“Ya ampun! Tolong tolong!” Sadar akan situasi, Juliet kembali berpura-pura panik.
Semua yang datang langsung mendekat dengan penasaran. “... Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya satu diantara mereka. Juliet menggelengkan kepalanya. “Tidak tahu. Aku cuma memeluknya, tapi dia malah seperti itu.” “Lebih baik kita telepon ambulans, bawa saja ke rumah sakit!” ucap salah satu karyawan yang kebetulan di sana. Juliet menggigit bibir bawahnya. Itu tidak boleh terjadi! Ia pun langsung mencoba untuk menenangkan orang-orang yang ada di sana. “Tidak usah, pacar tersayang ku ini sangat ketakutan dengan rumah sakit. Aku akan urus dia sendiri saja, deh...” “Kau yakin? Dia terlihat kesakitan sekali, loh. Takutnya terjadi sesuatu yang serius dengan miliknya.” Juliet kembali tersenyum. “Pokoknya, Kalian tidak perlu khawatir. Kalian bisa lanjut untuk masuk ke kantor, sudah akan terlambat.” “Baiklah. Ayo kita masuk!” Argan menatap mereka semua yang pergi dengan tatapan tidak rela, tapi dia juga tidak bisa berkata apa-apa karena rasa sakit pada bagian intinya membuatnya kehilangan seluruh energi di tubuhnya. Juliet pun membantu Argan untuk bangkit. “Babe, ayo aku bantu kau berdiri.” Argan hanya bisa pasrah saat Juliet ingin membantunya berdiri. Lagipula, tidak mungkin juga dia akan terus berbaring di halaman kantor, itu memalukan. Susah payah Argan berusaha, hingga berhasil. “Babe, sebenarnya kau ini kenapa, sih? Kenapa kau kesakitan seperti itu?” tanya Juliet berpura-pura. Argan mengatur nafasnya. Mukanya yang lembab karena keringat dan air mata itu coba Ia seka sapu tangan di saku kemejanya. “Aku cuma... kemarin saat mandi terpeleset dan jatuh. Anuku terbentur pinggiran bath up, jadi terkena gesekan sedikit sakit sekali,” jawab Argan. Pembohong! Juliet tersenyum kesal. Rasanya ingin sekali mematahkan batang daging sialan itu! Juliet bersiap membantu Argan berjalan masuk ke kantor. Tapi, dia justru melihat Rania, sahabat pengkhianatnya, turun dari taksi. Gadis itu berjalan pelan sekali dan wajahnya nampak sangat pucat. Juliet melirik Argan sebentar, lalu bereaksi berlebihan saat kembali melihat Rania. “Ya ampun, Rania!” ucap Juliet tiba-tiba. Dia langsung melepaskan tangan Argan. Bruk! “Akhhhhh” pekik pria itu karena lagi-lagi dia jatuh duduk. Juliet langsung berlari mendekati Rania. Melihat itu, Rania pun terperangah tak percaya. Dia melihat Juliet berlari padanya, perasaannya begitu waspada apalagi melihat Argan kesakitan. Rania menggelengkan kepalanya sambil menatap Juliet yang masih ke arahnya. “Tidak... jangan, aku mohon. Jangan mendekat, aku—” Grep! Juliet langsung memeluknya. “Rania! Kau baru datang?” Rania terdiam. Ia menggigit bibir bawahnya menahan sakit. Juliet mengguncang tubuhnya, bercerita tentang diskon tas yang ada di salah satu pusat belanja sambil mengguncang-guncang kan tubuh Rania. “Akhh....!” pekik Rania. Saat tubuhnya diguncang oleh Juliet, rasanya sakit sekali bagian bawahnya. Rania sampai berkeringat dingin. “Hentikan, Juliet!” bentaknya, tak tahan. Juliet berekspresi sedih. “Kau kenapa?” Rania mengatur napasnya. “Aku cuma... sedang tidak enak badan. Jadi, tadi kau itu menyakitiku.” “Oh, begitu ya?” ujar Juliet, menyembunyikan kepuasannya. Drrt! Tiba-tiba saja, ponsel Juliet berdering. Segera ia mengambil ponselnya untuk menerima panggilan telepon. “Iya, Bu kepala divisi. Ada apa? Ah, baiklah. Aku ke sana sekarang.” Juliet menatap Rania dan berbalik menatap Argan sebentar. “Ya ampun... Aku harus pergi sekarang. Rania, Aku titip Argan, ya? Dia sepertinya juga sedang tidak baik kondisinya.” Setelah mengatakan itu, Juliet pergi begitu saja. Meninggalkan Rania yang murka dan Argan yang menahan sakit. Tanpa mereka ketahui, Wilson melihat semua kejadian tadi dari jendela kaca ruangan kerjanya. Meskipun tidak bisa mendengar apa yang diucapkan oleh Juliet dan juga kedua orang itu, Wilson tahu benar kalau Juliet tadi pasti kehilangan kendali. “Penyiksaan macam apa itu?” gumamnya sambil tersenyum miring. Entah mengapa, Wilson ingin melakukan sesuatu…. Pria itu mengeluarkan ponselnya, menghubungi Argan. Beberapa kali hingga akhirnya Argan menyadari teleponnya berdering. “Selamat pagi, Pak? Ada apa? Ada yang bisa saya bantu?” ucap Argan begitu panggilan telepon terhubung. Nada bicaranya terdengar sangat menahan kesakitan. “Di mana kau? Aku mendapat laporan dari asistenku kalau kau belum sampai di kantor. Kau menganggap remeh meeting kita?” ucap Wilson, suaranya dingin. “S–saya sudah ada di halaman kantor, Pak.” Wilson tersenyum sinis. “Oh, begitu. Apa kau minta untuk aku jemput?” “T–tidak, Pak. Saya akan segera masuk.” Wilson langsung mengakhiri panggilan telepon. “Konyol sekali. Pelumas dicampur lem perekat super saja kalian tidak sadar. Hah! Kalian pasti sedang kerasukan setan saat itu,” gumam Wilson.Setelah penantian panjang yang disertai dengan doa, kekhawatiran, dan rasa cinta yang begitu besar, akhirnya hari yang dinantikan tiba juga. Pagi itu, Juliet mulai merasakan kontraksi yang semakin intens. Wilson, yang sudah siaga sejak semalam, langsung membawa Juliet ke rumah sakit ditemani oleh Karina dan Chaterine yang terlihat jauh lebih tegang daripada biasanya. Di ruang bersalin, waktu seakan melambat. Namun setelah beberapa jam yang menegangkan, tangisan pertama bayi perempuan itu terdengar memenuhi ruangan, nyaring, kuat, dan membelah kesunyian dengan begitu menggetarkan hati. Juliet menangis. Wilson, yang menggenggam tangan istrinya erat-erat selama proses persalinan, langsung mencium kening Juliet penuh haru. Dokter menyampaikan bahwa bayi mereka lahir dengan sehat dan sempurna. Juliet juga dalam kondisi baik, tidak ada komplikasi. Perasaan lega langsung menyelimuti semua orang. “Selamat ya, Tuan dan Nyonya. Putri Anda cantik sekali,” ujar perawat sambil menggendong bay
Suatu sore yang mendung, Laura dan Thom duduk di sebuah kafe kecil yang sepi di sudut kota. Suasananya tenang, hanya terdengar rintik hujan yang turun perlahan di luar jendela. Thom terlihat santai, memutar gelas kopinya, sementara Laura tampak gugup, matanya sesekali menatap keluar, lalu menatap Thom lagi. “Thom…” ucap Laura pelan. Thom menoleh cepat, memperhatikan nada suara Laura yang terdengar lebih berat dari biasanya. “Kenapa, Laura?”“Ada yang mau aku ceritakan. Tentang aku, masa laluku… dan siapa aku yang sebenarnya.” Thom mengangguk tenang, memberi ruang tanpa memotong pembicaraan Laura. Laura menarik napas panjang. Lalu, ia mulai bercerita. “Aku bukan pegawai kantor biasa. Aku… anak dari keluarga yang cukup berada. Ayahku seorang pebisnis yang cukup besar, punya koneksi di mana-mana. Selama ini aku menyembunyikannya karena aku ingin mengenalmu sebagai diriku sendiri. Bukan sebagai orang yang semua
Hari-hari setelah kabar kehamilan Juliet tersebar, suasana rumah berubah hangat dan penuh perhatian. Tidak hanya dari Wilson yang nyaris tidak pernah meninggalkan sisi istrinya di luar pekerjaannya, tapi juga dari seluruh keluarga besar mereka. Chaterine dan Luis sering datang ke rumah membawa makanan bergizi buatan sendiri. Chaterine bahkan rajin mengecek jadwal makan Juliet, memastikan calon cucu ketiganya tumbuh sehat sejak dalam kandungan. Padahal wanita itu juga sedang sibuk dengan bayinya sendiri. “Kau harus makan teratur, Janetta. Jangan terlalu kelelahan,” kata Chaterine sambil menata sup ayam hangat di meja makan. Juliet tersenyum lembut. “Terima kasih, Ibu mertua... aku benar-benar merasa dimanjakan sejak hamil.” Veronica, yang dulu sempat jauh, kini menjadi sosok ibu yang sangat perhatian. Ia rajin menyarankan ramuan herbal sehat dan sesekali menemani Juliet ke dokter saat Wilson tak bisa. “Waktu Ibu ha
Wilson menginjak pedal gas sedalam mungkin. Suara deru mobil menggema di telinganya, tapi pikirannya hanya dipenuhi satu hal, hanya Juliet. Panggilan telepon dari pelayan rumah masih terngiang di benaknya. “Tuan… Nyonya Juliet pingsan… dia belum sadar sejak tadi. Kami sudah membawanya ke rumah sakit supaya mendapatkan perawatan yang lebih intensif…” Dalam kepanikan, Wilson sempat kehilangan kendali. Mobilnya menabrak pembatas jalan hingga bagian depan penyok, dan darah mengalir dari pelipis kirinya. Tapi dia tidak berhenti. Dengan napas terengah dan tangan gemetar, dia tetap membawa mobilnya hingga sampai di parkiran rumah sakit. Tanpa pikir panjang, dia keluar dan berlari dengan darah masih mengalir di sisi wajahnya. Beberapa orang memperhatikan, beberapa suster bahkan menghampirinya, tapi Wilson hanya mengucap, “Aku baik-baik saja! Istri ku… di mana istriku sekarang?” Sesampainya di depan ruang IGD, matanya mencari-ca
Tangis haru memenuhi ruangan bersalin saat suara tangisan bayi yang nyaring terdengar untuk pertama kalinya. Karina menoleh lemah ke arah Reiner yang menggenggam tangannya erat, dan pria itu tidak bisa menahan air mata saat dokter mengangkat bayi kecil mereka, seorang bayi perempuan mungil yang sehat dan sempurna. Reiner mencium kening Karina sambil terisak, “Terima kasih… terima kasih banyak, Sayang. Semua berkat mu, kau luar biasa hebat, Sayang.” Karina pun menangis pelan, bukan karena sakit lagi, melainkan karena rasa syukur yang luar biasa. “Kita jadi orang tua, Reiner… Dia cantik sekali…” Tak lama kemudian, Veronica dan Juliet yang menunggu di luar langsung bergegas masuk setelah diizinkan. Begitu melihat bayi kecil itu dalam pelukan Karina, Veronica langsung menutup mulutnya, menahan tangis haru. Juliet tidak mampu berkata-kata, hanya air matanya yang jatuh melihat keajaiban hidup yang lahir dari k
Saat Wilson tiba di rumah, suasana terasa hangat seperti biasa. Nathan dan Nathania berlari kecil menyambut ayah mereka, dan Juliet, seperti biasa, menyambut Wilson dengan senyum yang lembut. Tidak ada yang aneh, tidak ada yang berubah dari sikap Juliet, setidaknya secara lahiriah untuk saat itu. Namun, setelah makan malam dan anak-anak tidur, Juliet pergi ke kamar untuk membereskan koper Wilson. Dengan tangan terampil dan hati yang biasa tenang, dia mengeluarkan satu per satu pakaian suaminya. Tapi saat dia mengangkat salah satu kemeja putih Wilson, pandangannya langsung tertahan pada satu sisi. Ada noda samar berwarna merah muda di bagian kerah kemeja Wilson. Juliet mematung sejenak. Jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. Ia mendekatkan kain itu ke wajahnya, mengamatinya lebih teliti, dan jelas, itu adalah noda lipstik. Tidak mungkin Wilson menggunakan lipstik. Sejauh ini, Wilson hanya menggunakan lip balm saja. Alis Juliet mengern