkan ibu.""Benarkah, ayah?" sahut Harry antusias. Jacob pun menganggukkan kepalanya.Padahal Jacob sendiri masih bingung mencari cara untuk membawa Ara kembali ke rumah megah itu. Namun, Jacob tidak pernah berhasil. Di saat ada kesempatan untuk bersatu, tapi keduanya malah justru terlihat canggung dan renggang.Mendengar kabar baik itu, Harry terlihat bahagia dan dia sangat antusias serta terus merengek——mer
Nyonya Merry begitu sangat marah karena kerja kerasnya harus sia-sia. Dia tidak ada niat untuk mendekati dua bocah itu. Tentunya dia akan mencari cara lain lagi, karena bagi wanita itu kedua bocah itu adalah musuh yang harus dilenyapkan guna memuluskan rencana dari wanita iblis itu.Usut punya usut, ternyata minuman yang akan diminum oleh Jaden tadi telah diberi racun serangga oleh Nyonya Merry, tapi berkat aksi Harry membuat saudaranya itu bisa terselamat. Harry adalah malaikat tak bersayap yang selalu menolong Jaden selama di rumah itu. Jaden yang selalu menjadi target kemarahan atas ancaman yang selalu diberikan oleh Nyonya Merry. Cukup beruntung karena memiliki hari Sang Penyelamat dan penyelamat itu pula yang dulu dibawa oleh wanita iblis itu sendiri.Harry sebenarnya terlihat normal seperti biasa, tetapi kadang dia kesulitan menggerakkan tubuhnya yang terkadang tidak sinkron dengan perintah otaknya. Harry juga sangat manis, meski kadang cukup kesulitan berbicara dengan baik da
Wanita muda itu hampir saja salah tingkah, tapi dia segera menetralkannya dengan menundukkan kepalanya. "Tidak masalah. Untuk saat ini, aku sedang tidak memegang uang cash. Bagaimana jika upah terakhirmu, aku transfer saja?" ujarnya. Jean menatap Jacob terkejut. "Kenapa? Ada masalah?" lanjut Jacob."T-tidak," sahut Jean. "Baik. Beri aku nomor rekeningmu. Nanti setelah sampai di kantor aku akan mentransfer upah mu. Bagaimana?" tukas Jacob. Jean pun menganggukkan kepalanya.Jean pun merogoh ponselnya yang dia letakkan di dalam tas selempangnya, lalu menyodorkan itu pada Jacob. Pria itu lalu mengambil foto dan setelahnya dia pergi dari sana.Jean dan Liz memperhatikan tuannya pergi sampai tubuhnya hilang di anak tangga depan."Jean, kau serius?" tanya Liz."Panjang ceritanya!" balas Jean."Kenapa tiba-tiba?"Sebenarnya aku akan menikah,""Hah? Secepat itukah? Padahal———""Ya. Kemarin dia ke rumah dan menyuruhku untuk mengundurkan diri dari pekerjaanku ini," potong Jean. Liz hanya mengan
Jean tertegun melihat siapa yang datang ke rumahnya. Jean tidak mampu berkata apapun saat melihat sosok tampan yang tengah mengobrol dengan sang kakak.Lantas sosok tampan itu berdiri dengan tegap saat melihat Jean datang. Tampak binar bahagia terpancar dari raut wajahnya."Jean, apa kabar?" sapanya tersenyum.Antara harus bahagia atau sedih. Ada gerangan apakah Tobey bisa sampai datang ke rumahnya. Yang jelas pada saat itu memang Jean belum tahu apa yang sedang terjadi pada pernikahan Tobey dan Ara."Hai ... Tobey. Kau lihat aku baik-baik saja. Kau sendiri bagaimana?""Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja," sahut Tobey tersenyum."Baiklah. Kebetulan kau sudah sampai di rumah, aku akan masuk ke kamarku. Maaf, jika kakak tidak memberitahumu jika Tobey datang ke rumah. Mungkin kalian berdua butuh berbicara empat mata di sini. Mungkin juga ada yang ingin dibicarakan oleh Tobey," ungkap Barnes sambil berdiri.Barnes sendiri juga belum tahu apa yang sebenarnya terjadi antara Jean dan