Accueil / Romansa / Mainan Baru Tuan Montevista / 60: Ternyata dia, Nyonya Montevista

Share

60: Ternyata dia, Nyonya Montevista

Auteur: Ana_miauw
last update Dernière mise à jour: 2025-12-16 18:54:06

Dua wanita itu masuk dengan tergesa-gesa. Nyonya Mira tampak pucat dan bingung. Rina, di sisi lain, tampak tegang namun berusaha tetap terlihat tenang seperti biasanya, dan matanya sesekali melirikku.

Axel menunjukku dengan dagunya.

“Dengar baik-baik,” perintah Axel, suaranya mengandung otoritas absolut. “Bawa dia ke kamarku. Bersihkan dia. Ganti pakaian kotornya dengan gaun yang paling bagus. Buang semua bedak dan tahi lalat palsu itu. Dandanilah dia secantik mungkin!”

Perintah itu terdengar mustahil, seperti adegan dari film fiksi. Nyonya Mira ternganga.

“Tuan… ke gudang, Tuan?” tanya Nyonya Mira, memastikan. Logikanya hanya mengenalku sebagai cleaning service kotor yang baru saja mengamuk melawan Tuan besarnya.

Axel menatapnya tajam. “Aku bilang, ke kamarku! Apa masih kurang jelas? Apa telingamu tuli?” tegas Axel.

Nyonya Mira tergagap, masih bingung dengan perintah tuannya. Tapi tidak dengan Rina. Rina hanya diam, matanya menunduk menerima takdir.

Aku dibawa ke kamar Axel—k
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Chapitre verrouillé

Latest chapter

  • Mainan Baru Tuan Montevista    74: Menghilangnya Axel

    Aku membawa Ellys masuk ke kamar utama—kamarku. Langkah kaki kecil Ellys yang tadinya ragu-ragu di atas lantai marmer yang dingin, seketika berubah menjadi langkah-langkah riang saat pintu ganda kamar utama itu terbuka. Aku memutar kenop pintu, membiarkan cahaya lampu kamar yang hangat menyambut wajah mungil putriku.Ellys terkesiap. DIa melepaskan genggaman tanganku, lalu berlari menuju tengah ruangan dengan mulut terbuka lebar.“Mommy! Ini, ini bukan kamar,” serunya dengan suara melengking yang dipenuhi kekaguman. “Ini lapangan bermain yang ada tempat tidurnya!”Dia berputar-putar di atas karpet beludru tebal yang menutupi sebagian besar lantai kamar. Matanya yang bulat menyapu setiap sudut; mulai dari tirai sutra yang menjuntai tinggi dari langit-langit, lampu gantung kristal yang berkilauan seperti bintang-bintang kecil, hingga sofa chaise lounge berwarna krem yang tampak begitu empuk.“Boleh Ellys naik ke sana, Mommy?” tunjuknya pada ranjang king size yang l

  • Mainan Baru Tuan Montevista    73: Di mana Daddy?

    Waktu seolah membeku di dalam vila ini. Keheningan yang ditawarkan tempat pengungsian mewah ini justru membuatku gelisah. Aku terus memperhatikan jam dinding, menunggu instruksi, menunggu deru mesin mobil yang menjemputku kembali ke penjara emas di kota, atau setidaknya satu panggilan telepon dari pria arogan itu.Namun, tidak ada. Para pengawal yang berdiri tegap di luar pintu seolah berubah menjadi patung. Aku bingung sampai di mana batas pertemuan kami hari ini. Apakah Axel memberiku waktu hanya beberapa jam? Ataukah aku harus segera pulang sebelum matahari terbenam?Karena tak tahan dengan ketidakpastian ini, aku memutuskan keluar untuk menanyakan kepastian nasibku.“Apa aku harus kembali ke mansion sekarang?” tanyaku pada salah satu pengawal yang tampak paling senior.Anehnya, dia hanya membungkuk sopan. “Terserah Anda, Nyonya. Kami diperintahkan untuk mengikuti keinginan Anda.”Aku tertegun. “Jadi apakah boleh jika aku tidur di sini malam ini bersama putriku?”“Tentu saja,

  • Mainan Baru Tuan Montevista    72: Kebersamaan Dengan Gadis Kecilku

    Pertemuan dengan Ellys adalah penawar dahaga yang luar biasa. Kami menghabiskan waktu di atas karpet bulu, menyusun balok-balok Lego menjadi menara tinggi yang kemudian diruntuhkan oleh tawa renyah putri kecilku ini. Untuk beberapa saat, aku lupa bahwa aku adalah tawanan Axel. Aku lupa pada rasa sakit di hatiku.Namun, bayangan Nenek yang sejak tadi hanya memperhatikanku dari ambang pintu tanpa suara, membuat kegembiraanku perlahan menyusut. Aku tahu, inilah waktunya. Aku tidak bisa terus bersembunyi di balik tawa Ellys.Aku meminta pengasuh untuk menemani Ellys bermain di taman belakang, lalu aku melangkah mendekati Nenek yang kini duduk di kursi rotan menghadap jendela. Aku mengira beliau akan memaki, atau setidaknya menuntut penjelasan mengapa aku kembali pada pria yang telah membuangku. Namun, aku salah sangka. Beliau justru lebih banyak diam dengan tatapan yang keruh.“Nek?” panggilku lirih.Beliau tidak menoleh.“Nek?” sekali lagi aku memanggil. Hingga aku merasa aku tak bu

  • Mainan Baru Tuan Montevista    71: Bayi Kecilku

    Pagi itu, kepalaku terasa berat. Efek wiski semalam masih menyisakan denyut di pelipis, namun kerinduan pada Ellys jauh lebih menyakitkan daripada rasa pening ini. Aku terbangun di sofa ruang kerja Axel, menyadari bahwa pria itu sudah tidak ada di sana.Aku bangkit dengan terhuyung, merapikan baju atasanku yang terlihat berantakan. Mataku menyapu sekeliling ruangan, mencari sosok jangkung yang semalam menginterogasiku dengan kejam. Namun, kosong.Aku keluar dari ruangan itu, menyusuri koridor dengan langkah terburu-buru. Aku mencari ke ruang makan, ke taman belakang, bahkan memberanikan diri mengetuk pintu kamar pribadinya. Nihil. Axel Montevista menghilang.“Di mana Tuan kalian?” tanyaku pada pelayan yang berpapasan denganku di lorong.“Maaf, Nyonya, kami tidak tahu. Tuan sudah pergi sejak subuh,” jawab pelayan itu sambil menunduk dalam.Rasa sesak mulai menghimpit dadaku. Dia berbohong. Pikiran itu langsung menyergapku. Bukankah semalam dia berjanji? Bukankah dia bilang jika ak

  • Mainan Baru Tuan Montevista    70: Memanfaatkan Ketidakpercayaannya

    Lampu di ruang kerjaku sudah temaram. Hanya menyisakan bayangan yang menari-nari di dinding mahoni. Di hadapanku, sudah ada Keisha yang baru saja masuk, meminta waktuku sejenak untuk bicara. Kini Aku menunggu dia mengatakannya, sudah paham kedatangannya, meski aku paham, maksud dan tujuannya itu yang tak lain adalah memintaku untuk melepaskan Ellys. Tidak, Keisha. Urusanku belum selesai sebelum tes DNA yang sedang diproses itu keluar hasilnya, dan benar-benar pasti menyatakan bahwa dia memang anakku. Tenang, Keisha. Aku tidak akan melukainya, aku menghargai kesabaranmu. “Kau sembunyikan di mana mereka, Axel? Aku tidak bisa tidur, aku terus memikirkan Ellys. Aku sangat merindukan Ellys. Tolong, biarkan aku mendengarnya sekarang,” rintihnya. Aku terdiam cukup lama, memandangi wajahnya yang kini bersih dari segala penyamaran. Ada sesuatu yang berdenyut menyakitkan di dadaku saat melihat air matanya terus mengalir tanpa henti. Egoku, yang selama tiga tahun ini kubangun setinggi gun

  • Mainan Baru Tuan Montevista    69: Penyelidikan Kembali Dibuka

    Aku segera kembali ke ruang kerja setelah itu. Aku meraih ponsel satelitku, menekan deretan angka yang hanya kuhubungi untuk urusan hidup dan mati.“Rendy, cari aku detektif swasta terbaik. Aku tidak mau yang bernaung di bawah firma hukum biasa. Aku mau seseorang yang bisa menggali kuburan yang sudah tertutup rapat selama tiga tahun. Bayar berapa pun yang dia minta. Aku mau dia di hadapanku malam ini juga.”Suaraku tidak menerima bantahan. Rendy, asisten pribadiku yang paling cekatan, hanya menjawab singkat, “Baik, Tuan. Saya akan segera mengaturnya.”Setelah menutup telepon, aku menyandarkan tubuhku di kursi kebesaran yang kini terasa sangat keras dan tidak nyaman. Mataku tertuju pada bingkai foto kecil di sudut meja—foto Alexander Jr. Saat bayi.Aku juga masih ingat waktu itu, malam di mana aku memberikan surat cerai pada Keisha. Aku ingat wajahnya yang hancur serta permohonannya, mengemis padaku untuk melihat Alexander untuk yang terakhir kalinya, namun tidak kukabulkan.Dia pergi

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status