Sherly melangkah menyusuri koridor rumah sakit, hanya sendiri dengan beberapa berkas di tangan. Ia harus mengembalikan rekam medis itu ke poli penyakit dalam. Saat hendak berbelok, ada suara familiar yang memanggil namanya, siapa lagi kalau bukan Antika? "Sher, udah keluar!" pekiknya sembari terenggah-enggah. "Apanya?" alis Sherly berkerut, memang apanya yang keluar? "Dapat kabar kalo mantan kamu fix di DO dari kampus, Sher." ucap Antika dengan mimik serius. "Kemaren kan sama pihak RS dipulangin noh dia ke kampus nah pihak kampus kasih vonis hari ini dan dia di DO!"Sherly tersenyum getir, kenapa ada sedikit rasa tidak terima? Pasalnya, Reynan bisa lolos PPDS ada andil dari Sherly juga! Sherly jadi merasa kerja kerasnya dulu sia-sia. Tapi kenapa dia harus kasihan pada Reynan kalau lelaki itu begitu kejam pada Sherly? "Gampang dia mah. Pindah aja ke center lain. Duit bapaknya banyak, Mbak." ucap Sherly sembari lanjut melangkah. "Tapi beberapa center udah tahu kasus ini, Sher. Mesk
"Mas tau nggak?"Sherly segera mengoceh begitu ia naik ke atas mobil, Gerrard melirik sekilas, segera membawa mobilnya pergi dari halaman parkir. "Masa bang Dion minta maaf ke aku."Gerrard tertawa kecil, ia fokus pada jalanan di depan. Meskipun begitu, telinganya sudah dia pasang untuk mendengar setiap cerita Sherly, seperti kesepakatan mereka kemarin. "Emang kemarin Mas ngomong apa sama mereka?" tanya Sherly pada akhirnya, ia sangat penasaran, kenapa tiba-tiba Dion berkata demikian? "Banyak. Kupanggil semua residen bedah yang stand by di rumah sakit kemaren." jawabnya pada akhirnya. "Mas nggak marah-marah, kan?" "Hobi suamimu pas di rumah sakit emang apa?" Bukannya menjawab, Gerrard malah balik bertanya. "Tantrum sama ngamukan. Gitu sih kata ...." Sherly membelalak, tangannya refleks menutup mulut sembari melirik ke arah Gerrard dengan takut-takut. Bukannya marah, tawa lelaki itu pecah. Sebuah reaksi yang membuat Sherly sedikit lega. "Tepat." ucap Gerrard tidak tersinggung.
"Loh Sherly?"Antika memekik, beberapa residen yang tengah beristirahat dan sibuk sendiri-sendiri, sontak bangkit melihat Sherly datang. Giwang bahkan melangkah mendekati Sherly yang terkejut dengan reaksi mereka, menarik Sherly lalu mendudukan dia di atas kursi. Semua segera menggerubung, membuat Sherly makin melongo dan tidak mengerti dengan tingkah teman serta seniornya. "Kamu nggak apa-apa?" tanya Antika begitu Sherly duduk. "Nggak pa-pa, Mbak. Aku baik." ucap Sherly tegas. "Dia belum sempet ngapa-ngapain kamu kan kemaren?" kini Giwang yang nampak kepo bicara. "Nampar sih, sama nyekik dikit." Sherly reflek mengusap dagunya, jujur ia risih dengan tatapan mata-mata itu. "Syukurlah, Sher!" desis Antika diikuti hela napas lega dari yang lain. "Aku nggak tahu kalau dia ada niat jahat sama kamu, Sher. Maaf udah nyuruh kamu kesana kemarin." ucap Arsya lirih. Sherly tersenyum, "Nggak apa-apa, Bang. Abang nggak salah.""Itu kemarin gimana ceritanya dokter Ge bisa tiba-tiba muncul,
Sherly menggeliat, ia merasakan ada tangan yang mendekapnya erat. Perlahan ia memaksakan diri membuka mata, hampir terkejut kalau saja dia tidak ingat bahwa dia sudah menikah! Benar saja! Sherly menoleh dan mendapati Gerrard sudah tertidur tepat di belakangnya. Sherly membeku sesaat, perlukah dia bergerak? Atau lebih baik kembali tidur?Perlahan Sherly mengangkat tangan kekar itu hendak menyingkirkan tangan itu ketika kemudian tangan itu bergerak. "Kamu bangun?" tanya suara itu lirih. Sherly tidak menjawab, merubah posisi tidurnya jadi terlentang sementara Gerrard, ia masih dalam posisinya. Mata mereka beradu cukup lama sampai kemudian Gerrard kembali bersuara. "Dia tidak akan berani menyentuhmu lagi." desis Gerrard yang masih melihat sorot takut itu dam mata Sherly. "Terimakasih banyak, Mas." ucap Sherly kemudian. Gerrard tersenyum, sebuah momen langka yang sekali lagi bisa dilihat secara langsung, dengan sedekat ini oleh Sherly. Wajah itu nampak makin tampan, makin memanjakan
"Aku di rumah, Mbak."Sherly sedang berusaha tidur ketika Antika meneleponnya. Ia sudah mandi, berganti pakaian dan naik ke atas ranjang. Sesuai perintah yang Gerrard beri, dia harus beristirahat. "Kamu beneran nggak apa-apa, kan? Semua pada ngomongin kamu, Sher!"'Semua pada ngomongin kamu.'Mata spontan Sherly terpejam ketika mendengar kalimat itu. Ya! Bukankah itu sesuai dengan tebakan Sherly? Bahwa kabar itu akan cepat merebak dan jadi topik perbincangan di mana-mana. Dengan berat, Sherly menarik napas panjang, mendadak pusing bagaimana besok dia menanggapi pertanyaan orang-orang. "Aku baik, Mbak. Cuma masih syok aja ini." jawab Sherly apa adanya. "Jelas syok lah! Aku jadi kamu juga bakalan syok banget, Sher!" umpat Antika dengan nada geram. "Memang gila cowok satu itu, nggak nyangka otaknya sekriminal itu!"Sherly tersenyum, ia juga tidak menyangka bahwa Reynan akan senekat itu. "Kamu laporin ke polisi nggak?"Hah? Sherly terkejut dengan pertanyaan itu. Lapor ke polisi? She
"Ah!"Sherly memekik terkejut, ketika jemari jtu menyentuh pipinya yang masih terasa panas. Gerrard menatap pipi Sherly dengan saksama, mata yang sejak tadi memerah, terlihat berkaca-kaca. Mereka sudah berada di ruangan milik Gerrard sekarang, setelah hampir dua jam menghadap dirut rumah sakit dan juga kapala bagian bedah serta anestesi. Dua jam yang waktunya lebih banyak digunakan Gerrard untuk mengamuk dan mencecar Reynan yang sudah babak belur itu untuk bicara. Permasalahan belum selesai, setidaknya itu menurut Gerrard. Ia masih menunggu sanksi tegas apa yang diberikan pada lelaki itu setelah undangan dari pihak rumah sakit pada pihak kampus diterima. "Saya bahkan tidak pernah kasar padamu, Sher." desis suara itu lirih setelah sejak tadi mengamuk di ruang direksi. Sherly tidak tahu harus menjawab apa, otaknya buntu! Ini belum bagaimana nanti menanggapi dan menjawab pertanyaan teman-teman dan seniornya. Banyak yang melihat Gerrard menyeret Reynan yang babak belur tadi! Bukan ha